Mohon tunggu...
Teguh Teguh
Teguh Teguh Mohon Tunggu... wiraswasta -

Freelancer menulis dan memotret agar dapur tetap ngebul

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengampuskan Competitive Intelligence

6 Desember 2009   12:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:03 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sangat menarik menyimak tulisan lima akademisi dari Universitat Oberta de Catalunya tentang hubungan Social Capital [SC] dan Competitive Intelligence [CI]. Artikel berjudul lengkap ”Social Capital as a Source of Competitive Intelligence in Universities”, mengupas bagaimana perguruan tinggi harus mampu menjadi pemenang di tengah perubahan lingkungan yang dinamis. Prasyarat-prasyarat itu mereka rumuskan dalam bentuk perlunya CI dan SC untuk menyaring segenap informasi bagi pembuat kebijakan kampus agar mampu melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap kedinamisan lingkungan yang ada.

Dituliskan dalan artikel itu, di negeri benua biru, Eropa, sebuah rumusan terhadap perguruan tinggi European Higher Education Area [EHEA] menggariskan paradigma baru yang mengacu pada saling keterhubungan antara dunia pendidikan dengan pasar[bisnis] dan persaingan. Ini menjadi ultimatum bagi perguruan tinggi untuk segera berbenah beradaptasi. Sebagaimana sisi bisnis telah menjadikan CI sebagai sebuah alat utama dalam mengendus perubahan dan ancaman, perguruan tinggi dapat menerapkan hal serupa agar tidak tergagap dalam menghadapi perubahan.

Tulisan sebanyak 8 halaman itu menjabarkan dengan terang bahwa CI adalah serangkaian proses pencarian, memilah kemudian dianalisis tentang apa-apa yang terjadi yang mungkin berpengaruh bagi perkembangan organisasi. Hasil telahan analisis kemudian sebagai masukan bagi para pembuat kebijakan untuk merumuskan strategi. Salah satu instrumen dalam CI untuk mengumpulkan informasi yang berharga adalah keberadaan sebuah jaringan yang membentuk sebuah hubungan dan kontak dalam tubuh organisasi dan para anggotanya. Inilah Social Capital [SC], sebuah media pertukaran informasi yang menjadi sandaran utama sebuah organisasi. SC menjadi sebuah faktor penting dalam proses CI.

Di akhir artikel digambarkan bagaimana social capital berkolaborasi dengan CI menbantu proses adaptasi di tengah perubahan. Singkatnya, sebuah formula telah ditawarkan untuk mendesain agar sebuah universitas dapat tegak berjaya.

Sebuah ide tentu memuat kelebihan dan kekurangan. Ide tentang SC+CI di atas memang bernas dalam hal keterbaruan dan terobosan meski menggunakan faktor-faktor yang sudah eksis. Saya katakan telah eksis sebab memang sudah ada sebelumnya. Competitive, Intelligence, dan SC yang menjadi kata kunci artike itu telah tercipta jauh-jauh hari dan tak sedikit yang telah menelaahnya. Kekuatan pemikiran yang terkandung di dalamnya adalah bagaimana jika ketiga unsur itu diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya Universitas. Sebagai sebuah lembaga perguruan tinggi yang outputnya nanti akan mengawaki dunia kerja, dalam konteks ini dunia bisnis, SC+CI tak hanya sekedar layak untuk dipakai.

Sebagai sebuah artikel singkat, tentu ada bagian rumpang dan tak lengkap. Kelima penulis terlalu menyederhanakan konsep. Rumusan dan pengertian competitive intelligence hanya di batasi sebagai proses yang rutin dalam mengelola informasi untuk mendukung pembuatan kebijakan. Istilah intelijen menurut banyak pakar, sebenarnya adalah sebuah kata dengan kekuatan besar yang melibatkan unsur yang kompleks. Tentang bagimana teknik mengelola SC agar informasi didalamnya dapat dengan mudah diperoleh dengan efektif dan efisien. luput dari uraian yang ada.

Kerangka pikir yang mengagungkan CI sebagai panglima dalam perumusan strategi, saya anggap juga kurang lengkap. Intelijen, terlebih dalam kancah persaingan memaksa unversitas ditempatkan dalam posisi terancam. Sedikit kesalahan, dampak fatal dengan gampang akan terjadi. Ini paradigma realisme dalam memandang persaingan sebagai lingkungan yang gerah penuh musuh. Sebuah informasi, meski itu didapat dari media yang berharga dan dari tangan pertama lewat jaringan SC harus dilakukan check, re-check, dan crosscheck. Akan menjadi penyesalan besar jika ternyata informasi yang berkembang dalam jaringan ternyata informasi sesat yang dikembangkan pihak pesaing. Masa depan universitas bisa porak-poranda jika tak waspada akan hal ini.

Itu baru dalam tataran konsep. Saya tak begitu yakin jika ide itu dipakai di seluruh Universitas-universitas di Indonesia bakal berhasil. Di artikel dicontohkan, SC+CI membawa hasil nyata di universitas-universitas Spanyol. Mungkin terlalu jauh jika harus Spayol. Cina, dalam tulisan itu juga dikatakan telah terampil dalam implementasi SC+CI. Pesimisme saya berada pada perbandingan antara Indonesia dengan kedua negara itu. Bisa dibayangkan rentang perbedaan yang ekstrim jika dilihat dari ketersediaan daya dukung agar SC+CI bisa berjalan di universitas-unversitas Indonesia. Saya tidak sedang mengancam diri sendiri, namun berusaha bersikap apa adanya tepatnya.

Mungkin hanya Institut Teknologi Bandung [ITB], Universitas Indonesia [UI] dan Universitas Gadjah Mada [UGM] yang telah menerapkan konsep SC dan CI. Pilihan terhadap ketiga unversitas itu logis, jika melihat peringkat internasional kedua perguruan tingginya berada di urutan puncak dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Dan perjuangan untuk menerapakan SC+CI benar-benar menjadi jalan yang tak mulus. Salah satunya adalah kesediaan untuk merubah statusnya sebagai Badan Hukum Pendidikan yang pendanaan utamanya berasal dari para mahasiswanya sendiri.

Memang pilihan sulit. Dari segi manajeman dan outputnya, ketiga kampus memang menghasilkan alumni yang handal dan relatif lebih unggul untuk diserap dunia kerja. Sesuai benar seperti harapan EHEA terhadap kampus-kampus di Eropa. Di lain pihak, banyak kalangan menilai telah terjadi komersialisasi pendidikan. Menjadi insklusif hanya untuk orang yang mampu membayar mahal. Ini dipandang telah merendahkan martabat manusia hanya untuk tujuan ekonomi, seperti di negara-negara barat.

Lalu bagaimana rumusan terbaik agar SC+CI bisa diterapkan di seluruh universitas di negeri dengan tetap mempertahankan ke-khas-an Indonesia?

Saya belum sampai pada jawaban yang rumit itu, tulisan ini cuma sebatas meng-kritisi artikel dari kelima akademisi Universitat Oberta de Catalunya.(*)

Artikel yang diulas ada di sini
social-capital-and-ci

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun