Mohon tunggu...
Teguh Wibowo
Teguh Wibowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Krisis Iklim Ancam Pertanian Indonesia

10 Agustus 2023   02:32 Diperbarui: 10 Agustus 2023   02:38 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indonesia merupakan negara agraris dengan sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian dihadapkan pada tantangan besar yang disebabkan oleh krisis iklim. Perubahan iklim ini merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat diabaikan, dan dampaknya telah berdampak serius pada sektor pertanian, yang merupakan salah satu pilar ekonomi utama negara ini. Salah satu fenomena iklim yang menjadi momok bagi petani adalah fenomena El Nino. 

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkap bahwa fenomena El Nino sudah terjadi di bulan juli lalu, dan puncaknya akan terjadi mulai Agustus hingga September.

El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut (SML) di kawasan Samudera Pasifik bagian tengah meningkat dari normalnya. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Secara sederhananya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Fenomena ini diperparah dengan adanya Indian Ocean Dipole (IOD) yang menguat ke arah positif. Indian Ocean Dipole memiliki karakteristik yang sama dengan fenomena El Nino, namun terjadi pada Samudera Hindia. Fase positif IOD memicu terjadinya curah hujan rendah di Afrika timur, India, dan sebagian Asia Tenggara.

Fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah. Puncak kemarau kering 2023 diprediksi akan jauh lebih kering dibandingkan 3 tahun sebelumnya.

Dalam kondisi kekeringan, ketersediaan air menjadi sangat terbatas yang juga berdampak negatif terhadap tanaman. Defisiensi air ini tentunya akan menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Ironisnya, jika fenomena ini berlangsung lama, banyak petani yang akan terancam gagal panen.

Mitigasi melalui konservasi air harus menjadi prioritas untuk menghadapi krisis iklim ini. Konservasi air bertujuan untuk mengurangi penggunaan air secara berlebihan, memaksimalkan efisiensi penggunaan air, dan menjaga ketersediaan air untuk keperluan pertanian dan kehidupan sehari-hari.

Kolaborasi global juga penting dalam menghadapi tantangan iklim ini. Negara-negara di dunia harus bekerja sama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengimplementasikan kebijakan iklim yang berkelanjutan. Solidaritas antar negara dalam menjaga lingkungan dan sumber daya alam adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi pertanian dan ketahanan pangan.

Sumber: https://www.bmkg.go.id/berita/?p=63-wilayah-sudah-masuk-musim-kemarau-indonesia-bersiap-hadapi-el-nino&lang=ID

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun