Pernahkah anda 'ditodong' untuk menyerahkan darah? Saya baru mengalaminya..
Thalassemia atau  talasemia adalah nama pemberian dokter Thomas Benton Cooley pada tahun 1925 untuk sebuah penyakit darah bawaan.
Benton menemukan anak-anak yang menderita anemia dengan karakter khas, terjadi pembesaran limpa setelah anak berusia satu tahun.
Penderita talasemia bisa dilihat dari sel darahnya. Biasanya jumlah protein pembawa oksigen (hemoglobin) dan sel darah merah dalam tubuhnya kurang dari jumlah normal. Makanya orang dengan talasemia jadi gampang capek.
Dalam sebuah artikel, dr Pustika Amalia W, SpA(K), dari Divisi Hematologi - Onkologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo, menyebut pasien talasemia tidak bisa memproduksi sel darah merah yang baik. Jadi, harus mendapat transfusi darah dari orang lain.
"Normalnya sel darah merah itu pecah 120 hari. Tapi pada orang talasemia, pecahnya kurang dari 30 hari. Makanya mereka mengalami anemia parah," kata dr Amalia.
Sayangnya, sampai sekararang belum ada obat talasemia kecuali penderita mencukupi kebutuhan sel darah merah melalui transfusi darah setiap bulan.
Tetapi transfusi darah  punya efek samping kelebihan zat besi yang jika dibiarkan bisa fatal akibatnya.
Di Indonesia tahun 2019 terdapat 10.000 kasus talasemia, sementara ada 150.000 di dunia. Makanya penyakit ini tergolong langka.
Lalu, bagaimana penderita talasemia mendapat darah setiap bulannya?
"Jatah darah dari PMI sih ada, tapi stoknya enggak selalu ada. Apalagi sejak pandemi CoVID 19, susah pak dapat darah," kata seorang ibu, yang  anaknya talasemia di kantor PMI Pusat, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu kemarin.