Mohon tunggu...
Teguh Nugroho
Teguh Nugroho Mohon Tunggu... Social Media Project Manager - Anak laki-laki yang suka kopi, pergi-pergi, dan kereta api

Second account, akun pertamanya udah lupa email saking terlalu lama nggak aktif. Kalo mau kenalan, silakan terbang ke blog thetravelearn.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Palembang, Masihkah Pantas Disebut "Venesia dari Timur"?

26 Februari 2024   23:54 Diperbarui: 29 Februari 2024   14:11 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kedua kalinya mengunjungi Palembang, Sumatera Selatan, di tahun 2020, pikiran saya langsung tertuju pada Bangkok di Negeri Siam sana. Kala itu, ibukota Bumi Sriwijaya ini sudah memiliki sebuah lintasan light rail transit (LRT) atau yang kita terjemahkan sebagai angkutan kereta api ringan. Menariknya, ada satu stasiun LRT Palembang yang dirancang "terintegrasi" dengan BRT-wanna be TransMusi dan dermaga Sungai Musi, tepatnya Stasiun Ampera. Wah, mirip dengan Bangkok! Di sana pun juga ada dermaga sungai yang dibangun terintegrasi dengan sebuah stasiun BTS (Skytrain). 

Sayangnya, integrasi antarmoda transportasi umum di Palembang ini belum semulus di Bangkok itu.

Baik Bangkok maupun Palembang sama-sama dijuluki sebagai "Venice of The East" atau "Venesia dari Timur", merujuk pada banyaknya sungai dan jaringan kanal yang ada di kedua kota itu. Mirip dengan kota Venesia di Italia! Di Bangkok, kanal-kanalnya (disebut "khlong") benar-benar hidup. Perahu-perahu hilir-mudik setiap hari menjadi transportasi umum andalan warganya, jembatan dibangun saling silang untuk menjadi rute pejalan kaki dan pesepeda. Salah satu contohnya bisa dilihat di dalam video dari salah satu Youtuber langganan saya di bawah ini.

Dermaga-dermaga yang terletak berdekatan dengan moda transportasi umum lainnya pun dibangun terhubung atau terintegrasi dengan nyaman. Tengoklah Stasiun BTS Saphan Thaksin di Silom Line yang terintegrasi dengan Dermaga Sathorn di tepi Sungai Chao Praya. Dermaga ini melayani perahu dengan tujuan Dermaga Tha Tian, perhentian untuk menuju Wat Pho, Wat Arun, dan Grand Palace, 3 destinasi utama kota Bangkok. Tak hanya itu, ke mal Asiatique The Riverfront pun bisa dari Dermaga Sathorn ini dengan mengambil rute perahu berbeda. 

Papan informasi dan wayfinding di Dermaga Sathorn/Stasiun Saphan Thaksin jelas dan mudah dimengerti. Akses antarmoda dirancang dengan nyaman, aman, bersih, dan rapi. Wisatawan asing seperti saya yang ingin berpindah ke stasiun BTS dari dermaga atau sebaliknya tinggal mengikuti arahan papan petunjuk dengan mudah.

BTS Silom Line di Stasiun Saphan Taksin [dokpri]
BTS Silom Line di Stasiun Saphan Taksin [dokpri]

Selain Dermaga Sathorn, beberapa dermaga yang berdekatan dengan stasiun BTS atau MRT lainnya adalah: Dermaga Rajinee (Rachini) dengan Stasiun MRT Sanam Chai, Dermaga Bang Pho dengan Stasiun MRT Bang Pho, Dermaga Phra Nang Klao dengan Stasiun MRT Phra Nang Klao, dan Dermaga ICONSIAM dengan mal ICONSIAM (yang masih happening itu) dan Stasiun BTS Charoen Nakhon. Sebagian besar dermaga-dermaga itu juga punya nama yang sama dengan stasiun-stasiun terdekatnya, ya.

Lalu, bagaimana dengan Palembang? Ehem. 

Palembang: Kanal-Kanal Mati dan Integrasi Sungai Musi yang Tak Rapi

Bila kanal-kanal di Bangkok masih hidup dengan aktivitas transportasi umum (bahkan wisata), kanal-kanal di Palembang bisa dibilang mati. Warga setempat biasa menyebutnya dengan "selokan" atau "parit". Tak hanya "mati" secara kiasan, namun juga "mati" dalam arti harafiah. Begitu kotornya selokan/parit/kanal di Palembang itu, airnya menghitam dan sampah rumah tangga bertebaran. Tak ada yang dapat hidup di dalamnya. Warga yang tinggal di sekitarnya pun terganggu, terutama dengan aroma busuk yang menguar, namun mereka tak punya banyak pilihan. Boro-boro menjalankan transportasi umum air, yang ada perahu akan tersendat jalannya karena tumpukan sampah.

