Temaram senja menghiasi langit, berbias warna kelabu yang semakin pekat. Burung pun berarak pulang ke sarangnya. Beriring melintas langit yang sudah mulai gelap.Â
Disini aku pun berdiri dengan warga kebanyakan. Menatap gelapnya langit dengan penuh harap. Tatapan-tatapan mata memelas yang bercucuran air mata.Â
Tubuhnya pun tak bisa tegak berdiri. Hanya bisa bersandar pada kenyataan hidup yang kelabu. Gelap seperti keadaan di luar sana. Tenaganya terlalu rapuh untuk bisa menggenggam dunia. Karena dunia pun berlari darinya hingga tak terkejar lagi.
Ketika nafas masih berdenyut dalam tubuhnya, lapar pun acap kali datang mendera. Serasa seperti mengoyak perutnya, membuat sakit tidak terperih.
Adakah tuan budiman sedikit memandang kami? Pinta suaranya terdengar memelas hati. Membuat hatiku serasa ikut menangis. Tak kuasa aku mendengarnya. Keprihatinanku membuat tidak sampai hati.
Mereka terhimpit antara keadaan dan PSBB. Terdesak antara kebutuhan yang semakin melambung tinggi. Terbang ke awan terbang ke langit biru. Menyisakan wajah-wajah penuh harap. Berharap mendapat bantuan sembako. Agar hidupnya lebih lama lagi.
Penulis : Teguh Wiyono
KBC-50
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H