Mohon tunggu...
Teguh S Sungkono
Teguh S Sungkono Mohon Tunggu... Administrasi - in search for excellent

Dalam upaya merealisasikan kepedulian diruang nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Serial Kepemudaan-2] Softskill, Pijakan Dasar Sukses Anda

26 Maret 2016   00:38 Diperbarui: 12 April 2016   21:00 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Ilustrasi: careerln.com"][/caption]Usaha mendapatkan karyawan baru yang masih fresh, energik, kritis dan dengan daya juang tinggi sudah beberapa kali kami lakukan. Metode rekruitmenpun telah dicoba dengan berbagai model, melalui konsultan HR, referensi, termasuk media cetak ataupun online. Namun setelah beberapa tahun usaha, bahkan 20% dari hasil rekruitmenpun tidak mampu didapatkan pemuda sebagaimana spesifikasi diatas yang menjadi kebutuhan kami.

Bagaimana usaha ini bisa dikembangkan jika sumber dayanya belum memenuhi standar kerja yang telah kami strategikan untuk mampu bersaing secara global? Alhasil kami masih berkutat pada fase entrepreneur (yaitu fase dimana segala keputusan masih ditangan pemilik) dan belum mampu masuk ke fase manajemen (yaitu fase dimana segala keputusan bukan lagi dilakukan oleh pemilik, melainkan manajemen) padahal usia usaha ini sudah mencapai 14 tahun. Alih-alih menjadi entrepreneur, sampai dengan saat ini masih self employed (yaitu memiliki usaha tetapi masih aktif dalam operasional perusahaan sehari-harinya.

Seringkali bersama mitra ataupun partner bisnis, kami men-sharing permasalahan ini dan ternyata nyaris sama. Bahkan salah satu kawan, yang membuka industri sejenis, dan usia usahanya telah mencapai lebih dari 20 tahun, tetaplah belum mampu masuk ke fase manajemen. Pada akhirnya sampailah pada satu titik kesimpulan sementara, bahwa ternyata kamilah yang sementara ini harus realize untuk menyesuaikan ekspektasi dan mengkalkulasi ulang target-target untuk bisa masuk ke pasar global. 

Pada dasarnya terdapat banyak lowongan untuk posisi jabatan apapun, bahkan termasuk jabatan eksekutif. Permasalahannya adalah apakah anda, para pemuda, sudah memiliki daya tawar sebagai pribadi yang dibutuhkan oleh pasar kerja? Pribadi yang unggul. Patut untuk dipertimbangkan agar jangan sampai terjebak kepada orientasi kerja materil, tetapi fokuslah pada orientasi kerja yang mampu mengembangkan diri menjadi pribadi unggul. Materil hanyalah akibat, yang pasti akan kita dapatkan atas ijin Allah SWT apabila kualitas diri kita unggul dan tahan banting, no worry.  

Silahkan diseksamai statistik BPS berikut ini, tentang penyerapan tenaga kerja:

[caption caption="sumber: http://www.bps.go.id"]

[/caption]

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa lowongan kerja yang tidak terisi adalah: 41.7%!!! yang didapat dari: (628.303 – 365.957) / 628.303 x 100%.

Ini fenomena apa? lowongan kerja yang tersedia pada tahun 2012 tersebut adalah sejumlah 628.603, tetapi jumlah tenaga kerja yang terserap hanyalah 365.947 orang!, sehingga terdapat sisa 262.656 lowongan yang tetap masih lowong!!

Dari hasil asesmen atas fenomena ini, kami mendapati beberapa dugaan kuat, salah satu yang utama adalah kemampuan softskill. Banyak sekali diantara mereka yang sebenarnya memiliki keterampilan teknis yang sangat baik, akan tetapi sangat rendah kemampuan softskill-nya. Mudah marah, ngambek, tidak tahan tekanan dalam bekerja apalagi target dan deadline pekerjaan, bahkan kemampuan mengantisipasi masalah pada kegiatan rutinpun tidak dimiliki! Minimnya kemampuan mengelola diri ini berakibat lemahnya fokus pada tujuan, yang berujung pada lemah kemauan dan miskin metodologi. 

Selain tantangan bagi kami untuk terus mencari dan berupaya mengembangkan talent yang memiliki mentalitas unggul, inipun sebenarnya adalah tantangan besar pula bagi Hanif Dakhiri dalam kapasitas beliau sebagai Menteri Ketenagakerjaan. Dengan kerapuhan mentalitas angkatan kerja, bagaimana solusi untuk menyiapkan daya saing mereka dalam menghadapi era MEA yang sudah dimasuki?

Dan yang sedikit mengherankan, pemerintah justru membuat pagar-pagar dalam bentuk salah satunya adalah sertifikasi profesi bagi tenaga kerja asing, guna menghambat masuknya mereka dengan leluasa untuk bekerja disini, alasannya begitu. Yang seharusnya menurut saya, selain kebijakan pagar tersebut, juga harus didampingi dengan kebijakan dalam mengembangkan softskill para pemuda angkatan kerja ini. Sehingga merekapun memiliki kemampuan alami untuk nantinya bersaing dengan tenaga kerja asing walau tanpa proteksi, jika dibutuhkan.

Kepada teman-teman pemuda, daya saing kita akan tetap lemah jika hanya mengandalkan keterampilan teknis saja, tanpa didukung keterampilan softskill. Tidak ada kondisi bekerja dimanapun yang akan sesuai dengan kemauan kita! kitalah yang wajib beradaptasi dengan kondisi kerja apapun dan dimanapun! Isilah keseharian kita dengan memahami betul apa arti daya juang, daya tahan, daya saing, dan daya-daya lainnya yang membuat kita menjadi pemuda yang berdaya bukan tak berdaya!

Ada salah satu kawan yang memiliki usaha jasa outsourcing tenaga kerja programer yang sebagian besar dikirim ke US, Eropa, termasuk Amerika Latin. Ternyata beliau mempekerjakan hampir 80% tenaga kerjanya adalah orang-orang India ataupun Eropa Timur.

Suatu ketika saya bertanya kepada beliau, “Bos, kenapa elu pake orang India? Kan murahan tenaga kerja programer kita?”, jawabnya,”Bro, gue kirim orang untuk kerja dipelosok dunia sebagai tenaga programer profesional. Elu tahu, kalau gue pake orang kita, die minta pulang setahun dua kali! Lebaran ama tahun baru minimal! Nah kalo gue pake orang India, dia kaga pernah minta pulang!”, lanjutnya, ”Bukan itu aja, orang kita, saat masih kontrak, terus ditawar perusahaan laen, cuman lebihan dikit gajinya, udah minta pindah, kaga ada bro loyalitasnya! Duit melulu!”. “hmmm”, guman saya dalam hati, sama saja dengan apa yang saya alami selama ini.

Ini bukan perkara mudah, pendidikan yang selama ini dibangun dan dikembangkan ternyata barulah melahirkan pemuda-pemudi yang berhasil masuk ke usia produktif, tetapi belum mampu menghasilkan mentalitas produktif. Teringat salah satu bacaan favorit saya, "People are not your most important asset. The right people are…” (Manusia bukanlah aset terpenting, tetapi manusia unggul itulah aset terpenting).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun