Satu satu kawan telah pergi. Menjemput takdirnya masing-masing. Suratan hidup yang sudah tertulis. Bergaris di atas kening masing-masing.Â
Seribu langkahmu untuk lari, di sana pula engkau akan ditemui. Ragamu terbelenggu dalam hukum alam. Sebuah kepastian yang akan menjemputmu detik demi detik.Â
Merambat seperti api yang membakar dedaunan kering. Tiada apapun yang bisa kau gantungkan. Sebagai tempat untuk bersembunyi.Â
Dirimu yang telanjang di tengah terik. Disini kau baru sadar bahwa sesungguhnya engkau miskin. Tak ada apa-apa untuk di pegang. Selain belas kasih Illahi.Â
Lihatlah tubuhmu yang papa. Hartamu tak bisa menyelamatkanmu selain sedekah.Â
Begitulah salah satu jalan untuk selamat. Semoga engkau memilikinya. Terbebas dari rasa lara.Â
Di sini aku hanya bisa menatap bayanganmu. Yang semakin lama semakin samar. Bias seperti pelangi yang memudar.Â
Selamat jalan kawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H