Mohon tunggu...
Teguh M Jiwapraja
Teguh M Jiwapraja Mohon Tunggu... -

menjadi wartawan Pikiran Rakyat sejak tahun 1984 sampai sampai 2000, tahun 2001 sampai 2002 menajabat kepala penjualan Luar Kota Bagian Siekulasi Pikiran Rakyat, tahun 2002 sampai 2005 Wakil Kepala Litbang Pikiran Rakyat, Tahun 2005 pensiun dari Pikiran Rakyat, kemudian aktif menulis di Kompas Jawa Barat, tahun 2012 sampai 2014 Pemmpin Redaksi Koran Lokal Gapura Karawang, tahun 2014 sampai sekarang Pemimpin Umum Koran Pendidikan Siap Belajar di Kabupaten Subang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perilaku Kapal Keruk

2 Juli 2016   05:40 Diperbarui: 2 Juli 2016   08:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perilaku Kapal Keruk

Ayeuna karek sapi nu dijabel KPK, isuk pageto hayam, entog jeung meri. Kumaha ieu teh, gelo pisan boga pamingpin teh. Paingan rakyat ting karoceak, hirup susah teu harta teu banda, da teu kaagehan pisan saeutik ge. (sekarang baru sapi yang diambil KPK, esok lusa ayam, bebek dan itik. Bagaimana ini, gila sekali punya pemimpin seperti ini. Banyak rakyat beteriak, hidup susah ga punya harta benda, karena tak kebagian sedikit pun)

Itu-lah keluhan sekaligus sindiran dari rakyat Subang dibeberapa tempat. Banyak yang kecewa oleh ulah Bupati Subang yang satu ini, karena saat masih memegang tampuk kekuasaan telah bertindak sekaligus berprilaku seperti kapal keruk.

Ojang Sohandi sebagaimana diketahui, belum lama ini dicokok dalam OTT KPK dalam kasus BPJS. Tetapi kasusnya kemudian berkembang ke TPPU. Banyak harta benda Ojang disita KPK termasuk 30 ekor sapi.

Yang disita tak tanggung-tanggung, mulai dari mobil mewah, rumah, tanah sampai hewan peliharaan tadi. Ini betul-betul tindakan memperkaya diri sendiri, sebab tidak mungkin jika semua kekayaan itu didapat dari pendapatan sah sebagai bupati.

Tidak heran jika kemudian banyak orang dibuat merinding, sebab perilaku koruptif yang diperlihatkan pimpinan nomor satu di Kabupaten Subang itu sudah diluar kepatutan dan kewajaran, yang tentu saja menyakitkan rakyatnya sendiri, yaitu rakyat yang memberi amanah hingga Ojang Sohandi terpilih sebagai Bupati Subang.

Namun Ojang telah memungkiri amanah itu dengan perbuatan yang melawan hukum. Tak tanggung-tanggung, semuanya dilakukan melalui tangan kekuasaan sebagai bupati, sehingga tak ada yang tersisa. Sementara rakyatnya, cari uang sepuluh ribu rupiah saja susahnya bukan main. Harus berkorban keringat dan cucuran air mata. Dengan demikian, sang bupati yang mantan ajudan ini telah menari-nari diatas penderitaan rakyatnya sendiri.

Kekuasaan boleh jadi telah menyilaukan matanya, nuraninya pun tertutup rapat tak hirau oleh keadaan sekelilingnya. Entah kenapa bisa begitu, padahal setiap tampil pidato dalam berbagai kesempatan termasuk bertemu dengan rakyatnya, kalimat-kalimat agama selalu meluncur dari mulutnya. Lidahnya begitu fasih mengucapkan dalil-dalil agama, yang membuat pendengarnya terkagum-kagum pada sosok Ojang yang masih muda ini.

Ia pemimpin hebat, tindakan dan ucapannya boleh dibilang “meurenah”, yang membuat masyarakat yakin akan membawa perubahan pada daerah ini. Setelah diguncang oleh kasus korupsi pendahulunya, harapan perbaikan atau perubahan ada dipundaknya. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, bahkan melampaui apa yang dilakukan seniornya itu.

Bukan Hanya BPJS

Ojang Sohandi secara tidak langsung telah pula mengotori dunia pendidikan di Subang. Para pendidik dan sekolah-sekolah yang pernah mendidiknya, tentu ikut terkena aib yang tidak mudah dihapuskan. Padahal Ojang pernah jadi kebanggaan saat kariernya melesat menempati kursi orang nomor satu di daerah ini, sehingga setiap berkunjung ke sekolah tempatnya dulu mengejar ilmu, selalu disambut ucapan rasa bangga dan bahagia karena Ojang pernah menjadi bagiannya.

Tetapi ketika kasus menjerat melalui OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK, tidak ada lagi yang berani mengutarakan kebanggaannya itu dengan mengatakan siswa terbaik. Sebaliknya, berusaha keras menghilangkan jejak Ojang karena bukan contoh yang baik bagi siswa-siswi yang kini tengah menuntut ilmu.

Menurut rumours yang berkembang, dalam kasus Ojang, akan ada sejumlah pejabat pemerintahan, politisi, pengusaha atau pemborong di daerah ini yang nantinya jadi tersangka yang sama-sama menghuni hotel prodeo.

Konon KPK katanya akan men-zerokan Subang, karena kejahatan korupsi yang berkembang di daerah ini sudah luar biasa dan keterlaluan. Sejak terjadi peristiwa Bupati Eep Hidayat dalam kasus upah pungut PBB, kasus korupsi dilingkungan Pemkab Subang bukannya mereda. Malah semakin menjadi-jadi, sehingga orang Sunda bilang, “teu nyesakeun saeutik ge keur rakyat-mah”, yang diambil dari berbagai sumber dan anggaran keuangan negara. Kalau ini memang yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Subang tak ubahnya “sarang penyamun”, seperti yang pernah dilakukan dijaman orde baru dulu yang membuat julukan itu memang sempat melekat.

Harta Kekayaan

Tak pernah ada yang tahu berapa harta kekayaan para pejabat yang akan dijaring KPK, mungkin baru ketahuan setelah nanti diperiksa dan ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka. Tetapi yang jelas, selama ini sudah banyak terlihat dari gaya hidupnya. Paling tidak punya kendaraan yang harganya mencapai ratusan juta rupiah, yang tidak mungkin terbeli hanya mengandalkan gaji sebagai PNS.

KPK saat ini tengah bersih-bersih memberantas semua yang terlibat perbuatan koruptif. Kabupaten Subang boleh jadi tengah dijadikan pilot project agar korupsi di daerah lain tidak terjadi akibat diobrak-abrik yang dicontohkan KPK di Kabupaten Subang.

Tentu saja ini menjadi peringatan bagi seluruh birokrasi dan unsur pemerintahan di daerah ini, mulai dari bawah sampai atas, mulai dari UPTD, Bagian sampai Dinas, bahkan dilingkungan dewan dan BUMD. Jangan pernah berbuat curang, jangan pernah menyepelekan tanggung jawab. Apalagi nilep anggaran negara. Mulailah jujur dengan apa yang jadi tanggung jawabnya. Jika tidak, resiko dijerat sebagai pesakitan tinggal menunggu waktu.

Perbuatan menilep uang yang bukan menjadi haknya, urusannnya bisa berabe hingga dapat menyeret keluarga, anak dan istri dalam kesulitan. Kalau pun selamat, siksa di akhirat lebih mengerikan lagi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun