Satu hal yang mungkin sepele namun menunjukkan ketidakberesan manajemen pengelolaan Pusbangfilm adalah ketika lembaga tersebut mengadakan Semiloka bersama Pokja Apresiasi Film Indonesia (AFI) tahun 2017, Â membahas rencana kegiatan AFI di masa mendatang.Â
Pusbangfilm tidak mengundang BPI sebagai lembaga yang memiliki keterkaitan dan bagian tanggungjawab melaksanakan AFI dan FFI. Belakangan, AFI yang sudah dimulai sejak tahun 2012 tidak terdengar kabarnya. Mungkin sudah dilebur ke dalam FFI.
Setali tiga uang, kebaradaan Bekraf yang dimaksudkan untuk memayungi perfilman nasional sebagai karya kreatif pun tidak banyak memberikan kontribusi bagi mandegnya penerbitan PP dari UU No. 33 Tahun 2009.
Pembahasan PP UU Perfilman sebenarnya masuk ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tahun 2015 - 2019 dan terdaftar pada urutan 12 dari 160 RUU yang seharusnya selesai dibahas oleh DPR tahun ini.Â
Namun, pembahasan itu ternyata belum selesai hingga akhir periode pertama  kepemimpinan Presiden Jokowi. Artinya untuk tahun-tahun berikutnya masyarakat perfilman akan tetap berada di rimba perfilman.
Jika seluruh jajaran dibawah presiden yang mengurus film sudah tidak bekerja secara fungsional, sudah saatnya Presiden Jokowi turun tangan membereskan.**
Penulis adalah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya Seksi Film dan Budaya (2009-2014);Â Ketua Bidang Humas dan Dokumentasi Festival Film Indonesia 2008; Ketua Bidang Penjurian dan Kehumasan Usmar Ismail Awards 2016; Ketua Dewan Juri Verifikasi Festival Film Jakarta 2006; Dewan Juri Festival Film Wakatobi 2012; Dewan Juri XXI Short Film Festival 2012; Ketua Forum Pewarta Film.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H