“Sayang kalau cabang-cabang ini dibuang begitu saja. Lebih baik dijadikan sebagai pakan ternak”, begitu ujar Pak Ngarmin.
Beberapa petani lain mengaku memiliki banyak waktu luang di luar bekerja di sawah atau ladang mereka. Pak Amin, misalnya, merasa tak nyaman apabila dirinya pulang dari sawah tanpa membawa apapun.
“Ya daripada nggak bawa apapun dari sawah kan mending bawa rumput, Mas”, begitu ujarnya.
Nah, mengapa mereka lebih memilih sistem gaduh? Mengapa mereka tak ingin menjadi peternak mandiri?
Ada dua faktor yang menjadi pertimbangan petani. Pertama, harga kambing indukan lumayan mahal. Di pasaran, harga kambing indukan lokal bisa mencapai tiga juta rupiah. Peranakan etawa jauh lebih mahal lagi. Kedua, secara prinsip mereka aman dari risiko. Dalam sistem gaduh, jika ternyata ternak yang digaduh itu mati, risiko ditanggung penuh oleh pemilik ternak. Petani tak perlu menanggung risiko apapun.
Bagi saya pribadi, motif saya melakukan sistem itu sesungguhnya tak murni mengejar keuntungan semata. Sekali lagi, beternak adalah hobi yang ingin saya salurkan. Oleh karena saya tak punya cukup waktu untuk memelihara ternak, maka mau tak mau saya harus bekerja sama dengan peternak lain. Sistem gaduh itu lah yang kemudian saya pilih.
Namun sayangnya, beternak dengan sistem gaduh ternyata sulit untuk dikembangkan lebih lanjut. Masalahnya adalah keterbatasan tenaga petani. Petani di kampung saya maksimal hanya mampu memelihara 5-10 ekor kambing. Selebihnya akan segera dijual. Hal ini tak lepas dari fakta yang terjadi bahwa bagi petani di kampung saya, beternak hanya lah pekerjaan sampingan. Yang utama bagi mereka tentu memelihara tanaman di sawah dan ladang mereka. Jika jumlah ternak itu terlalu banyak, beban petani untuk memberi pakan menjadi terlalu berat.
Itu lah mengapa beberapa hari belakangan ini, saya tengah memikirkan bagaimana caranya membangun sistem peternakan yang lebih besar. Untuk yang satu ini, tentu butuh perenungan yang cukup lama.
Sekian saja catatan pagi ini…
*****
Baca juga:
- Biogas, Energi Alternatif Petani
- Musim Hujan yang Kembali Tiba
- Abis Berkebun, Ujian Lagi
- Aku Hanya Ingin Menjadi Petani
- Antara Hedonisme dan Keengganan Menjadi Petani
- Inovasi dan Pengetahuan untuk Petani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H