Mohon tunggu...
Teguh Ananto
Teguh Ananto Mohon Tunggu... Administrasi - Tinggal di Bengkulu

pengopi, bukan perokok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Penumpang Misterius

9 Februari 2017   14:59 Diperbarui: 9 Februari 2017   23:35 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan dari Argamakmur ke Bengkulu jalur lintas tengah, sebelum memasuki desa Dusun Curup, kita pasti akan melewati sebuah jembatan. Tak terlalu panjang. Hanya 15 – 20 meter. Melintang di atas sungai Air Besi yang curam berbatu-batu. Jembatan ini, oleh masyarakat setempat dinamai Jembatan Pengantin. Kendaraan yang akan melalui jembatan ini harus ekstra hati-hati. Jalannya menyempit, menurun tajam, dan menikung. Selepas jembatan, di sisi kiri jalan terlihat bangunan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Air Besi. Faham kan mengapa jembatan ini dinamai Jembatan Pengantin. Seratus meter dari jembatan terdapat pemakaman umum.

Konon, Jembatan Pengantin tergolong angker dan menyeramkan. Konon pula, beberapa kendaraan bermotor yang melewatinya pernah tiba-tiba mesinnya mati mendadak saat mendaki. Beberapa kawan bahkan bercerita, ada pengendara yang tiba-tiba mendapat penumpang misterius saat melewati jembatan, terutama bila melintas saat senja. Tak tahu siapa, namun kehadirannya terasa. Bulu kuduk meremang, dan akan menghilang saat telah melewati kuburan.

Sudah menjadi kebiasaan, saya pulang ke Bengkulu hari Jumat dan kembali ke Argamakmur hari Senin. Itu berarti dua kali dalam seminggu saya melewati Jembatan Pengantin, atau setidaknya seratus empat kali dalam setahun. Belum ditambah kalau ada perjalanan dinas lainnya. Pernahkah saya mendapat penumpang misterius ? Itulah yang hendak saya ceritakan.

Tiadanya angkutan umum yang setiap waktu melintasi desa-desa disepanjang jalur tengah Argamakmur, memang membawa kesulitan tersendiri bagi masyarakat desa untuk bepergian. Bagi yang punya kendaraan pribadi mungkin tak bermasalah. Namun bagi yang tak memiliki kendaraan, pilihannya hanya dua : berjalan kaki atau menumpang pada kendaraan yang lewat. Dan tak sekali dua saya mendapat penumpang yang menumpang seperti itu.

Seperti Jumat kemarin, ketika melewati tikungan Desa Gardu dalam perjalanan ke Bengkulu, seorang emak melambaikan tangan menghentikan laju kendaraan saya. Tentu bukan untuk minta om telolet om. Si emak ingin menumpang.

“Mau ke mana, Mak ?” tanya saya sambil menghentikan mobil.

“Numpang ke Padang Sepan, pak” jawabnya.

Karena desa Padang Sepan akan saya lalui, dan juga karena mobil yang saya gunakan ini “dibeli dari pajak yang rakyat bayar”, maka saya mempersilakan naik. Siapa tau jadi kebanggaan juga buat si emak bisa naik mobil dinas dengan nomor plat dua angka. Si emak membuka pintu samping. Memasukkan barang bawaannya, sebutir kelapa dan dua buah rebung yang belum dikupas.

“Sudah sore kok pergi, Mak. Nanti pulangnya bagaimana ?” tanya saya berbasa basi setelah mobil kembali berjalan. Saya tahu, tak akan ada kendaraan umum yang melintas jalan di sore begini.

Tanpa menjawab pertanyaan saya, berceritalah si Emak. Tadi pagi ada tukang sayur keliling, mampir ke rumahnya, membawa pesan dari anaknya yang tinggal di desa Padang Sepan. Pesan si anak, katanya kehabisan bahan sayur. Jadi minta tolong dipotongkan rebung, dan dititip ke tukang sayur untuk diantar ke Padang Sepan. Namun karena pagi tadi rumah sepi, tetangga juga pergi, baru sore ini ada yang bantu memotong rebung di belakang rumah.

Masya Allah, pikir saya dalam hati. Begitu besar kasih sayang seorang emak terhadap anak. Bukan soal sebutir kelapa dan dua buah rebung, tapi kepedulian emak terhadap anak yang tak lekang oleh waktu. Padahal dari ceritanya, si anak sudah dewasa, sudah berkeluarga. Hanya saja saat ini sang suami sedang berkebun di luar daerah.

Pernah juga saya seorang bapak menumpang mobil saya. Dia membawa anak kecil, sekitar umur lima tahun. Laki-laki. Agak panik waktu masuk mobil.

“Ada apa, pak ?” tanya saya

Mulanya si bapak tak mau menjawab. Namun di tengah perjalanan bercerita juga.

“Ini anak saya, pak. Saya ambil dari rumah neneknya tanpa pamit “.

Astaga. Penculikan ?

“Kenapa gitu, pak ?”

Berceritalah si bapak. Rupanya dia sudah bercerai. Anak di bawa ibunya. Namun sebagai ayah, kerinduan pada anaknya sangat besar. Mantan istrinya gak pernah mau mengizinkan dia membawa si anak. Kebetulan, dia mendengar mantan istrinya sedang ke Jambi. Anaknya dititipkan ke nenek. Saat rumah mantan mertua sepi, saat itulah dia ambil si bocah.

“Tapi saya sudah pesan ke tetangga kok Pak, kalau anak saya bawa”, pungkasnya.

Huff. Kalau ini penculikan, tak terbayang deh apa yang bakal terjadi. Andai sang Nenek melapor polisi, pasti runyam urusannya. Bisa jadi tersangka. Apalagi bila diketahui mobil yang dipakai “menculik” adalah mobil dinas. Wuaah.

Namun untunglah. Tak sehurufpun muncul berita tentang kejadian ini di koran. Artinya semua baik-baik saja. Namun setidaknya memberi saya pengalaman berharga dan berhati-hati bila ada yang ingin menumpang.

Setiap perjalanan memang memberi banyak kisah. “Penumpang” saya bukan hanya itu. Ada yang menumpang ke kantor camat, ada korban kecelakaan. Namun yang paling tak pernah terlupa adalah ketika ada yang menumpang dengan membawa korban percobaan bunuh diri. Ratapan keluarga yang menyertai korban “ dek bangun dek …. dek bangun dek” sungguh membuat saya panik. Tak ada terfikir lain, kecuali ingin secepatnya sampai rumah sakit. Rasanya ingn memijak gas sekencang-kencangnya, namun sadar kemampuan diri belum setaraf Rio Haryanto. Alhamdulillah, beberapa hari kemudian saya mendengar kabar, korban akhirnya selamat dan melanjutkan hidupnya kembali.

Tiba-tiba terasa ada yang menepuk bahu saya.

“Mas, mana penumpang misteriusnya?”

“Lho, semua penumpang saya misterius”, jawab saya sambil terus mengetik.

“Dari tadi belum ada cerita tentang penunggu Jembatan Pengantin yang ikut mobil, Mas”.

“Itu kan hanya pengantar. Yang saya sebut penumpang misterius itu, karena saya tidak pernah tahu siapa namanya .. hehe” jawab saya sambil menoleh ke belakang.

Ups, ternyata tidak ada siapa-siapa. Hiiiiii …. Sudahlah, kalau begitu saya akhiri saja tulisan ini.

Argamakmur, 070217

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun