Mohon tunggu...
Teguh Teguh
Teguh Teguh Mohon Tunggu... wiraswasta -

Freelancer menulis dan memotret agar dapur tetap ngebul

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Love is Our Resistance

1 Desember 2009   08:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:07 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Manusia selalu gagal dalam ujian tentang keikhlasan -

Mbah Jono dalam pertaruhan besar kali ini. Anak gadisnya, Laras sudah dewasa dan sekarang dirundung cinta dengan seorang jejaka, Seto namanya. Bayangan Seto melamar Laras pada suatu saat, terus memburu pikiran mbah jono. Anak gadisnya lambat laun akan berpindah hak milik. Kekalutannya cuma satu, benarkah seto adalah pilihan terbaik yang sanggup membikin putrinya bahagia.

Seto bagi mbah jono adalah orang dengan alur pikir yang tak umum. Seorang pemuda yang lebih mementingkan kepuasan batinnya dari pada dunia dan segala kemewahannya. Pemuda itu tidak tertarik dengan harta. Sebuah ancaman besar bagi mbah jono sebab kedaulatan kesejahteraan anak gadisnya bisa terancam. Dan Dia berulang kali bersabda pada anaknya ' Coba pikirkan lagi, gunakan segenap kesadaranmu, cerap dengan segala inderamu, wahai anakku.'

Kesadaran bahwa tak mungkin seterusnya ia bersama putrinya memang terkadang hinggap dalam benaknya. Suatu saat, entah, pasti akan ada seseorang yang akan memetik Laras dari penguasaannya. Dan ia belum ikhlas. Tak sanggup rasanya membayangkan anak gadisnya dihalalkan oleh Seto, si pemikir murung. Sekaligus orang aneh lengkap dengan kemiskinannya.

*

Kemiskinan dan penderitaan memang kawan setia Seto. Dia besar dari lingkungan petani gurem. Orang tuanya adalah pasangan kere dan cuma Seto yang sampai saat ini membikin mereka betah untuk tidak segera mati. Luar biasa cinta bapak simboknya kepada Seto. Masing-masing punya cara sendiri mengungkapkan rasa sayang mereka kepada anak semata wayangnya. Ayah Seto mengidap darah tinggi, namun kepada Seto, tak pernah ia marah dan membentak.  Istrinya yang lebih religius punya cara lain, selalu berpuasa pada weton [hari lahir] Seto.

Perjuangan membesarkan dan menyekolahkan Seto bukan sekedar kisah sedih yang dibuat-buat. Terjalnya Gunung Sumbing, hampir 15 tahun didaki bapaknya dengan memikul lemen [pupuk kandang] untuk bisa hidup dan membiayai Seto mengenyam ilmu sampai SMP. Sementara ibunya, berjalan menggendong kayu bakar selama 8 kilometer dan menjajakannya agar anak laki-laki satu-satunya tidak kelaparan di sekolah, termasuk mengongkosi uang transport dan membeli buku seadanya.

Seto sendiri bukan anak jenius, tapi cukup sadar menyingkapi keadaan diri, dan keluarganya. Kerja keras kedua orang tuanya sebisa mungkin ia balas dengan hasil belajar sejak SD hingga lulus perguruan tinggi.
Seto tidak pernah mengenyam TK, namun selepas SMP hingga menjadi menjadi sarjana orang tuanya tak lagi membiayai pendidikannya. Negara yang menggantikannya.

Menjadi masuk akal jika Seto memilih mengabdikan sisa hidupnya bekerja untuk negara dengan upah yang banyak dikatakan orang kecil dan selalu kurang. Dan Seto adalah orang idealis. Hidupnya tak rela jika harus dihabiskan dan diperbudak oleh uang dengan mencari pekerjaan lain untuk menutup kebutuhan yang rumpang dipenuhi gajinya sekarang. Seto adalah gambaran ganjil tentang sosok manusia yang mengambil jalan sepi mendapatkan kebahagiaan.

*

Tentang kisah percintaan Seto dan Laras, usianya baru seumur padi yang telah menguning. Bukan soal lama atau sebentar tentunya. Totalitas penyatuan hati mereka adalah pelurusan dari rubayat-rubayat cinta klasik yang berakhir tragis. Keduanya pernah kandas dalam sejarah yang menyakitkan. Keduanya pun percaya bahwa sejarah adalah impian yang tak sampai. Impian yang juga harus ditinggalkan. Goresan masa silam adalah kekuatan cinta mereka. Menjadi resisten dalam sebuah perkawinan hati yang betul-betul baru. Cinta mereka adalah harapan. Mati dan hidup tidak lagi penting. Hati mereka kini abadi. Tak bakal ikhlas jika penyatuan hati dicerai-beraikan oleh tangan-tangan di luar mereka.

*

Hidup adalah jalan ramai yang rumit. Selalu menghadirkan kisah figuran yang mengganggu. Keikhlasan masih belum sampai pada harapannya. Love is our resistance, semoga jadi jalan keluar.

Gambar dari : proudofmyself.files.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun