Minggu malam, 18 April 2021, aku terengah-engah tiba di depan Stasiun Bandung bersama ojek daring yang mengantarkanku dari bilangan Babakan Jeruk. Ransel hitam terasa berat kupanggul di bahuku, mungkin bobotnya 10-11 kg, dipenuhi dengan hampir seluruh isi lemariku. Sejenak, sebelum kaki melangkah masuk ke dalam halaman stasiun, aku menyadari ada sesuatu yang berbeda dari wajah Stasiun Bandung, "Sebentar, di mana pagar jelek kusam itu? Kok malah ada kedai kopi instagrammable ini?"
Sudah lama Stasiun Bandung kujadikan sebagai bahan sindiran, "Stasiun kota besar kok minim perkembangan?" begitu ujarku biasanya. Namun mulai malam itu, aku harus menarik kata-kataku. Dari depan saja, Stasiun Bandung sudah menyapa manis dengan kedai kopi romantis.
Loko Coffee Shop dibangun bersisian dengan halaman depan stasiun, menyatu dengan trotoar di depannya. Ada area duduk dalam ruangan dan luar ruangan yang tampak asri dengan tanaman-tanaman pot dan pepohonan. Area coffee shop los begitu saja dengan trotoar, tanpa sekat, membuat trotoar di depan Stasiun Bandung lebih lega, apik, dan bersih. Ia pun semakin hidup dengan kehadiran tempat parkir sepeda, pedestrian dan pesepeda sama-sama dimanjakan.
"Wah, boleh nih kapan-kapan ngopi di sini," kataku dalam hati yang, syukurnya, terwujud lebih dari 3 tahun kemudian.Â
Aku melangkah masuk ke dalam bangunan stasiun untuk check-in dan menuntaskan seluruh prosedur keberangkatan penumpang. Rupanya, masih ada kejutan yang lebih besar di dalam bangunan.
Akhirnya, Stasiun Bandung Punya Skybridge
Tanpa mengesampingkan aula keberangkatan (departure hall), check-in area, dan pintu masuk yang sudah semakin tertata, ada satu transformasi besar di Stasiun Bandung yang membuat kedua mata ini terbelalak bangga---Stasiun Bandung sudah punya skybridge!
Skybridge adalah jembatan layang pejalan kaki yang menghubungkan concourse area di stasiun dengan peron-peron keberangkatan. Entah sejak kapan skybridge ini ada, tapi memang beginilah standar stasiun kereta api modern yang aman dan nyaman. Jadi, nggak ada lagi tuh acara susah payah geret-geret koper melalui peron yang nggak rata, atau keluar-masuk gerbong kereta lain demi menyeberangi peron menuju peron tujuan kita. Skybridge Stasiun Bandung dilengkapi dengan eskalator yang permukaannya rata (tidak berundak), jadi tetap ramah disabilitas.
Karena sudah ada skybridge, akses lama menuju peron pun ditutup. Mungkin agar tidak ada penumpang yang nekat nyelonong karena terlalu malas naik-turun eskalator. Yes, pembangunan infrastruktur memang harus berjalan beriringan dengan kemajuan mental masyarakatnya. Mungkin ini juga cara Pak Didiek Hartantyo, Dirut PT KAI saat itu, untuk Mendidiek Jadi Lebih Baik demi keamanan dan kenyamanan pelanggan kereta api itu sendiri.
Skybridge Stasiun Bandung dirancang hampir sepenuhnya tertutup, namun ada jendela yang menghadap jalur kereta api di bawah sana yang cocok untuk trainspotting. Kalau masih ada jeda lama sebelum keberangkatan, kamu bisa hunting dan enjoy the vibe dulu dari skybridge Stasiun Bandung ini, mengamati si ular besi yang wara-wiri sepanjang hari, mendengarkan deru mesinnya yang magis dan romantis. Jembatannya bersih, lapang, dan mengilap, mengingatkanku saat melakukan perjalanan di Negeri Jiran.
Ingin rasanya foto-foto dan mengambil video skybridge Stasiun Bandung dengan lebih proper, sayangnya saat itu aku sudah diburu waktu. Aku pun hanya mengambil dokumentasi sekadarnya, termasuk selfie dengan muka kucel, lalu bergegas turun ke peron di mana KA Mutiara Selatan sudah menantiku.
Perjalanan ke Yogyakarta dengan KA Mutiara SelatanÂ
Malam itu, aku memilih Mutiara Selatan untuk menibakanku di kampung halaman, Yogyakarta, dari kota perantauan di bumi priangan. Kelas eksekutif saat itu hadir dengan tata letak kursi 2-2 dalam guyuran warna biru muda. Setiap kursinya dilengkapi dengan reclining seat, stopkontak, hanger, footrest, lampu baca, dan meja lipat yang bisa diakses dari bahu kursi. Setiap penumpang diberikan area yang lega, sangat leluasa untuk mengubah-ubah posisi kaki. Ada area penyimpanan (overhead storage) di bagian atas kursi penumpang untuk meletakkan barang bawaan yang sekiranya mengganggu mobilitas.
