Skybridge Stasiun Bandung dirancang hampir sepenuhnya tertutup, namun ada jendela yang menghadap jalur kereta api di bawah sana yang cocok untuk trainspotting. Kalau masih ada jeda lama sebelum keberangkatan, kamu bisa hunting dan enjoy the vibe dulu dari skybridge Stasiun Bandung ini, mengamati si ular besi yang wara-wiri sepanjang hari, mendengarkan deru mesinnya yang magis dan romantis. Jembatannya bersih, lapang, dan mengilap, mengingatkanku saat melakukan perjalanan di Negeri Jiran.
Ingin rasanya foto-foto dan mengambil video skybridge Stasiun Bandung dengan lebih proper, sayangnya saat itu aku sudah diburu waktu. Aku pun hanya mengambil dokumentasi sekadarnya, termasuk selfie dengan muka kucel, lalu bergegas turun ke peron di mana KA Mutiara Selatan sudah menantiku.
Perjalanan ke Yogyakarta dengan KA Mutiara SelatanÂ
Malam itu, aku memilih Mutiara Selatan untuk menibakanku di kampung halaman, Yogyakarta, dari kota perantauan di bumi priangan. Kelas eksekutif saat itu hadir dengan tata letak kursi 2-2 dalam guyuran warna biru muda. Setiap kursinya dilengkapi dengan reclining seat, stopkontak, hanger, footrest, lampu baca, dan meja lipat yang bisa diakses dari bahu kursi. Setiap penumpang diberikan area yang lega, sangat leluasa untuk mengubah-ubah posisi kaki. Ada area penyimpanan (overhead storage) di bagian atas kursi penumpang untuk meletakkan barang bawaan yang sekiranya mengganggu mobilitas.
Karena saat itu masih pandemi, masih diberlakukan kebijakan social distancing atau jaga jarak, hanya ada 1 penumpang di setiap lajur kursi per baris. Penumpang lain baru boleh duduk di kursi seberang sana. Pihak stasiun juga memberikan masker dan wet towel kecil pada setiap penumpang saat pengecekan tiket untuk membantu meminimalisir risiko penularan virus. Aku juga masih harus menunjukkan bukti negatif COVID-19 untuk bisa melakukan perjalanan, yang untungnya bisa dilakukan di stasiun dengan harga yang sangat terjangkau.
Aku duduk sambil mengembuskan nafas lega di kursi 4A yang menjadi petiduranku malam itu. Sambil menunggu kereta api berangkat pukul 20:30, aku berhasil mengabadikan beberapa sudut kereta dan Stasiun Bandung malam itu.Â
Tak lama setelah kereta api mulai berderak, train attendant berjalan menyusuri lorong demi lorong untuk menawarkan makanan dan minuman pada penumpang. Aku memesan segelas kopi panas sebagai kawan untuk menghabiskan waktu. Ah, nikmat sekali perjalananku malam itu. Melewati malam yang teduh di dalam gerbong yang sepi, dengan secangkir kopi panas yang asapnya mengepul, dan sesekali berbincang melalui aplikasi perpesanan dengan calon istri di Palembang sana (yang sekarang sudah menjadi istri sah dan ibu putri kembarku).Â
Sekitar tengah malam, lampu gerbong diredupkan, yang baru kali itu kualami. Biasanya, lampu dibiarkan menyala terang benderang sepanjang malam, lengkap dengan pengumuman masinis dari pelantang suara yang mengagetkan setiap jiwa yang terlelap. Namun kali itu, suasana kereta begitu tenang dan syahdu, aku bisa beristirahat di kursiku yang empuk.