Mohon tunggu...
teguh wiyono
teguh wiyono Mohon Tunggu... Guru - guru SMAN 1 Losari dan hypnotherapist

Guru SMA lulusan Bahasa dan Sastra Jawa UNS sebelas maret surakarta. Mendapat gelar dari Kraton Surakarta Bupati Anom Raden Tumenggung Wiyono Hadipuro.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Kerot Tanpa Untu", Nasihat Bijak Mengukur Kemampuan Diri

16 Maret 2020   18:58 Diperbarui: 16 Maret 2020   18:55 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keinginan adalah hal yang selalu ada dalam diri manusia, apapun kita siapapun kita tidak perduli status sosial kita semua memiliki kebutuhan. Dari mulai kebutuhan primer sampai kebutuhan sekunder, dari kebutuhan yang sangat penting sampai tidak penting. Ya, manusia selalu merasa kurang. Apapun yang sudah dia dapatkan selalu saja ingin meraih sesuatu yang lebih dari itu. Manusiawi katanya. 

Nasihat luhur 

Pitutur atau nasihat leluhur sering kita dengar bahkan kadang menjadi sebuah jargon. Nasihat tersebut bukanlah tanpa alasan, tetapi budaya leluhur kita yang mengedepankan rasa dan budi yang bertujuan agar menjaga perilaku mulia. Perilaku yang baik menunjukkan bahwa hatinya baik. Perilaku yang buruk menandakan buruk hatinya.

Walaupun begitu sebenarnya setiap manusia diberi budi yang semuanya pasti baik. Keburukan terjadi ketika manusia lebih menurutkan hawa nafsunya dari pada budinya.

Sehingga membuat hatinya gelap tanpa sinar. Maka dalam keadaan seperti itu sebenarnya dia butuh penolong yang bisa menerangi hatinya. Salah satu cara untuk menyadarkannya adalah dengan nasihat. Umumnya nasihat itu berbentuk ujaran bahkan tembang macapat.

Kerot tanpa untu

Artinya orang yang punya keinginan tinggi atau muluk-muluk tapi sebenarnya tidak punya kemampuan apa-apa untuk mewujudkannya. Contohnya orang yang ingin punya mobil tapi dia sama sekali tidak punya uang.

Ini adalah sebuah nasihat bahwa orang hidup itu jika punya keinginan haruslah ditimbang-timbang lebih dahulu seberapa kemampuannya, baik finansial ataupun mentalnya. Baik ataupun buruknya. Kadang demi menuruti hawa nafsunya semua nasihat tidak diindahkannya sehingga memaksakan diri nyicil alias kredit yang memberatkan.

Pada akhirnya disita karena tidak bisa membayar cicilan. Tidak hanya masalah seperti tersebut di atas, tapi juga pada hal-hal lain dan keinginan lain yang terlalu muluk-muluk tanpa memikirkan kemampuannya. 

Perlunya mawas diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun