Saat itu tahun 2010. Saya yang masih berstatus sebagai mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) Bandung sedang menikmati liburan di kampung halaman Yogyakarta dengan menonton TV. Sebuah saluran TV swasta tengah menayangkan video klip sekelompok boyband Korea Selatan yang, kala itu, tak saya ketahui apa namanya (ternyata itu adalah SHINee dengan lagu "Lucifer" mereka). Melihat model rambut dan gaya berpakaian mereka di video klip itu, saya berkomentar, "Dih, alay banget. Saya nggak akan suka musik K-pop."
Tak sampai setahun kemudian, saya menelan ludah saya sendiri. Saya bukan hanya jadi suka lagu-lagu K-pop, saya bahkan jadi fans sederet boy group-nya dan sampai jadi K-pop cover dancer! Kecintaan ini bertahan hingga saat ini ketika saya sudah bermetamorfosis menjadi seorang bapak beranak dua. Malahan sejak 2017 lalu, saya tambah nyemplung ke dunia perdrakoran, thanks to Netflix. Klyfe resmi menjadi bagian hidup saya.
Melalui tulisan ini, saya ingin menceritakan bagaimana K-pop tak hanya mengubah hidup saya, namun juga membuat saya mengeluarkan potensi terpendam yang selama ini saya abaikan.
Saya dan K-pop Generasi 2
Dekade awal 2010 adalah masa-masa puncak popularitas generasi 2 K-pop. Sebutlah Super Junior, SNSD (Girls Generation), SHINee, Big Bang, 2NE1, atau 2PM. Suatu hari di sepetak kamar kost di Jatinangor, saya lagi ngepoin lagu-lagu hits kala itu yang menjajaki Top Chart sebuah stasiun radio swasta. Iya, tahun segitu masih jamannya mendengarkan radio, offline maupun online. Super Junior ada dalam jajaran tersebut dengan lagu mereka yang berjudul "Bonamana".
"Lho, kok lagunya enak?" batin saya kala itu.Â
Saya lantas mencari tahu video klip Bonamana di Youtube. Lalu, saya tonton video-video klip lainnya, saya cari tahu para personilnya, saya kepoin video dance beberapa lagunya. Tiba-tiba saya mendapati diri saya sudah menjadi seorang fans Super Junior, ELF.
Dari Super Junior, saya jadi mencari tahu grup-grup K-pop lainnya. Di Youtube 'kan ada Suggested Video di sebelah kanan video yang kita tonton, tuh. Nah, dari situ aja bekal saya. Selain Super Junior dan SHINee, saya temukan sendiri grup-grup lain yang saya sukai, yang belum sepopuler grup besutan SM Entertainment tersebut. Ada U-KISS dan Infinite, contohnya.
Demi mencari orang-orang satu circle dan satu frekuensi, saya menyelami kolom pencarian Facebook untuk menemukan komunitas atau grup fandom di Bandung. Dari situlah, saya tahu bahwa sebagai fans K-pop kita tak hanya bisa mendengarkan dan menonton lagu-lagunya, namun juga menguasai koreografinya. Inilah awal mula perkenalan saya dengan K-pop Cover Dance.Â
40FY, Proyek Cover Dance U-KISS
Ceritanya, saat itu saya suka banget sama single terbaru U-KISS yang berjudul "Neverland". Menurut saya, lagunya bagus, mengundang hasrat berjoged, dan tidak membosankan. Berkat Neverland, saya menjadi fansnya U-KISS, atau disebut KissMe (iya memang itu nama fandom-nya, hehe). Ternyata ada dance version-nya. Jadi saya ulik koreografinya dan hafalkan gerakannya.Â
Sekilas tentang U-KISS, mereka adalah boy group yang saat itu beranggotakan 7 orang: Soohyun (leader), Kevin, Eli, Kiseop, Dongho, AJ, dan Hoon. Karena hanya dari agensi kecil, NH Media, mereka tidak populer di Korea Selatan, padahal para personilnya bertalenta dan lagunya pun banyak yang enak didengar.Â