Mohon tunggu...
Teguh S Sungkono
Teguh S Sungkono Mohon Tunggu... Administrasi - in search for excellent

Dalam upaya merealisasikan kepedulian diruang nyata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyimak Acara ILC 12/4/2016 Menjadi Mustahil Ahok Pakai Rompi Orange

16 April 2016   20:20 Diperbarui: 16 April 2016   20:36 4524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber: viva.co.id"][/caption]Bolak-balik saya mereview pernyataan-pernyataan semua narasumber yang hadir pada acara ILC 12/4/2016 dengan tema “Ahok: Dipusaran Kasus Sumber Waras”, termasuk saat Efnaldi dikontak via telepon, dan memberikan informasi.

Bahkan sekelas Fadli Zon mengatakan bahwa tanah RS Sumber Waras dalam 2 tahun lagi sudah bakal bisa diambil negara? Dia berpikir bahwa HGB setelah habis masa berlaku, maka otomatis punya negara.

Kemudian saya seksamai Konferensi Pers di Kantor BPK, detik.com, kamis 14/4/2016, dimana Bp Yudi menjelaskan : "Pemeriksaan ini diawali dengan adanya transaksi tidak lazim pada akhir tahun, 31 Desember 2014, jam 7 malam. Dimana ada pengeluaran transfer uang berjumlah Rp 755, 69 miliar dengan jenis belanja UP (Uang Persediaan),". Yudi menyebutkan, asumsi mencurigakan dalam transaksi dimaksud karena jumlah transfer uangnya cukup besar. Selain itu, kata dia, transaksi dilakukan pada saat akhir tahun malam.

"Dan juga, jenis belanjanya Uang Persediaan. Sebagai auditor, proses ini harus didalami karena memiliki tingkat materialitas yang cukup besar. Oleh karena itu, kemudian dilakukan penelusuran dokumen pendukungnya. Proses ini clear," paparnya.

Masih dilanjutkan lagi, ada acara Diskusi di Waroeng Daun, detik.com, 16/4/2016, "Dari uang persediaan, nggak bisa seharusnya. Kalau sebanyak itu. (Pembayaran dilakukan) 31 Desember 2014, jam 19.00 WIB. Kan bank sudah tutup, ada bukti cek tunai. Ada detiknya itu. Tidak mungkin bank (masih ada transaksi), kenapa seperti ini dipaksakan?" ungkap Harry. "Kenapa tidak dibayar sebelum tutup buku? Tutup buku tanggal 25 Desember. Kenapa dipaksaan? Belum ada di BPK sejarah seperti ini. Dan cek tunai sebanyak itu. Biasanya paling cuma Rp 25 juta," kata Harry.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana (Lulung) menyebut tidak biasa transaksi dengan UP mencapai nilai ratusan miliar. Dalam transaski tunai yang dibayarkan untuk pembelian lahan, Pemprov DKI mengeluarkan cek senilai Rp 755,89 miliar. "Kalau UP nggak sampai banyak segitu, paling Rp 65 M, nggak sampai ratusan gitu. Kalau SILPA (Sisa Lebih Penghitungan Anggaran) bisa banyak. Tahun 2015 dana yang terserap hanya 39 persen, artinya yang tidak terserap 61 persen. Berapa triliun itu dananya? Kalau SILPA banyak. Kalau UP tidak sebanyak itu," tutur Lulung dalam kesempatan yang sama.

Sehingga, jika disimpulkan dari pernyataan-pernyataan diatas, terdapat masalah di tatacara pembayaran, yang terindikasi korupsi:

1. Dipertanyakan transaksi yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2014, pada pukul 19.00 wib. Kenapa tidak dibayar sebelum tutup buku, yaitu sebelum tanggal 25 Desember?

2. Kenapa dibayar dengan menggunakan rekening UP (Uang Persediaan), kenapa bukan rekening SILPA (Sisa Lebih Penghitungan Anggaran), ini diluar kebiasaan?

3. Fadli Zon, mengenai pernyataannya, bahwa HGB itu dalam 2 tahun kedepan sudah bisa diambil negara.

Data lainnya saya kebelakangkan, karena menurut saya ke tiga poin diatas inilah yang akan digunakan untuk memaksa Ahok menggunakan rompi orange.

