Mohon tunggu...
teguh haryadi
teguh haryadi Mohon Tunggu... profesional -

guru sebuah sma negeri di pinggiran kabupaten bekasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kontradiksi UKG 2015

15 Desember 2015   10:54 Diperbarui: 15 Desember 2015   15:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KONTRADIKSI UJI KOMPETENSI GURU 2015

Guru dianggap memiliki posisi yang strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. UU RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara eksplisit mengamanatkan adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru secara berkelanjutan sebagai aktualisasi dari sebuah profesi pendidik. Pengembangan profesi berkelanjutan dilaksanakan bagi semua guru baik yang sudah bersertifikasi maupun belum. Berkaitan dengan program tersebut, pemetaan kompetensi yang secara detail menggambarkan kondisi obyektif guru dan merupakan informasi penting bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait dengan materi dan strategi pembinaan yang dibutuhkan oleh guru. Peta guru tersebut diperoleh melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilaksanakan tanggal 9-27 November 2015 secara daring.Guru sasaran kegiatan ini mencapai 3juta orang lebih mencakup guru PNS dan honorer seluruh Indonesia.Sedangkan jadwal UKG offline manual 2015 akan ditentukan kemudian hari diantara pelaksanaan UKG daring ataupun sesudahnya.

Durasi waktu pelaksanaan UKG pada masing-masing kabupaten/kota berbeda tergantung pada jumlah Tempat Uji Kompetensi (TUK) dan jumlah peserta masing-masing wilayah. UKG daring dimulai secara serempak di semua TUK pada tanggal yang sudah ditetapkan selama 120 menit atau 2 jam. Pelaksanaan UKG setiap hari dibagi dalam dua atau tiga gelombang. Selama 2 jam tersebut guru melakukan tes selama 3 kali yakni tes ujicoba sebanyak 10 soal,tes UKG sebanyak 60-100 soal tergantung mata pelajarannya,dan survey meliputi 20 pertanyaan.Tes UKG ini tidak mencakup guru pendidikan agama dan tenaga kependidikan atau TU. Daftar nama peserta UKG November 2015 yang lulus uji kompetensi akan diumumkan setelah pelaksanaan UKG di seluruh Indonesia berakhir.

Tujuan dari UKG ini salah satunya adalah melakukan pemetaan terhadap kompetensi guru di seluruh Indonesia yang mana nantinya data yang diperoleh akan digunakan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan terhadap guru. Ke depan dalam rangka pemenuhan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu rata-rata kompetensi guru pada tahun 2019 mencapai angka delapan(8). Ini merupakan angka yang cukup tinggi jika dilihat dari hasil UKG 2012 yang nilai rata-rata hanya 4,7.Tahun ini angka rata-rata yang diharapkan adalah 5,5.
Sebagai seorang guru tentu kita sangat berbahagia dengan upaya pemerintah meningkatkan kualitas guru.Hanya kita melihat ada kontradiksi ketika pemerintah melaksanakan UKG 2015.

Hal ini dilihat dari bentuk UKG yng berupa pilihan ganda.Jika kita bandingkan dengan Permendikbud nomor 104 Tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik akan sangat berbeda sekali. Karena berdasar peraturan itu penilaian untuk siswa lebih bersifat autentik yaitu penilaian yang mencakup penilaian berdasar pengamatan, tugas ke lapangan, portofolio, proyek, produk, jurnal, kerja laboratorium, unjuk kerja serta ketrampilan yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif. Seperangkat peraturan untuk siswa ini sudah sangat baik seharusnya juga digunakan untuk menilai kinerja guru. Dan tidak berupa tes berupa soal pilihan ganda dengan waktu terbatas dan kendala lain yang bisa muncul sesaat misalnya mati lampu. Sistem Penilaian

Kinerja Guru (PK Guru) sekarang yang sudah ada menurut hemat kami sudah cukup untuk mengukur kompetensi guru secara utuh dan lebih bermartabat, dibandingkan dengan UKG yang hasilnya diumumkan secara terbuka kepada masyarakat. PK Guru sudah dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerja. PK Guru yg fungsinya untuk menilai kemampuan guru dan juga untuk menghitung angka kredit guru bagi kenaikan pangkat ini sudah sangat cukup untuk menilai kompetensi guru dan tak perlu di adakan UKG baik daring maupun offline. Dan jika benar UKG 2015 dilakukan hanya untuk pemetaan dalam rangka memperoleh baseline tentang kompetensi guru tentu sangat disayangkan anggaran sebesar 261 milyar rupiah ini. Apalagi jika hasilnya lebih banyak guru dengan nilai di bawah 5,5 maka anggaran uang rakyat yang digunakan akan semakin besar.Alasannya adalah guru yang nilainya dibawah standar itu akan diadakan pelatihan untuk memperbaiki pemahaman pedagogic dan profesionalnya.

Tentu jika dihitung uang yang 261 milyar itu bisa digunakan untuk perbaikan gedung sekolah rusak yang masih banyak terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Dengan asumsi satu local ruang kelas pagu anggaran 170 juta maka dengan uang sebanyak itu akan dibangun 1535 ruang kelas baru.Bagi kami adalah pemborosan jika UKG tidak bisa memotret kemampuan guru secara utuh. Sudah seharusnya untuk meningkatkan kualitas guru hal pertama yang harus dilakukan adalah pemerataan fasilitas sekolah dan juga fasilitas guru termasuk akses informasi seperti jaringan internet.Jika itu tidak dilaksanakan secara bersamaan maka hasilnya yang diharapkan akan susah tercapai.

Kontradiksi lainnya adalah Berdasar Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan bahwa besaran gaji PNS tergantung pada kinerja. Tunjangan harus disesuaikan dengan tiga komponen uji yang akan dilakukan Kemendikbud, yakni penilaian kinerja guru (PKG), uji kompetensi guru (UKG), dan prestasi siswa. Padahal sudah disampaikan oleh kemendikbud bahwa UKG hanyalah pemetaan. Tapi dari UU ASN tadi menunjukkan jika UKG merupakan salah satu komponen tunjangan bagi guru. Jadi kami melihat ada ketidakkonsistenan pemerintah dalam UKG tahun ini. Ini sengaja disembunyikan atau memang ada hal lain yang sedang direncanakan?Kami berharap kontradiksi ini tidak semakin membuat guru semakin antipati terhadap semua kebijakan pemerintah yang terkait dengan pendidikan,jika itu terjadi siapa yang harus disalahkan???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun