Masih ingat antusiasme di dalam diri saya ketika KAI Commuter Line akhirnya hadir di kampung halaman saya, Yogyakarta, tahun 2021 lalu. PT Kereta Api Indonesia mengelektrifikasi jalur kereta api dari Yogyakarta hingga Solo yang semula dilayani oleh sebuah KA lokal bernama Prambanan Ekspres, biasa disebut Prameks. Belakangan saya baru tahu dari unggahan salah satu rekan travel blogger saya, Hanum @sansadhia, bahwa KRD Bandung Raya sekarang sudah di-branding sebagai Commuter Line juga meski belum dielektrifikasi.
Kebetulan, saat ini saya sudah kembali merantau di Bandung seiring dengan kantor yang kembali menerapkan kebijakan hybrid working. Maka, beneran tanpa berlama-lama, kemarin Sabtu (02/09/2023) saya sontak mengajak istri saya mencoba commuter line-nya Bandung ini.
Saya menetapkan Padalarang sebagai tujuan kami. Kenapa? Karena saya mau melihat penampakan Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Padalarang yang saat ini sedang dirampungkan. Kalau beruntung, kami mungkin berkesempatan berjumpa dengan Si Komodo Merah yang sedang beristirahat. Ara sudah hafal betul bagaimana suaminya ini cinta kereta api, maka dia menyanggupi ajakan saya tanpa banyak babibu.
Berangkat dari Stasiun Kiaracondong
Rumah kami berada di Jalan Padasuka Atas dalam wilayah administratif kecamatan Cimenyan, kabupaten Bandung. Praktis, Kiaracondong adalah stasiun terdekat dari rumah kami. Perjalanan kami dengan sepeda motor terbilang lancar pagi itu, sekejap kemudian sudah tiba di Stasiun Kiaracondong. Istri saya, yang tak menyangka jaraknya sedekat itu, sampai terheran-heran.
Sebetulnya, KRD atau KA Lokal Bandung Raya ini bukan hal baru bagi saya. Sejak 2008, saya sudah merantau di ibukota priangan ini untuk menempuh studi S1 di sebuah perguruan tinggi negeri di Jatinangor, kabupaten Sumedang. Bisa ditebak, saat itu saya sering bolak-balik Jatinangor-Bandung, minimal seminggu sekali. KRD Bandung Raya pun menjadi opsi transportasi umum yang aman, nyaman, cepat, dan murah! Tanpa bermacet-macet, dari kabupaten Sumedang saya dengan cepat tiba di tengah kota Bandung.
Tapi, setelah dikelola oleh KAI Commuter Line, pasti ada beberapa hal baru yang berbeda dari sebelumnya. Apalagi, rencananya layanan KAI Commuter Line Bandung Raya ini akan dielektrifikasi tahun depan. Jadi, saya tetap excited! Stasiun-stasiun kereta api di Bandung juga sedang/sudah direnovasi, menambah rasa penasaran dan semangat saya mencoba KAI CL Bandung Raya pagi itu.
Stasiun Kiaracondong masih menerapkan sistem 2 pintu untuk membedakan penumpang KA Jarak Jauh dengan KA Lokal. Jadi, kami memarkirkan sepeda motor di pintu selatan yang berada di Jalan Stasiun Lama.
Dulu, tiket KRD Bandung Raya bisa dibeli langsung begitu saja di loket stasiun. Sekarang, ternyata sebagian besar stasiun di Bandung Raya sudah menerapkan online ticketing system, dan Kiaracondong adalah salah satunya. Loket manual hanya diperuntukkan bagi lansia dan kaum disabilitas. Jadi, kami buru-buru install aplikasi Access by KAI, melakukan registrasi akun, dan melakukan pembelian tiket di aplikasi. Ya ampun masih murah banget, cuma Rp5 ribu per orang! Bisa dibayar dengan e-wallet atau scan QRIS.
Fasilitas KAI Commuter Line Bandung Raya
Karena dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia, stasiun-stasiun KAI Commuter Line Bandung Raya dilengkapi dengan fasilitas stasiun pada umumnya. Ada toilet, musholla, titik pengisian daya (charging corner), dan ruang tunggu penumpang. Stasiun-stasiun besar seperti Kiracondong dan Padalarang memiliki beberapa tenant komersil, misalnya: convenience store, kedai kopi, hingga toko oleh-oleh. Akses/alur penumpang keluar-masuk juga sudah dibuat lebih teratur.
Di Jabodetabek, stasiun-stasiun KAI Commuter Line sudah terintegrasi atau terhubung dengan berbagai moda transportasi umum lainnya, seperti: TransJakarta, MRT, bahkan yang terbaru—LRT Jabodebek. Nah, Bandung juga nggak mau kalah. Sebentar lagi, Stasiun Padalarang akan terintegrasi dengan Stasiun KCJB Padalarang! Jadi begitu turun dari kereta cepat, bisa dengan nyaman berpindah ke KAI Commuter Line atau KA Feeder KCJB. Pun sebaliknya.
Lalu bagaimana dengan fasilitas kereta apinya? Berbeda dengan KAI Commuter Line di Jabodetabek dan Yogyakarta-Solo, Commuter Line Bandung Raya masih menggunakan armada kereta api reguler yang biasa kita jumpai pada KA Jarak Jauh kelas Ekonomi. Jadi, sudah jelas di dalam kereta api terdapat stopkontak, toilet, dan overhead storage. Bangku penumpang ditata berbaris saling berhadapan dengan formasi 3-2.
Kekurangannya, kondisi ini membuat kabin jadi terasa nggak nyaman saat kereta api padat penumpang. Karena tidak didesain untuk penumpang berdiri, jadinya susah untuk bergerak di dalam kereta api yang lagi padet-padetnya. Desain bangku membuat penumpang kurang leluasa untuk bergeser memberikan ruang bagi mereka yang ingin berjalan keluar atau berpindah gerbong, tidak seperti di KAI Commuter Line Jabodetabek dan Yogyakarta-Solo.
Itulah yang terjadi saat kami naik dari Stasiun Kiaracondong. Seluruh gerbong padeeettt. Jujur saya nggak nyangka banget sih, kirain bakal sepi. Rupanya banyak keluarga (baca: ibu-ibu) dan anak-anak muda yang memanfaatkan KAI Commuter Line Bandung Raya untuk piknik di akhir pekan. Setelah menyusuri 2-3 gerbong, akhirnya kami dapet tempat duduk juga meski nggak di samping jendela. Untungnya kondisi ini nggak berlangsung lama karena gerbong mendadak berubah sepi setibanya di Stasiun Bandung, banyak sekali penumpang yang turun di stasiun ini.
“Oh, ini orang-orang Bandung timur pada mau main ke kota,” batin saya, yang beberapa hari lalu meliput kegiatan edukasi bidan di Rancaekek.
Sisa perjalanan dari Stasiun Bandung hingga Stasiun Padalarang terbilang sepi. Banyak bangku kosong, dan kami jadi leluasa untuk pindah ke kursi di dekat jendela.
Selain masalah kenyamanan bagi penumpang berdiri, armada kereta api yang seperti ini juga mengurangi elemen pengalaman baru karena bentuk kereta apinya sama dengan KAJJ yang lazim kita naiki. Tapi rasanya kondisi ini nggak akan berlangsung terlalu lama. Setelah elektrifikasi rampung tahun depan, harusnya KAI Commuter Line Bandung Raya sudah dijalankan dengan rangkaian kereta rel listrik yang berbeda dengan rangkaian kereta api saat ini.
Saran dan Harapan untuk KAI Commuter Line Bandung Raya
Kami tiba di Padalarang di tengah hari yang terik. Setelah foto-foto, kami lalu makan bakso di dekat stasiun, membeli giwang emas untuk putri kembar kami, menikmati setangkup Roti O, dan duduk di depan Alfamart sambil menghabiskan es kopi kami. Semoga setelah Stasiun KCJB Padalarang nanti beroperasi, kenyamanan pejalan kaki di sekitar stasiun ditingkatkan dengan memperlebar trotoar dan menghadirkan peneduh. Saat itu, kondisi sekitar stasiun sangat panas dan berdebu, banyak truk wara-wiri.
Saya juga berharap nantinya kawasan Stasiun Padalarang berkembang sebagai kawasan kuliner dengan jajaran kedai kopi, restoran, bahkan hotel yang nyaman. Biar orang-orang seperti kami yang cuma pengen cobain Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KAI Commuter Line nggak bingung harus ke mana, sementara kami nggak bisa jauh-jauh dari stasiun.
Secara keseluruhan, kami puas dan senang dengan pengalaman kami menaiki KAI Commuter Line Bandung Raya. Ongkosnya murah banget, cepat, aman, dan nyaman. Kalau naik kendaraan pribadi, perjalanan ke Padalarang bisa menghabiskan waktu hingga 2 jam! Perjalanan pulang dari Padalarang ke Kiaracondong juga leluasa karena nggak banyak penumpang yang naik dari Padalarang. Kapan-kapan mau naik lagi dengan destinasi berbeda, misalnya Cicalengka atau Cimahi. Syukur-syukur bisa mengajak putri kembar kami turut serta. Terima kasih dan semangat untuk terus menjadi lebih baik, KAI Commuter Line.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H