Jumlah penonton H&R dengan AMCA pada pekan pertama itu sudah mencapai angka psikologis dan politis bagi keduanya.
AMCA menang telak melawan H&R dan menjadi film biopik terbanyak penontonnya setelah Habibie & Ainun (4,5 Juta) dan Rudy Habibie (2,2 Juta). Kedua film terakhir milik MD Pictures yang memproduksi Hanum dan Rangga.
Genre biopik selama ini sulit mendapatkan penonton, AMCA adalah pengecualian, tertolong tak hanya oleh penonton umum tetapi juga para 'Ahoker' yang penasaran dan kangen pada sosok idola mereka.
Jumlah penonton AMCA sedikit diatas Soekarno-Indonesia Merdeka (2013) yang hingga layar diturunkan dari bioskop, film arahan sutradara Hanung Bramantyo itu membawa pulang 960.071 tiket penonton.
Film-film biopik kisah perjuangan tokoh nasional dan populer antaranya Sang Kiai (2013), Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015), Kartini (2017), Wage (2017), Nyai Ahmad Dahlan (2017), Moonrise Over Egypt: Perjuangan H Agus Salim di Kairo (2018).
Yang lainnya Gie (2005), Sang Pencerah (2010), Chrisye (2017), Athirah (2016), Jenderal Soedirman (2015), Istirahatlah Kata-Kata (2017), Jokowi (2013), Merry Riana Mimpi Sejuta Dolar (2014), Soegija (2012), dan yang terbaru Sultan Agung (2018)
***
Menonton AMCA saya tak mendapatkan hal baru dalam film Indonesia. Secara teknis dan pengadeganan film ini sangat standar drama.
Bahkan, entah mengapa sosok Ahok terasa miss casting diperankan oleh aktor Daniel Mananta.Â
Sementara di saat Ahok remaja tidak mendapat banyak kesempatan muncul (bicara) dan didominasi ayahnya (diperankan aktor Denny Soemargo). Namun pada bagian Ahok remaja ini lebih terasa dramatis. Penonton kepincut untuk mengambil tisu untuk membasuh mata basah mereka.
Selebihnya, atau bahwa kemudian film AMCA ini 'menang banyak', itu lebih disebabkan faktor emosional garis politik penonton.