***
Mungkin dia lagi pingin beramal, lalu mentaraktir saya. Jadi, dia membeli dua tiket Rp70.000 (@ Rp35.000). Okesip, tiket sudah dipegang.
Tiba-tiba dia buka smartphone, dan tampak tekun membaca 'kitab suci'-nya itu.
"Sorry, bro gua lupa, hari ini di jam ini ada janjian sama nara sumber di Kantor DPRD DKI," kata my bro, wartawan senior dan penulis kritik film berinisial Herman Wijaya.
Sudah bisa ditebak seperti film Indonesia, apa yang akan terjadi kemudian. Ya, dia mohon pamit bergeser ke tempat lain. Artinya, batal nonton.
Bagaimana nasib dua helai karcis yang sudah dibeli? "Jual saja," kata saya sekenanya. Ya, daripada mubazir, dia tawarkan tiketnya ke calon penonton yang masih antri.
"Maaf, saya mau nonton Hanum dan Rangga," kata pria yang ditawari tiket. Di depan pria itu berdiri perempuan berhijab memperhatikan gerak-gerik teman saya yang mendadak jadi 'calo'.
Tidak patah semangat, teman saya kembali mencoba. Kali ini ia sodorkan pada seorang perempuan yang datang bersama temannya. Sukses, tiket itu tidak ditolak, tapi perempuan itu juga tak membayar.
"Gua kasihin aja deh. Kapan-kapan nontonnya," katanya dengan nada penuh keikhlasan. Mukanya kecewa atas keteledoran membaca jadwal meeting.
Akhirnya saya nonton sorangan wae. Di dalam teater sampai bubar, hanya saya dan 10 orang lainnya. Ruangan bioskop terasa sangat lengang.