Mohon tunggu...
Teguh S Sungkono
Teguh S Sungkono Mohon Tunggu... Administrasi - in search for excellent

Dalam upaya merealisasikan kepedulian diruang nyata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Khusus Bagi Anda yang Ingin Belajar Menulis, Monggo Disimak dan Bagi Anda yang Berprofesi Sebagai Penulis, Monggo Dipermak

3 Maret 2016   20:29 Diperbarui: 3 Maret 2016   21:43 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sudah beberapa artikel saya tulis di media online Kompasiana ini, sebagai ajang latihan guna mendapatkan keterampilan baru, yaitu menulis. Awalnya luar biasa sulit,  untuk jari ini menulis sesuatu, bahkan yang sudah ada di kepala dan diujung lidah sekalipun, tidak tergerak sama sekali. Bukan berarti saat ini saya katakan mudah persoalan tulis menulis ini. Kalau kata istri saya, “Abang ma orangnya serius, jadi kaku kalau nulis. Kendorin urat muka bang, baru bisa lancar”, begitu sih nasihatnya.

Masa iya sih, menulis jadi lancar hanya gara-gara mengendurkan urat muka, yang mana pula namanya urat muka? Istri tercinta ini enak saja kalau kasih masukan. Walaupun dengan diam-diam saya coba juga mengendurkan raut muka, sambil berpikir, “ Jangan-jangan dia benar”. Namun, ya anda tahulah hasilnya.

Teringat, salah satu ayat dalam Alquran yang saya pelajari, "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.” (QS. 16:43), tentunyanya berlaku juga dong untuk urusan belajar tulis menulis ini. Penyebab utama semua ini, saya pikir adalah pelajaran Bahasa Indonesia, sejak SD-SMP-SMA, apalagi masa kuliah, selalu kami anggap remeh. Andaikan saat itu kami rajin menyimak dan mengerjakan PR-nya, pastilah tidak berakhir seperti ini.

Alasan saya tidak memberikan perhatian khusus pada pelajaran ini sangatlah logis. Menurut saya,  mau belajar apanya dari Bahasa Indonesia ini? Setiap hari juga kita gunakan. Semua orang juga memahami perkataan saya. Bukan pula saya termasuk orang-orang yang kesulitan berkomunikasi. Lalu menulis, apalah bedanya dengan berbicara? Menulis dengan pulpen ataupun notebook, sementara bicara pakai mulut, sangat mudah. Ternyata, itu semua persepsi, jauh dari kenyataan yang ada. Tujuh hari mencoba menulis, hasilnya hanyalah tulisan yang itu-itu juga, dan tidak lebih dari 300-an kata. Sangat jelas terlihat jumlah kata itu dipojok kiri bawah notebook ini.

Dengan berbekal ayat di atas, proses googling-pun dimulai. Mau belajar dimana? Di Jakarta? Sudah membosankan sekali kota ini. Jatuhlah pilihan ke Bandung dengan harapan mendapat suasana baru. Lagipula sudah berapa tahun ini tidak pernah menginjakkan kaki di sana, kecuali pertemuan bisnis yang biasanya hanya di hotel-hotel sekitar Jalan Pasteur, tidak jauh dari gerbang keluar Tol Pasteur.

Singkatnya didapati tempat belajar ini, InterMedia Karya Utama, yang memberikan pelatihan menulis profesional. Lumayanlah, 2 hari kursus, dengan bimbingan yang penekanannya pada pelepasan mental blok, pakem-pakem yang perlu dijaga, serta praktik langsung dalam menulis. Hasilnya, alhamdulillah mampu menulis satu artikel, selesai dalam satu hari, dengan pencapaian 1000-an kata yang lumayan teratur! Wow, bandingkan dengan kemampuan awal, satu artikel, tidak selesai dalam tujuh hari, dengan pencapaian 300-an kata yang berantakan lagi membosankan. Peningkatan yang luar biasa, lebih dari 1400%, Shadaqallah (Benarlah apa yang difirmankan Allah).

Berbekal pengalaman pribadi ini serta kenikmatan dalam menuntut ilmu, kepada teman-teman semua yang selama ini larut dalam profesi maupun rutinitas kantor, cobalah untuk menulis. Jangan jaga jarak dengan aktivitas ini, karena ternyata dampaknya sangat signifikan. Istri memberikan servis jauh lebih baik, butuh mie rebus, kopi, ataupun coklat hangat sebagai pendamping selama menulis, langsung dibuatkan! Biasanya agak lama, 30-an menit setelah kita minta, baru dibuatkan. Sekarang, dia yang tanya, “Abang mau dibuatkan apa?”, 10 menit kemudian sudah dihadapan kita. Luar biasa dampaknya.

Kenapa ya? Saya juga masih meraba-raba, apakah mungkin karena saya pulang  kantor lebih awal dari biasanya? atau apakah mungkin karena setelah pulang kantor, saya masih bersemangat? Belum sempat saya tanyakan atas perubahan servisnya. 

Apalagi bagi anda yang sudah merasakan asam garam kehidupan, tuangkanlah dalam tulisan. Mudah-mudahan apa yang anda tulis bisa bermanfaat, baik bagi diri anda pribadi ataupun orang lain yang membacanya. Saran saya lagi, agar dijaga kode etik jurnalisme walaupun kita tidak berprofesi sebagai seorang jurnalis, sebagaimana kita menjaga kode etik berlalu-lintas walaupun kita tidak berprofesi sebagai seorang supir. Tulisan anda akan menjadi bagian dari sejarah, yang suatu saat nanti, anak cucu dan cicit anda, mungkin hanya mengenal anda lewat tulisan anda. Selamat menikmati hobby baru.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun