Sedotan kertas, misalnya, mudah lembek. Sedotan bambu, susah dibersihkan dan mudah berjamur, namun sampahnya bisa menjadi kompos. Sedotan kaca memang ringan dan kuat, namun bisa pecah bila tidak berhati-hati. Sedotan logam yang dirasa paling aman pun bisa menjadi penghantar panas dan menimbulkan aftertaste logam di mulut.
Makanya dengan fakta-fakta di atas, langkah terbaik memang menghentikan penggunaan sedotan sama sekali. Sambil menuju ke arah itu, sesekali menggunakan sedotan logam seharusnya tidak masalah. Saya punya sedotan logam juga, dan sejauh ini nggak ada keluhan yang saya rasakan.
Lalu Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Tidak harus bergabung sebagai anggota komunitas pelestari lingkungan atau menjadi pelopor gerakan penyelematan bumi, ada hal-hal kecil yang bisa kita lakukan sebagai individu kok.
Pertama, ketika sedang makan di cafe/restoran/warung dsb, hindari mengambil sedotan. Terkadang, kamu mungkin perlu buru-buru bilang ke penjualnya sebelum si penjual terlanjur menyajikan minuman es kamu dengan sedotan.
Kedua, ketika memesan makanan/minuman via aplikasi ojol, mulailah berinisiatif menginformasikan kepada pihak tempat makan untuk tidak menyertakan sedotan.
Ketiga, khususnya untuk kamu yang susah lepas dari sedotan, belilah sedotan stainless steel yang bisa kamu bawa ke mana pun dan bisa digunakan berkali-kali.
Peran Korporasi, Produsen, dan Pebisnis
Untuk mendukung kita para konsumen, komitmen ini tentu butuh dukungan dari korporasi dan pemilik/pengelola jasa food and beverage. Beberapa yang bisa dilakukan di antaranya:
- Menghentikan produksi minuman kemasan dengan sedotan, atau sedotan tidak disatukan dengan kemasan minuman
- Membuat sedotan ramah lingkungan, atau memberlakukan mekanisme pengumpulan dan pendaurulangan sedotan plastik yang mereka produksi
- Untuk pengelola dan pebisnis makanan/minuman, inisiatif menanyakan diberi atau tidaknya sedotan plastik kepada pelanggan.
Makanya saya juga lebih suka membeli minuman dalam kemasan botol sih, biar bisa langsung diminum.