Akhirnya Dewan Pengawas (Dewas) TVRI mencari sosok Direktur Utama (Dirut) TVRI pengganti Helmy Yahya yang dipecat. Proses perburuan calon Dirut Pengganti Antarwaktu (PAW) TVRI tahun 2020-2022 dimulai sejak pendaftaran (3-12 Februari 2020), dan berhasil menjaring 30 orang calon. Para pendaftar akan dipanggil untuk mengikuti tahap seleksi berikutnya; tes psikologi. Kemudian, pada Februari 2020 salahsatu diantaranya sudah menjadi Dirut TVRI.
Ke-30 pelamar jabatan Dirut TVRI yang diterima oleh panitia seleksi, seperti diberitakan oleh sejumlah media termasuk Kompas, diantaranya sosok populer di media, artis, film, dan komunitas sepakbola yaitu:
1. Gusti Randa (profesional)
2. Iman Brotoseno (swasta)
3. Rodiany Andersen L Tobing (swasta)
4. Buyung Wijaya Kusuma (swasta)
5. Hendra Budi Rachman (swasta)
6. Daniel Alexander Wellim Pattipawae (PNS)
7. J Erwiantoro (swasta)
8. Rudy Budiman (swasta)
9. Agus Masrianto (swasta)
10. Partiman (PNS)
11. Andre Notomiharjo (PNS)
12. Zainuddin Latuconsina (PNS)
13. Widodo Edi Sektiono (swasta)
14. Aji Hardianto Setiawan (PNS)
15. Taufan Syah (PNS)
16. Zahera Mega Utama (profesional)
17. Sudariyanto (PNS)
18. Slamet Suparmaji (swasta)
19.Ida Bagus Alit Suramatja (swasta)
20. Audrey G Tangkudung (profesional)
21. Wisnugroho (PNS)
22. Akmal Yusmar (profesional)
23. Yuma Shannelom (swasta)
24. Haris Subagio (swasta)
25. Charles Bonar Sirait (swasta)
26. Agus Prijadi (swasta)
27. Suryopratomo (swasta)
28. Fuji Yama (profesional)
29. Farid Subhan (swasta)
30. Aat Surya Safaat (profesional)
Siapa diantara mereka yang pantas dan layak menduduki jabatan Direktur Utama TVRI, yang kehadirannya sangat dibutuhkan tidak hanya oleh stasiun televisi sebagai Lembaga Penyiaran Publik milik Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi juga dibutuhkan oleh rakyat Indonesia?
Bagi masyarakat penonton hari ini, TVRI dibawah Helmy Yahya sejatinya memiliki harapan baru. Misalnya telah terjadi perubahan dalam hal teknis gambar dan terutama dengan tayangnya program Liga Inggris yang sangat fenomenal. Logo TVRI juga berubah meski disayangkan, menjadi mirip logo TV Jerman, Deutsche Welle. Perubahan lainnya, ada Restoran Papa Ron's di pelataran parkir samping kiri gedung TVRI Stasiun Pusat Jakarta, dan panggung baru di dekatnya.
Bahwa kemudian Dewas TVRI menilai Helmy Yahya bersalah dan tidak bisa dimaafkan, hal itulah yang masyarakat belum tahu pasal penyebabnya. Baik Dewas maupun mantan Dirut TVRI itu seperti saling menunggu momentum yang tepat untuk menembak satu dengan lainnya di pengadilan. Atau kemungkinan juga, kasus ini atas sentuhan tangan politik akan berakhir secara kekeluargaan; win-win solution. Berpelukan.
Jadi, siapa pengganti Helmy Yahya untuk mengurusi TVRI yang digendoli oleh hampir 5000 orang karyawan? Siapa yang akan mampu memperbaiki citra TVRI yang muram, kumuh, dan becek diantara belasan stasiun swasta di Indonesia saat ini?
Jika Helmy yang terlihat berprestasi dan menurut saya lumayan gila itu pun dianggap oleh Dewas TVRI tidak mampu mengendalikan lembaga tersebut, maka dibutuhkan kehadiran orang yang lebih gokil  daripada si Raja Kuiz itu. Tapi siapa yang berani merubah TVRI, diantara ke-30 pelamar tadi? Ini bukan Kuis Siapa Berani!
Semoga saja diantara para pelamar Dirut TVRI ada yang lebih 'gila' dari yang sebelumnya. Jika standar kerja dan program si calon Dirut biasa-biasa saja, buat apa mengganti yang kemarin? Sebab, pekerjaan Dirut bukan cuma memantau dan mengevaluasi program, tetapi memahami jeritan hati dan kantong karyawan TVRI dalam masalah kesejahteraan.
"Dulu, enggak ada Dirut TVRI bisa jalan. Bahkan, enggak perlu ada Dewan Pengawas pun, tetap tayang," kata seorang karyawan TVRI yang saya jumpai di Lantai IV Gedung TVRI Pusat Jakarta, pekan lalu.
Dibalik kalimatnya itu, saya menangkap dua sinyal tersembunyi yaitu keresahan dan ketidakpeduliannya pada sistem birokrasi yang melibatkan orang luar dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS).Â
Sinyal pertama, dia tidak terkoneksi dengan kebijakan direksi. Sebagai PNS yang menerima gaji setiap bulan dari APBN, tidak penting baginya ada atau tidak ada Dirut TVRI. Sikap ini adalah ilustrasi betapa tidak adanya semangat daya saing PNS di LPP TVRI. Sinyal kedua, jika dibalik posisinya, mungkin Helmy Yahya-lah yang selama menjabat tidak komunikatif dengan para karyawan TVRI.
Sikap karyawan TVRI yang skeptis itu apabila terbentuk menjadi mental dan budaya kerja, justru akan memberatkan TVRI dalam kemampuan bersaing di dunia broadcasting. Televisi swasta sudah terbang jauh meninggalkan TVRI sejak 1990an.Â
Padahal, TVRI lahir di tahun 1962 dengan jangkauan siaran yang secara periodik bertambah luas di seluruh pelosok negeri ini. TVRI berpotensi menjadi saluran televisi satu-satunya yang dapat merubah masyarakat menjadi lebih cerdas dan mencintai Indonesia.
Calon Dirut TVRI yang sedang digodog oleh Pansel dan Dewas, semuanya telah lulus seleksi 10 persyaratan yaitu Warga Negara Indonesia; Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945; Sehat jasmani dan rohani; Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; Berpendidikan minimal sarjana; Memiliki integritas serta dedikasi yang tinggi untuk mempertahan persatuan dan kesatuan; Memiliki kepedulian, wawasan, pengetahuan dan/ atau keahlian, serta pengalaman dalam bidang penyiaran publik. Kecuali bidang tugas tertentu dalam pengelolaan penyiaran; Tidak terkait langsung ataupun tidak langsung dengan kepemilikan dan kepengurusan media massa lainnya; Tidak memiliki jabatan lain; dan Non-partisan.
Syarat-syarat itu rasanya cukup jika point "berkelakuan tidak tercela" termasuk di dalamnya adalah sikap tidak koruptif. Selama ini LPP TVRI masih dianggap surga bagi para penyintas uang anggaran negara alias koruptor.
Jika tidak ada campur tangan politik dalam seleksi calon Dirut TVRI, kita berharap yang terpilih adalah orang gila dengan independensi tinggi dan memiliki akses komunikasi ke berbagai lembaga diatas dan dibawahnya. Dia yang tidak memiliki beban masa lalu dan masa depanlah yang akan memperbaiki kondisi TVRI.Â
Semoga dalam tes psikologi calon Dirut TVRI nanti, mereka yang normal akan gugur. Sebab memilih Dirut TVRI sama halnya memilih seorang presiden era milenium.**
Penulis adalah:Â
Ketua PWI Jaya Seksi Film dan Budaya (2009-2014),
Ketua Forum Pewarta Film (2019-2021)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H