Karena saat itu masih pandemi, masih diberlakukan kebijakan social distancing atau jaga jarak, hanya ada 1 penumpang di setiap lajur kursi per baris. Penumpang lain baru boleh duduk di kursi seberang sana. Pihak stasiun juga memberikan masker dan wet towel kecil pada setiap penumpang saat pengecekan tiket untuk membantu meminimalisir risiko penularan virus. Aku juga masih harus menunjukkan bukti negatif COVID-19 untuk bisa melakukan perjalanan, yang untungnya bisa dilakukan di stasiun dengan harga yang sangat terjangkau.
Aku duduk sambil mengembuskan nafas lega di kursi 4A yang menjadi petiduranku malam itu. Sambil menunggu kereta api berangkat pukul 20:30, aku berhasil mengabadikan beberapa sudut kereta dan Stasiun Bandung malam itu.Â
Tak lama setelah kereta api mulai berderak, train attendant berjalan menyusuri lorong demi lorong untuk menawarkan makanan dan minuman pada penumpang. Aku memesan segelas kopi panas sebagai kawan untuk menghabiskan waktu. Ah, nikmat sekali perjalananku malam itu. Melewati malam yang teduh di dalam gerbong yang sepi, dengan secangkir kopi panas yang asapnya mengepul, dan sesekali berbincang melalui aplikasi perpesanan dengan calon istri di Palembang sana (yang sekarang sudah menjadi istri sah dan ibu putri kembarku).Â
Sekitar tengah malam, lampu gerbong diredupkan, yang baru kali itu kualami. Biasanya, lampu dibiarkan menyala terang benderang sepanjang malam, lengkap dengan pengumuman masinis dari pelantang suara yang mengagetkan setiap jiwa yang terlelap. Namun kali itu, suasana kereta begitu tenang dan syahdu, aku bisa beristirahat di kursiku yang empuk.
Beberapa jam kemudian, aku tiba dengan selamat di Stasiun Yogyakarta pada pagi buta pukul 03:51 WIB.
Akhirnya, Pintu Selatan Stasiun Bandung Diperbaiki
Bulan September 2024 lalu, aku mengajak keluarga kecilku untuk tetirah di hotel dekat stasiun lalu mengisi kegiatan kami dengan naik KA Lokal Bandung Raya ke Stasiun Padalarang. Ini pertama kalinya si kembar melihat langsung dan naik kereta api, sebelumnya hanya melihat dari buku cerita yang dibelikan ibunya. Iya, ini adalah misi mencuci otak agar mereka bisa sama-sama cinta kereta api seperti bapaknya.Â
Penumpang kereta api lokal atau Commuter Line Bandung Raya masuk melalui Pintu Selatan Stasiun Bandung yang dapat diakses dari Jalan Pasir Kaliki dan Jalan Stasiun Timur, bukan Jalan Kebon Kawung seperti kalau mau naik KA Jarak Jauh. Aku masih ingat, terakhir kali naik KA Lokal Bandung Raya saat masih lajang, akses Pintu Selatan Stasiun Bandung itu memprihatinkan. Jalanannya penuh lubang dan goncangan, perpaduan lumpur dan bebatuan.Â
Eh, ternyata sekarang sudah bagus!Â
Akses Pintu Selatan Stasiun Bandung kini sudah diaspal mulus dengan tulisan besar-besar "Stasiun Bandung" terpampang nyata, penanda jelas dan pantas bahwa itu adalah salah satu akses Stasiun Bandung, bukan pintu belakang tidak jelas antah-berantah tempat kios-kios ekspedisi berada.Â
Sayangnya karena kami saat itu naik taksi online dan aku dalam posisi tidak siap, aku tak sempat mengabadikannya dengan kamera ponselku. Namun setibanya kami di bangunan stasiun, aku bisa mengambil foto bagian depan Pintu Selatan Stasiun Bandung. Terbayang lah ya bagaimana sudah mulusnya akses itu saat ini.Â
Selain akses dari Jalan Pasir Kaliki, akses dari Jalan Stasiun Timur juga sudah ditata dan dirapikan dengan jalur kanopi dan petunjuk arah (wayfinding) yang jelas.Â
Stasiun Bandung, Kawan Lama dan Saksi Perjalanan Hidupku
Aku berkenalan dengan Stasiun Bandung sejak pertama kali menjejakkan kaki di Bandung pada tahun 2008 silam. Kala itu, kereta api menjadi andalan transportasi bagi mahasiswa perantauan ini yang menghubungkan Bandung dengan kampung halamannya. Stasiun dan kereta api sudah menjadi sahabat karibku selama lebih dari 16 tahun, tempat di mana rindu dan harapan bertaut.
Jangan bayangkan kenyamanan kereta api saat ini dibandingkan dengan 16 tahun lalu. Aku masih ingat betul bagaimana aku berdiri berdesak-desakan di dalam gerbong ekonomi kereta api sepanjang malam. Barulah sekitar jam 3 pagi aku mendapatkan sedikit "ruang" untuk duduk di lantai dan menjulurkan kedua kakiku di bawah bangku penumpang. Tak ada AC dan stopkontak, toiletnya sangat memprihatinkan. Aku tiba di Jogja dalam kondisi kelelahan, kelaparan, dan kurang tidur, haha.
Stasiun Bandung dulu pun belum senyaman sekarang. Bahkan di November 2019 ketika aku naik kereta api Argo Parahyangan menuju ibukota, skybridge itu belum ada. Penumpang masih harus menyeberangi peron melalui jalur kereta api yang tak rata, terkadang harus menunggu kereta api lain melintas atau menyeberang melalui armada kereta api yang sedang berhenti.Â
Ah, betul. Selain menjadi penghubung antara aku dengan Jogja, Stasiun Bandung juga menjadi kawan baikku untuk urusan pekerjaan dan bepergian lintas negara. Ia mempertemukanku dengan mitra-mitraku di ibukota, sekaligus menjadi titik awal perjalananku melihat dunia. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan adalah November 2019 dalam upayaku menuju Hainan, Tiongkok. Aku tiba di Stasiun Bandung dalam kondisi basah kuyup setelah menerabas hujan deras dan banjir bersama ojek daring, dan ternyata aku ketinggalan kereta karena salah mengingat jadwal keberangkatan. Akhirnya aku naik kereta api lain yang masih tersedia agar bisa tiba sesegera mungkin di Bandara Soekarno-Hatta.
Sekarang, ingin rasanya berkata pada Stasiun Bandung, "Hei, aku sekarang udah nggak sendiri lagi, sudah ada satu pendamping dan dua putri yang menjadi pelengkap bahagiaku. Jadi, makasih ya udah punya skybridge. Pintu selatanmu pun sudah dipercantik. Kereta-keretamu sudah kian nyaman dan aman, aku bisa membawa serta seisi keluargaku untuk berkenalan denganmu dan menjadikanmu sahabat mereka juga."
Oh, maaf, sepertinya ucapan terima kasih tersebut lebih tepat kuhaturkan pada Bapak Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT KAI yang menjalankan baktinya di tahun-tahun yang sama dengan tahun-tahun aku memasuki fase baru hidupku. Seiring dengan aku yang terus menempa diri agar bisa menjalankan fungsi sebagai seorang suami dan ayah yang lebih baik, perkeretaapian Indonesia pun membenahi dirinya agar bisa memberikan layanan dan fasilitas yang lebih baik untuk pelanggan. Tak hanya Stasiun Bandung, Stasiun Kiaracondong pun kini sudah bersolek, pun dengan stasiun-stasiun kecil di sepanjang koridor Padalarang-Cicalengka yang kian memantaskan diri.
Mendidiek Jadi Lebih Baik
Menarik bila melihat justru mulai di tengah masa pandemi, ketika sektor transportasi menjadi salah satu yang terimbas signifikan, Stasiun Bandung dan perkeretaapian Indonesia pada umumnya justru semakin #MendidiekJadiLebihBaik. Aku bersyukur untuk pemimpin yang mampu meneruskan tongkat estafet pemimpin sebelumnya. Bukan hanya mempertahankan, namun hingga meningkatkan.
Dalam kepemimpinan Bapak Didiek Hartantyo, Direktur Utama PT Kereta Api sejak 2020 inilah, kelas-kelas perkeretaapian kita berinovasi. Kalau dulu hanya ada kelas Ekonomi, Bisnis, dan Eksekutif, sekarang ada Kereta Api Priority, Luxury, Panoramic, sampai Compartment Suite. Aku belum berkesempatan menjajal kelas-kelas baru kereta api kita karena sedang menikmati peran baru sebagai seorang ayah, namun semoga disegerakan seiring usia si kembar yang sudah menginjak 1,5 tahun.
Stasiun Bandung saat ini pun terus berbenah, seperti yang kulihat September lalu. Petunjuk arah semakin banyak, ada akses khusus untuk penumpang Feeder KA Cepat Jakarta-Bandung, ada area bermain anak, dan akses masuk penumpang dengan face recognition. ATM Center dan Layanan Pelanggan dipindahkan di sisi kiri halaman depan stasiun. Akses di sisi kanan menuju masjid pun sudah dibuka, dan masjid juga sudah beroperasi. Tinggal bagian kita, para pengguna dan masyarakat, untuk menjaga kebersihan, kerapian, dan fungsi fasilitas yang sudah diberikan. Stasiun Bandung semakin berseri, nyaman menyambut setiap pelancong dalam dan luar negeri. Melalui tulisan Didiek Hartantyo x Kompasiana ini, aku nyalakan semangat kita semua untuk terus mendukung transformasi positif Kereta Api Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H