Mohon tunggu...
Teguh Primandanu
Teguh Primandanu Mohon Tunggu... -

Manusia biasa yang banyak salah dan masih butuh banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penggunaan Imbuhan Kata yang Sampai Saat ini Salah Kaprah

4 Maret 2018   19:11 Diperbarui: 4 Maret 2018   22:46 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu kata akan lebih bermakna apabila telah mendapat imbuhan. Banyak sekali jenis imbuhan, mulai dari awalan, sisipan dan juga akhiran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia imbuhan adalah bubuhan (yang berupa awalan, sisipan, akhiran) pada kata dasar untuk membentuk kata baru; afiks.

Proses sebuah kata diberi imbuhan dinamakan afiksasi. Misalkan ada sebuah kata 'kerja'. Apabila diberikan imbuhan berupa awalan be- akan menjadi bekerja dan lain sebagainya.

Pada hakikatnya, berdasarkan letak imbuhan terdiri dari 3 macam, yaitu awalan (me-, di-, pe-, be-, se-, ke-, ter-), sisipan (-el-, -er-, -em-, -in-), akhiran (-i, -kan, -nya) dan ada juga awalan disertai dengan akhiran (ke-an, pe-an).

Imbuhan tersebut seringkali digunakan dalam bahasa resmi kenegaraan yaitu bahasa Indonesia. Tetapi pada kenyataannya, saat ini masih banyak orang yang salah menggunakan imbuhan tersebut.

Misalkan pada kata 'legalisir', kata tersebut sudah salah kaprah. Karena pada dasarnya imbuhan berupa akhiran -ir itu tidak ada dalam kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Lebih tepatnya menggunakan kata 'legalisasi'. Masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan 'legalisir' sehingga kata tersebut seakan-akan sudah benar dalam kaidah berbahasa Indonesia.

Tidak hanya itu, sekarang banyak orang mulai memasukkan bahasa daerahnya kedalam bahasa Indonesia seperti penggunaan kata 'kayak' dalam lingkup resmi maupun keseharian menggunakan bahasa Indonesia.

Penggunaan kata seperti itu seharusnya harus diminimalisasi, karena kalau terbiasa menggunakan tata berbahasa yang salah akan menjadi kebiasaan. Lebih baik menggunakan bahasa Indonesia yang benar meskipun itu masih grogi, tertatih-tatih.

Sebagai seorang pemuda, kita harus membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar agar tidak menjadi kebiasaan pada generasi berikutnya.

Mengangkat budaya bahasa daerah memanglah baik, tetapi untuk proses agar bahasa daerah agar menjadi bahasa resmi kenegaraan itu juga melalui proses adaptasi yang lama dan juga tidak semua bahasa daerah dapat diterima pada bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.

Semoga bermanfaat. :)

Jangan lupa berikan komentar Anda terkait artikel ini. Saran dan kritik sangat dibutuhkan bagi penulis.

Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun