Petang itu, saya pulang kerja seperti biasanya di Bandung. Sama seperti kebanyakan pekerja lainnya, saya beranjak pulang dari tempat kerja menuju rumah pada sekitar pukul 17:00. Rute commuting saya adalah Laswi - Cimenyan. Kadang saya lewat Jl. Ahmad Yani, namun petang itu saya memilih Jl. Surapati. Otomatis, persimpangan Cikutra adalah salah satu titik yang harus saya lalui.Â
Memasuki Jalan Surapati dari arah selatan Jalan Pahlawan, lalu lintas mulai padat. Puluhan kendaraan bermotor berjubel di persimpangan Cikutra menuju arah Cicaheum karena terhenti oleh lampu merah. Lampu hijau pun menyala, saya mengikuti kerumunan untuk merayap maju.Â
Tiba di tengah persimpangan, pergerakan saya dan beberapa kendaraan lainnya terhambat untuk memberi jalan bagi kendaraan-kendaraan dari arah sebaliknya yang merangsek maju ke arah kiri kami. Ketika antrean mereka sudah bersih dan kami bisa kembali berjalan maju, ternyata lampu hijau dari arah kanan dan kiri kami sudah menyala, dan mereka nggak mau memberi kami waktu untuk menuntaskan perjalanan hingga ujung persimpangan. Â Â
Alhasil, saya dan satu sepeda motor lain terjebak. Mau maju nggak bisa, mundur juga nggak bisa. Seorang pemotor lain dari arah kanan kami berteriak meminta kami terus maju. Tapi bagaimana mau maju? Ada kendaraan-kendaraan dari arah kiri kami. Akhirnya dengan meneguhkan hati, kami menyeruak tegas membelah kerumunan untuk terus maju ke depan.Â
Bandung, Masih "Pantas" Punya Lampu Hijau Dua Arah?
Sebagai anak yang lahir dan besar di Yogyakarta, ada beberapa hal yang membuat saya kaget selama tinggal di Bandung. Bahasa kerennya, shock culture. Salah satunya adalah perempatan dengan lampu hijau 2 arah. Maksudnya begini, ketika lampu hijau menyala untuk arah kita, lampu hijau juga menyala untuk arah sebaliknya. Ini artinya, kita yang berjalan lurus akan bertemu dengan mereka yang berbelok ke kanan (ke kiri kita) dari arah berlawanan. Jadi, kadang kita harus gantian memberi jalan. Kalau tidak hati-hati, kecelakaan bisa tak terelakkan.
Di Yogyakarta, baik dalam wilayah kotamadya atau seluruh provinsi sekaligus, nyaris tak ada persimpangan model begini. Padahal, Jogja jauh lebih kecil, lebih sedikit mobil, dan lebih tertib berkendara daripada Bandung. Satu-satunya perempatan dua arah yang saya tahu adalah persimpangan Jalan Godean -- Jalan Soragan, itu pun hanya persimpangan kecil. Jadi, masuk akal. Sekarang bahkan lampu merah di persimpangan itu sudah mati dan diatur oleh pak ogah.Â
Di Bandung, simpang-simpang besar masih memberlakukan sistem lampu hijau dua arah. Selain Cikutra, masih ada Simpang Dago, Simpang Cikapayang (yang di bawah flyover), Simpang Padasuka, simpang-simpang di sepanjang Jl. R.E. Martadinata, dan banyak persimpangan lainnya. Bayangkan, SIMPANG DAGO, perempatan sebesar, sesibuk, dan sepenting itu masih sistem lampu hijau dua arah!Â
Dampak Persimpangan Lampu Hijau Dua ArahÂ
Persimpangan dengan sistem lampu hijau dua arah tersebut tak hanya membahayakan pengendara, namun juga memperparah kemacetan. Ketika mobil dan motor sama-sama berjubel dari berbagai arah, merayap lambat ke depan, begitu tiba di tengah persimpangan pasti akan rebutan jalan dengan kendaraan dari arah sebaliknya yang sama-sama padatnya. Kalau nggak ada yang mau ngalah (dan pasti begitu), pasti akan chaos di persimpangan. Ketika chaos terjadi, maka alur kendaraan yang jalan dan berhenti akan kacau. Lampunya sudah merah lagi, namun masih tetap berusaha merangsek maju karena tak rela masih tertahan di persimpangan. Akhirnya menghambat kendaraan dari arah kanan dan kirinya, dan begitu seterusnya. Lingkaran setan. Kemacetan berlarut pun tak terhindarkan.
Mereka yang tiba di Bandung sebagai perantau atau wisatawan dengan latar belakang seperti saya pasti akan terkejut, seperti yang dialami 2 rekan travel blogger saya. Mereka bingung, "Arah saya yang hijau kok arah seberang juga jalan? Ini saya yang salah apa mereka yang keblinger?" Mungkin begitu pikirnya. Kalau tidak hati-hati, mereka bisa saja menabrak pengendara dari arah seberang yang berbelok. Saya pun dulu sempat berpikir, "Ah, ini pengendara Bandung pada nggak tertib banget. Situ udah lampu merah kok masih ngotot jalan?!" Beberapa waktu kemudian, saya baru tahu bahwa memang lampu hijaunya berlaku dua arah. Â
Untuk kota sebesar dan sepadat Bandung, rasanya sudah tak pantas bila masih memberlakukan persimpangan-persimpangan lampu hijau dua arah. Sudah berapa dekade hal itu berjalan? Saatnya diubah menjadi sebuah perempatan pada umumnya dengan 4 giliran lampu hijau. Di Jogja, beberapa persimpangan bahkan melarang kendaraan yang berbelok ke kiri untuk langsung jalan, harus menunggu lampu hijau. Bila Jogja, Solo, Salatiga, dan kota-kota kecil lainnya sudah setertib itu persimpangannya, mengapa Bandung yang masuk 10 besar kota terbesar se-Indonesia ini masih begitu-begitu saja?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H