Banyak orang yang mengatakan kalau hidup itu saderma mung nglakoni. Ya iya lah wong situ serba enak, tidak pernah merasakan perihnya hidup ini seperti Yu Parmi bakul sayuran. Dia itu sudah kenyang memakan asam garam kehidupan. Kebetula saja lakonnya sedih terus.Â
Kalau orang tua bijak dulu sering memberi nasihat. "Mi, urip iku kaya roda,kadang ning nduwur kadang ning ngisor", begitu katanya.
Lha selama ini Parmi tidak pernah merasakan enaknya hidup di atas. Lha terus kapan berputarnya roda ini? Gek jangan-jangan rodanya macet tidak berputar.
"Jangan begitu Mi, itu namanya ora nrima ing pandum", katan simboknya.
"Lha iya mbok masak begini terus ya mbok", kilah Parmi.
"Itu namanya ketentuan dari Allah memang begitu, namun kamu mesti harus berusaha agar lebih baik lagi", jawan simboknya.
"Wis wareg mbok, ngrasakne utip kaya ngene. ya tak lakoni sing penting bocah-bocah bisa mangan wareg", kaya Parmi
"Ya nduk, pancen kudu mrngkono", jawab simbok.
Malam itu sambil duduk di lincak mereka berdua duduk menikmati malam. Keduanya pun terlibat dalam perbincangan mengenai hidup. Hidup yang pahit seperti wedang teh tanpa gula. Bagaiman mau beli gula, mending untuk beli beras saja, bisa dimakan orang satu rumah.
Parmi itu cuma penjual sayuran yang buka warung di depan rumahnya. Ya mesti sabar dan gemi menghidupi anaknya.Â