Perahu-perahu di Sungai Chao Praya, Bangkok [dokpri]
Perahu-perahu di Sungai Chao Praya, Bangkok [dokpri]

Pencemaran yang parah pun sebenarnya sudah menghinggapi Sungai Musi. Dilansir oleh Kompas, pencemaran di Sungai Musi sudah melebihi batas toleransi. Kadar polutan di Sungai Musi sudah sangat tinggi, misalnya tembaga yang mencapai 0,06 ppm dari pengambilan sampel, padahal seharusnya tak boleh lebih dari 0,03 ppm. Pun dengan kadar klorin yang mencapai 0,16 mg per liter, padahal standarnya adalah 0,59 mg per liter. Sampah plastik sekali pakai, aktivitas industri di pinggiran sungai, dan alih fungsi lahan menjadi penyebab dari tingginya pencemaran Sungai Musi ini. 

Hasil tangkapan ikan nelayan di Sungai Musi kian sedikit. Pencemaran Sungai Musi tak hanya berpengaruh pada aspek lingkungan dan kesehatan masyarakat, namun juga ekonomi. Kalau sudah begini, masihkah Palembang pantas kita sebut sebagai "Venice of The East"?

Sungai Musi dan anak-anak sungainya yang tercemar [dok: Kompas]
Sungai Musi dan anak-anak sungainya yang tercemar [dok: Kompas]

Masih berbicara soal Sungai Musi, saya mengapresiasi inisiatif integrasi antarmoda transportasi umum di Stasiun LRT Ampera dengan halte TransMusi dan dermaga Sungai Musi. Sebagai titik strategis kota Palembang, proyek ini adalah langkah awal untuk memajukan industri pariwisata Palembang. Wisatawan yang masuk melalui Bandara Internasional Sultan Ahmad Badaruddin II tinggal naik LRT Sumatera Selatan menuju Stasiun Ampera, lalu dari sana bisa melanjutkan perjalanan dengan perahu "ketek" menuju Pulau Kemaro. 

Naik perahu di Sungai Musi [dokpri]
Naik perahu di Sungai Musi [dokpri]

Saat ini, integrasi antarmoda transportasi umum di Ampera belum semulus yang ada di Bangkok. Dari stasiun LRT menuju dermaga, pengguna harus melalui trotoar dan area terbuka publik yang diintervensi oleh macam-macam PKL. Lalu, berbeda dengan layanan perahu yang ada di Bangkok yang dioperasikan oleh pemerintah dan swasta yang terorganisir baik, perahu di Sungai Musi dijalankan oleh perorangan dan swasta yang belum tertata. 

Naik perahu Chao Praya Express [dokpri]
Naik perahu Chao Praya Express [dokpri]

Tepian Sungai Musi, dengan Kampung Arab dan pecinan di salah satu sisinya, sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan ramah pejalan kaki. Saya membayangkan ada taman, lajur pejalan kaki, dan area publik lainnya yang bersih, rapi, dan nyaman. Kita bisa menikmati sungai, Jembatan Ampera, dengan perahu dan LRT yang hilir-mudik, sambil duduk bersantai di bawah rindangnya pepohonan. Kemegahan Sungai Musi jangan disia-siakan. Potensinya nggak kalah dengan Sungai Chao Praya di Bangkok, Sungai Saigon di Ho Chi Minh City, atau Sungai Brunei di Bandar Seri Begawan. 

Terbitnya Harapan dari Sungai Sekanak Lambidaro 

Harapan saya akan masa depan pariwisata Palembang bertumbuh ketika saya mengetahui tentang proyek normalisasi Sungai Sekanak Lambidaro. 

Februari 2022, Sungai Sekanak Lambidaro telah berhasil menjadi landmark dan ikon wisata baru Palembang dengan aliran sungai yang bersih, lajur pejalan kaki yang rapi, taman yang asri, dan kampung berwarna-warni. Saat itu, proyek normalisasi sudah berhasil dilakukan sepanjang 800 meter dan akan dilanjutkan untuk 1,3 kilometer berikutnya. Rencananya, proyek normalisasi Sungai Sekanak Lambidaro ini akan dilakukan hingga 11 kilometer! Proyek ini merupakan hasil sinergi antara BBWS Sumatera VIII dengan Pemprov Sumatera Selatan. 

Sungai Sekanak Lambidaro [dok: KemenPUPR]
Sungai Sekanak Lambidaro [dok: KemenPUPR]

Saya cukup lega mendapati berita bahwa, per Januari 2024, Sungai Sekanak Lambidaro masih bersih seperti dua tahun sebelumnya. Ini berarti, kota Palembang yang saat ini dipimpin oleh Walikota Ratu Dewa berhasil mempertahankan (juga melanjutkan) proyek revitalisasi Sungai Sekanak. Melihat Sungai Sekanak melalui foto-foto yang beredar di dunia maya membuat saya menyejajarkannya dengan Sungai Melaka di Malaysia. 

Pecinan di tepi Sungai Musi [dokpri]
Pecinan di tepi Sungai Musi [dokpri]

Sungai Musi juga perlu dibuat seperti itu, terutama di kawasan sekitar Jembatan Ampera dan Benteng Kuto Besak yang menjadi pusat aktivitasnya. Merevitalisasi sungai sebesar Musi tentu akan menghabiskan banyak biaya dan tenaga, jadi bisa diawali dengan langkah untuk tidak memperparah pencemarannya. Salah satunya, ya, dengan melakukan revitalisasi di kawasan tepian Sungai Musi dengan penataan, penertiban, dan pembersihan, sambil pelan-pelan membersihkan sampah yang ada di Sungai Musi sendiri. 

Sebagian kawasan di sekitar Benteng Kuto Besak sudah cukup rapi saat ini, tinggal lebih dirapikan, lebih dibersihkan, dan lebih difasilitasi untuk menunjang kenyamanan warga khususnya pejalan kaki. 

Sungai Saigon di Ho Chi Minh City, Vietnam [dokpri]
Sungai Saigon di Ho Chi Minh City, Vietnam [dokpri]

Kabarnya, kelak Kawasan LRT Ampera Palembang akan difasilitasi dengan bangunan penghubung stasiun berbentuk pempek adaan. Tanpa mengesampingkan antusiasme saya akan megaproyek ini, tapi bagi saya sudah cukup dengan membangun jembatan pejalan kaki biasa. Yang penting, fungsi didapat, yaitu penghubung Stasiun LRT Ampera dengan halte TransMusi, dermaga, dan obyek-obyek wisata di sekitarnya. Oh, tentu bangunan berbentuk pempek adaan itu akan menjadi mahakarya arsitektur dan landmark kebanggaan baru warga Palembang. Padahal, pemerintah nggak perlu terlalu fokus dengan hal-hal dekoratif seperti itu, yang penting fungsinya terbangun. 

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan? 

Sebagai masyarakat, adalah tugas kita untuk menjaga kebersihan fasilitas umum dan lingkungan sekitar. Yok, kalau main-main ke kawasan Jembatan Ampera dan Benteng Kuto Besak, biasakan untuk membuang sampah sembarangan. Buanglah dengan tertib di tempat sampah, atau simpan dulu di tas pribadi sampai menemukan tempat sampah. Jaga kebersihan sungai, parit, selokan, dan kanal dengan tidak menjadikannya sebagai tempat pembuangan kotoran. 

Sebuah dermaga di Bangkok, Thailand
Sebuah dermaga di Bangkok, Thailand

Sering-seringlah naik LRT untuk mendukung proyek-proyek pengembangan LRT Sumsel dan transportasi umum lainnya. Kalau penumpang makin banyak, siapa tahu jalur LRT ditambah, fasilitas stasiun ditingkatkan, dan integrasi antarmodanya diperbaiki. Kalau kebetulan titik keberangkatan dan tujuanmu nggak jauh dari stasiun LRT, naik LRT aja. Ada kawan luar kota yang berkunjung? Ajak naik LRT, lah. LRT, Sungai Sekanak, dan TransMusi adalah beberapa fasilitas dari pemerintah yang harus kita jaga dan rawat dengan baik. 

Pemkot Palembang dan Pemprov Sumatera Selatan juga memiliki PR masing-masing. Warga yang tinggal di sekitar sungai perlu terus-menerus diedukasi dan difasilitasi, misalnya dengan truk sampah yang menyisir seluruh area perkampungan, pembuatan fasilitas MCK bagi yang belum punya, tegas menindak para pelaku industri di sekitar sungai yang tidak bertanggung jawab (apalagi ilegal), sambil melakukan penataan di kawasan sungai.  

Jembatan Ampera dan Sungai Musi [dokpri]
Jembatan Ampera dan Sungai Musi [dokpri]

Bersama rekan-rekan Kompal melalui Lomba Kompal ini, saya mengajak seluruh Kompasianers khususnya yang ada di Palembang untuk mengembalikan kejayaan Palembang sebagai Venesia dari Timur dengan sungai-sungainya yang bersih, hidup, menjadi tumpuan perekonomian masyarakatnya. Saya membayangkan, ketika kanal-kanal dan anak-anak sungai di Palembang sudah bersih, akan ada perahu-perahu yang wara-wiri membelah alirannya. Jaringan transportasi air ini dikelola rapi dengan standar operasional yang seragam. Ada dermaga pemberhentian yang layak, ada gerbang tiket, ada loket dan bahkan mesin tiket, ada jembatan-jembatan kecil yang menghubungkannya dengan stasiun LRT dan halte bus. 

Naik LRT Sumsel berdua [uhuk]
Naik LRT Sumsel berdua [uhuk]

Integrasi antarmoda transportasi dan revitalisasi sungai di Palembang perlu berjalan beriringan untuk memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat, lingkungan, dan perekonomian. Warga Palembang patut bersyukur sudah memiliki opsi transportasi umum sekelas LRT, sementara kota-kota besar lain di Pulau Jawa masih harus mengandalkan angkot yang penuh sesak. Jadi saat ini, mari optimalisasi apa yang sudah kita miliki, sambil terus bergerak bersama untuk proyek revitalisasi dan integrasi transportasi. #Palembang #Kompal #LombaKompal #SosialEkonomi  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun