Sejak pengamen pertama tadi, aku hanya memberi isyarat minta maaf ketika ditodong pengamen- pengamen itu dengan kantong plastiknya. Tak terkecuali pengamen ketiga. Dengan kaca mata hitamnya aku jadi teringat seorang penyanyi dangdut terkenal yang [maaf] buta. Cuma pengamen ini kalah keren.
Sejak pertama kali duduk, aku perhatikan seorang bapak yang tampak selalu menengok gadis di depanku. Sesekali dia betulkan bantal di kepala gadis itu. Tampak lembut kebapakan dan penuh welas asih. Bapak itu cuma duduk di lantai bus mengalah kursinya dibuat rebahan gadis yang selalu bersenandung. Dari gelagatnya sang bapak tampak begitu cemas dengan keadaan si gadis.
Seperti biasa, dalam setiap kesempatan pulang, bus menjadi kendaraan yang mau tak mau kugunakan. Kota asalku tidak dilewati kereta. Pesawat tidak pernah masuk alternatif sebab terlalu tidak logis harga tiket pesawat bagiku. Dan dalam perjalanan pulang, aku lebih banyak diam menyumpal kuping dengan lagu dari pemutar MP3.
Aku dalam rumusan tipe kepribadian Carl Jung masuk kategori introvet. Lebih suka diam dan memerhatikan. Menjadi tidak nyaman dengan keriuhan dan suara suara yang tidak kehendaki. Termasuk suara gumam dan senandung gadis di depanku tadi. Aku merasa sebal.
Lalu sekonyong konyong sang bapak gadis senandung di depanku datang menghampiriKu. Agak canggung dia mau mengajak bicara.
' Mohon maaf, mas. Anak saya agak berisik dan bernyanyi-nyanyi. Anak saya sedang "sakit".
'Oh!' cuma itu tanggapanku setengah terkejut dan maklum.
Dan bapak itu melakukan hal serupa kepada penumpang di sekitar tempat duduknya.
Ada yang cuma melongo ketika bapak itu bicara, Namun tak sedikit pula yang berekspresi sama denganku. 'oh..!!!'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H