Mohon tunggu...
Teguh
Teguh Mohon Tunggu... -

Teguh cipta mahasiswa angkatan 2010 jurusan ilmu komunikasi Fisip Universitas sultan ageng tirtayasa, semester 4

Selanjutnya

Tutup

Politik

Para Pemimpin Bangsa Tercinta Ini yang Memiliki Sifat Praktik Kleptokrasi

13 Juni 2012   18:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:01 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyelahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normative bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahugunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.

Membangun suatu sistem pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) di era Reformasi, khususnya di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, memang bukan suatu pekerjaan mudah. Jika Presiden Yudhoyono tidak berusaha keras untuk menghentikan berbagai praktik korupsi di berbagai Lembaga pemerintahan, bukan mustahil kabinet yang dipimpinnya akan dikenal sebagai “Kabinet Kleptokrasi” yang berarti Kleptokrasi (berasal dari bahasa Yunani: klepto+kratein yang berarti "diperintah oleh para maling") adalah istilah yang mengacu kepada sebuah bentuk administrasi publik yang menggunakan uang atau bentuk suap lainnya yang berasal dari publik untuk memperkaya diri sendiri (yang umum disebut sebagai penguasa dan antek-anteknya). administrasi publik ini umumnya tidak jauh dari praktik-praktik kronisme, nepotisme dan makelarisme. Itulah yang dilakukan secara tidak langsung oleh pemimpin-pemimpin bangsa kita tercinta ini.

karena dinegara kita ini diisi oleh para pimpinan dan bawahan yang sukanya mencuri (untuk tidak mengatakan merampok) uang negara karena posisi politik mereka. Dalam situasi yang amat akut ini, Presiden dapat mengikuti ajaran Machiavelli dengan memilih untuk lebih baik ditakuti ketimbang dicintai oleh para pembantunya yang melakukan korupsi. Demi masa depan negara, jika perlu bahkan ia harus memilih ditakuti dan dibenci oleh para koruptor!

Teguhcipta/Fisipuntirta/ilkom

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun