Yang menarik, FFI tahun ini akan merekrut 40an perwakilan asosiasi yang tergabung di BPI sebagai juri, sementara belum pernah ada verifikasi keabsahan ke-40 asosiasi tersebut.
Alih-alih  ingin mengembalikan marwah, panitia pelaksana FFI yang terdiri dari lingkaran orang-orang dekat Ketua BPI – ini mengingatkan pada sistem Panitia Tetap FFI di masa lalu – juga akan menghapus kegiatan roadshowyang selama ini menjadi nyawa FFI.
Menghapus roadshow FFI adalah langkah mundur. Ini menandakan ketidakmampuan panitia FFI meyakinkan Pemerintah Daerah, bahwa FFI merupakan ajang yang layak dan wajib diapresiasi oleh masyarakat di daerah.
Menyelenggarakan FFI di ibukota Jakarta memang lebih dekat ke pusat pemerintahan. Dengan begitu, jika nanti mengundang Presiden Joko Widodo dan beliau berkenan hadir, jauh lebih mudah aksesnya. Tapi, apakah presiden masih berkenan hadir jika pelaksanaan FFI tidak berpihak kepada masyarakat luas?
Saya jadi ingat pesan Presiden Jokowi yang hadir di panggung FFI tahun 2014 di Palembang. Beliau berharap perfilman Indonesia semakin dicintai oleh masyarakat.
Mengingat maksud dan tujuan FFI yang dibiayai negara dari APBN sebesar Rp7,5 Miliar, maka sistem yang diusung FFI 2016 merupakan bentuk pengingkaran peran serta dan hak masyarakat yang membiayai FFI secara tidak langsung.
Minimnya pemberitaan media massa mengenai FFI sebenarnya menunjukkan ketidakpedulian masyarakat. Menunggu perubahan mental para pelaksana FFI sepertinya sia-sia.  Seharusnya Komisi X DPR RI ikut mengevaluasi  sepakterjang para panitia FFI dan pelaksanaannya. **
Koordinator Forum Pewarta Film
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H