Pada acara ILC tersebut, saya setuju pernyataan Fadli, bahwa para teman Ahok yang hadir disana mengungkapkan argumen yang tidak elementer. Bahkan saya berani tambahkan pula bahwa mereka, teman Ahok yang hadir sebagai pembicara disitu sangat ‘Baper’ dan jauh dari substansi permasalahan. Sayapun setuju dengan Prof Romli, bahwa tujuan yang baik, tetapi menggunakan cara yang salah, maka akan hal seperti itu tidak diterima secara hukum. Seribu persen saya sepakat.

Mari kita ulas satu demi satu poin diatas:

1. Ya, BPK betul bahwa tanggal 25 Desember itu tanggal tutup buku, tetapi pembayaran atas semua pembelian barang dan jasa melalu mekanisme APBN ataupun APBD, bisa dilakukan sampai dengan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember. Bahwa kemudian dilakukan pada malam hari pukul 19.00, inipun sangat biasa terjadi di Bank DKI sebagai satu-satunya lembaga pembayaran untuk semua aktivitas belanja pemprov DKI. Yang mana tanggal tersebut adalah hari terakhir atas pembayaran semua pembelian yang menggunakan anggaran tahun berjalan. Sementara itu mustahil pembayaran dilakukan melewati tahun berjalan, kecuali dengan melakukan revisi anggaran tahun berikutnya, yaitu tahun 2015. Inipun menuntut birokrasi yang tidak mudah. Aktvitas ini tidak melanggar Keppres No.54.

2. Masalah ketidak-biasaan menggunakan rekening UP, dan bukan rekening SILPA. Ini teknis, bukan berarti yang tidak biasa itu melanggar hukum. Yang manapun sah hukumnya! Sangat wajar saat itu, Ahok memilih menggunakan rekening UP ketimbang SILPA. Menurut saya, bisa jadi dia ingin menunjukkan ditahun tersebut bahwa rekening SILPA terjadi banyak efisiensi, sehingga sisa anggaran ini adalah suatu prestasi (ditahun itu anggaran terserap hanya 39%, terdapat sisa anggaran mencapai 61%).

Apalagi saat itu, adalah masa dimana terjadi ketegangan antara Ahok dengan DPRD. Ahok tidak ingin penyerapan anggaran tinggi tetapi penggarongan-pun tinggi pula. Dia menutup keran ini. Akibat yang terjadi atas lemahnya penyerapan anggaran adalah perkiraan pertumbuhan ekonomi DKI menjadi rendah. Ternyata perkiraan tersebut terbantahkan oleh pernyataan Menteri Kordinator Perekonomian Darmin nasution. https://m.tempo.co/read/news/2016/04/14/090762605/pertumbuhan-dki-lampaui-nasional-menteri-darmin-itu-wajar

3. Pernyataan Fadli, bahwa dua tahun kedepan HGB sudah bisa diambil oleh negara. Mendengar pernyataan ini, terdapat dua hal: pertama, adalah alhamdulillah, artinya Fadli ini orang bersih, dari kekuasaan yang dimiliki tidak pernah membeli tanah ataupun bangunan untuk ditumpuk jadi aset. Jadi beliau tidak mengerti apa itu kedudukan HGB, SHM dan lain-lain. Kedua, innalillahi, wakil anggota dewan tidak paham hal yang substansial dari persoalan kedudukan hukum masalah sertifikasi tanah.

Berbekal ke tiga ulasan diatas, maka mustahil Ahok menggunakan rompi orange. Dari sisi mana indikasi tersebut bisa menyeret Ahok? Memperkaya RS Sumber Waras? Pekerjaan mudah bagi PPATK untuk meneropong semua transaksi Sumber Waras pasca pembelian. Kemudian, yang paling mungkin untuk bisa disalahkan adalah dengan mempertanyakan kebijakan membeli RS Sumber Waras. Sayangnya kebijakan tidak bisa dipidanakan, sebagaimana kasus century.

Namun, seharusnya Ahok bijaksana untuk memisahkan urusannya dengan BPK terhadap kasus tanah kuburan milik masyarakat yang diperjuangkan Efnaldi agar segera dibayarkan oleh pemprov. Jika Efnaldi benar, bahwa tanah tersebut memang belum dibayarkan oleh pemprov semenjak tahun 2004 padahal sudah digunakan sebagai TPU, agar segera dibayarkan. Ahok memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan masalah tanah tersebut. Jika Ahok mendiamkan, hanya karena urusan ini dibawa oleh Efnaldi, yang notabene adalah orang BPK, maka Ahok menjadi layak disebut zalim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun