Manusia adalah makhluk sosial, dalam mencukupi segala kebutuhannya manusia membutuhkan orang lain. Dalam pergaulannya dengan masyarakat luas dibatasi dengan hukum yang bertujuan mengatur agar tidak menimbulkan masalah dengan orang lain. Hak manusia dibatasi oleh hak orang lain.Â
Hukum yang berlaku dalam masyarakat ada dua yaitu hukum tertulis seperti undang-undang hukum pidana, dan hukum yang tidak tertulis seperti adat istiadat, etika, dan lain sebagainya.Â
Walaupun adat, budaya masyarakat tidaklah merupakan sebuah hukum yang tertulis namun memiliki sanksi yang cukup membuat jera.Â
Masyarakat Jawa menetapkan adat istiadat, etika budi pekerti sebagai suatu kesepakatan bersama yang harus dipatuhi. Sebagai pranata sosial. Mengatur perilaku agar sesuai dengan budaya masyarakat Jawa yang halus dan sopan. Kadang jika perbuatan kita sedikit kasar jauh dati tata krama maka orang akan mencela bahwa kita ora njawani (tidak seperti lazimnya orang jawa)
Tata krama, etika, adat istiadat adalah sebuah hukum yang harus ditaati. Jika ada orang hang melanggar maka akan diberi sanksi yang berupa: dikucilkan dari pergaulan masyarakat, dicatur atau menjadi bahan omongan.Â
Itu sudah merupakan hukuman yang setimpal. Bayangkan jika anda menjadi bahan omongan, dan keberadaan anda tidak diakui masyarakat. Anda dikucilkan sehingga tidak ada satupun orang yang mau mendekati anda. Anda akan tersiksa.Â
Kacang Mangsa ninggala lanjarane
Peribahasa ini dalam bahasa jawa disebut bebasan, yang artinya : Kacang yaitu kacang panjang, mangsa artinya masa atau tidak, ninggal artinya meninggalkan, lanjaran yaitu tempat untuk merambat atau disebut turus.Â
Kacang panjang jika tidak dibuatkan turus atau tempat untuk merambat maka kacang itu akan tumbuh tidak sempurna yaitu melata atau merambat ke atas tanah, sehingga buahnya akan berkualitas buruk atau kerdil.Â
Arti secara utuhnya adalah seorang anak yang perbuatan atau perangainya sangatlah buruk. Perbuatan buruk itu meniru dari sifat orang tuanya yang juga buruk.
Contoh penulis dahulu mempunyai tetangga yang sangat nakal. Ketika masih kecil dulu sekolah dia sering bermasalah dengan teman-temannya. Berkelahi dan ikut tawuran. Anehnya perbuatannya itu selalu mendapat bantuan dan perlindungan dari orang tuanya. Jangankan teman-temannya, gurunya sekalipun dilabrak juga oleh orang tuanya.
Pernah orang tua penulis mau dikeroyok gara-gara mengingatkan perilaku buruknya yang suka minum-minuman keras. Kenapa diingatkan? Karena jika sudah mabuk mereka akan berbuat onar, sehingga para tetangganya terganggu. Yang lebih aneh lagi mereka melakukan minum-minum bersama orang tuanya dan anak-anaknya. Ya satu keluarga.Â
Perilaku anaknya yang sok jagoan ini juga sama seperti perilaku orang tuanya. Sama persis tidak ada yang dibuang.Â
Pada akhirnya masyarakat akan mengucilkannya dan menjadi bahan  omongan karena perbuatannya yang tidak sesuai dengan adat istiadat Jawa yang mengedepankan kesantunan dan keselarasan dengan lingkungan dan alam. Inilah yang disebut dalam peribahasa kacang mangsa ninggal lanjarane. Sifat buruk anak itu mencontoh dari sifat buruk orang tuanya.Â
Orang tua adalah guru yang terbaik
Itulah pentingnya sebagai orang tua memberikan contoh perbuatan teladan. Anak akan meniru apapun perbuatan orang tuanya. Ini berlangsung sejak si anak masih kecil. Makanya ada pandangan bahwa anak adalah foyocopy sempurna dari orang tuanya.
Keluarga adalah tempat belajar pertama seorang anak, dari situ anak belajar untuk tata krama, beretika, dan berperilaku yang baik.
Anak akan merekam apapun yang dia lihat apapun yang dia dengar. Dia beranggapan bahwa apapun yang dilakukan orang tuanya adalah pelajaran baginya, sehingga dia tidak sungkan-sungkan untuk menirunya. Maka selayaknya sebagai orang tua adalah memberi teladan yang baik. Teladan yang baik itu dimulai dari perbuatannya sehari-hari.Â
Jika orang tua menanamkan nilai-nilai luhur dan menjaga perbuatannya, maka otomatis anak akan mematuhinya, tidak akan berani melanggarnya. Yang muncul adalah rasa malu, malu pada orang tuanya yang berbudi luhur. Begitulah jika sejak dini ditanamkan pada anak budi pekerti yang baik, maka itu akan menjadikannya kontrol yang baik terhadap perilakunya.
Penulis: Teguh Wiyono
KBC-50 Kombes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H