Mohon tunggu...
teguh wiyono
teguh wiyono Mohon Tunggu... Guru - guru SMAN 1 Losari dan hypnotherapist

Guru SMA lulusan Bahasa dan Sastra Jawa UNS sebelas maret surakarta. Mendapat gelar dari Kraton Surakarta Bupati Anom Raden Tumenggung Wiyono Hadipuro.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Urusan Perut Bicara

15 April 2020   13:53 Diperbarui: 15 April 2020   14:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak pemerintah memutuskan wabah novel coronavirus atau covid-19 sebagai kejadian luar biasa, maka menuai tanggapan warga yang beragam. Sebagian warga memahaminya kemudian mengambil sikap tanpa harus diperintah. Mereka sepenuhnya sadar dan mengerti apa yang harus dilakukan. Ada pula warga tidak paham terhadap apa yang terjadi, disini dibutuhkan sosialisasi dari pemerintah setempat dan kita semua. Sampai hari ini masih beragam tanggapan dan sikap warga yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Yang jelas pandangan dan reaksi warga sangat beragam. 

Tidak semua warga kita memiliki HP, tidak semua warga kita memiliki TV, banyak yang hidup jauh di garis kemiskinan. Informasi yang datang pada mereka seringnya terlambat. Mereka jauh dari teknologi. Sehingga apapun gencarnya informasi terlambat untuk sampai di telinga mereka.

Hal seperti ini adalah catatan tersendiri bagi kita sebagai warga. Kita mesti tanggap dengan situasi begini. Bagaimana jika yang dihadapi adalah warga yang nekat? Solusi yang paling baik adalah sabar tidak jemu-jemunya keliling kampung sambil mengingatkan mereka. Ini sudah banyak dilakukan di pemerintahan desa. Namun sampai hari ini jalan masih ramai juga, bahkan banyak orang yang berlalu lalang sambil membawa anak kecil tanpa masker. 

Urusan perut membuat gelap mata

Suatu ketika penulis pulang dari piket kantor mendapatkan warga yang naik sepeda motor dengan anak kecil tanpa menggunakan masker. Sebagai sesama warga maka penulis sempatkan untuk mengingatkan apalagi membawa anak kecil. Yang penulis dapatkan adalah jawaban yang membuat hati miris.

"Pak, saya tahu ada wabah corona. Pemerintah menyuruh rakyat diam di rumah, lantas kami di rumah tidak kerja terus kami mau makan apa?". Begitu jawabnya.

"Tiap hari saya keliling berjualan cilok, nggak apa-apa lah yang penting anak bisa makan".

"Ya kalau punya gaji sih saya berdiam di rumah pak, lha ini saya kerjanya dagang serabutan kalau nggak keluar ya nggak makan." Begitu menurutnya.

"Mungkin alangkah lebih baik jika tidak hanya memberi anjuran saja, tapi sekaligus memberi solusi misalnya bantuan beras untuk makan selama lokdon sehingga saya bisa tetap di rumah." kata warga.

"Takut pak, tapi gimana lagi....", jawabnya

Begitulah obrolan hari itu dengan beberapa warga yang sempat ditanya kenapa masih juga keluyuran. Rata-rata mereka tahu sedang ada wabah namun utusan perut membuat ketakutan itu hilang.

Penulis : KBC-50

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun