Aneh, dalam satu malam bermimpi tiga kali. Dan setiap mimpi bertemu dengan  wanita berbeda yang semuanya asing. Belum pernah bertemu sebelumnya. Bagiku yang tak pernah menganggap remeh mimpi, mimpi itu memiliki catatan sendiri.Â
Pasti ada makna di balik mimpi itu. Ada isyarat atau alamat yang hendak dikirim ke aku. Kalau salah dalam menafsirkan mimpi, misalnya, maka salah pula dalam mengartikan pesan yang ingin disampaikan ke aku.Â
Sebelum mencari-cari referensi buku tafsir mimpi berdasarkan kajian Islam, aku mengingat - ingat kembali kronologi yang terjadi dalam mimpi itu.Â
Yang menjadi sangat tidak masuk akal adalah, durasi tidur yang pendek tapi bisa menampilkan  tiga babak mimpi yang cukup panjang dan detil.Â
Rasanya akan sulit jika kejadian dalam mimpi itu ditampilkan dalam kehidupan nyata yang sudah pasti  butuh waktu yang panjang.Â
Memang ada yang bilang bahwa satu hari di bumi bisa setara dengan beberapa tahun di alam yang berbeda. Malah ada yang mengatakan sejatinya manusia hidup di dunia hanya 1,5 jam saja. Tidak lebih.Â
Maka jika mengacu pada paradigma ini, mimpi dalam beberapa menit pun bisa memuat cerita yang panjang yang kalau diceritakan bisa berhari - hari. Ada orang yang tidur berjam - jam saking pulas dan lelapnya rasanya seperti tidur beberapa menit. Atau sebaliknya.Â
Kalau mendengar cerita para ustad yang mengajarkan agama betapa orang - orang yang mempunyai amalan baik, ada yang dibangunkan dari kematian seperti bangunnya seorang pengantin baru. Rasanya baru sebentar. Padahal di alam  kubur sudah ribuan tahun atau bahkan jutaan tahun.Â
Waktu memang salah satu ukuran yang masih menyimpan misteri juga. Bisa juga waktu itu seperti detak jantung  yang sifatnya sangat personal. Orang merasakan waktu yang sangat lama jika dalam penderitaan. Satu menit rasanya satu tahun. Atau sebaliknya, setahun rasanya sebentar saja saat merasakan bahagia.Â
Sebentar atau lama menjadi sangat tergantung oleh persepsi yang dipengaruhi suasana batin. Bahagia atau sedih.Â
Kembali ke soal tiga babak mimpi yang aku rasakan ini juga unik. Mimpi yang pertama terjadi sekira pukul 21.00 malam hingga 21.05. Kendati hanya lima menit, tapi dialog dan cerita dalam mimpi itu sangat tidak mungkin jika dipentaskan dalam 5 menit.Â
Di dalam mimpi itu, aku seperti dibawa ke sebuah tempat yang belum pernah aku kunjungi. Tempat itu seperti Indonesia, tapi bukan Indonesia. Dan tiba - tiba saja aku sedang berada di salah satu pojok kafe sedang menikmati kopi. Kami hanya berdua. Aku dan seorang wanita.Â
Wanita ini cantik. Rambutnya panjang bergelombang. Wajahnya oval. Kulitnya kuning langsat. Lebih cemerlang. Matanya berbinar. Sangat hidup. Mata seorang yang penuh harapan. Penuh optimisme. Penuh gagasan. Seperti telaga yang bening dan dalam. Meski bisa diterka tapi tetap menyimpan misteri. Sejuk dan menenggelamkan. Dia ramah. Sangat ramah. Sangat terbuka dan berpikiran maju. Modern dan suka merenungkan masalah - masalah kehidupan dan Ketuhanan. Suka membahas hal - hal yang bersifat transendental. Sangat spiritual.Â
Aku memesan kopi tubruk. Tanpa gula. Dia pun begitu. Entah berapa ribu kata telah dihamburkan dalam obrolan itu. Di sela, kami menyeruput kopi tanpa gula. Aku tak bisa menghindar dari senyum manisnya. Minat dia sangat banyak. Materi pembicaraan kami sangat menarik.Â
Tapi aku merasa lebih tertarik pada profil wanita ini. Seperti menawarkan diri untuk diraih. Anehnya, setiap kali tangan bergerak untuk meraih, dia menjauh. Kata - katanya terus menyemangati. Terus menebar harapan. Ayo raih. Jangan putus asa. Semakin kuat aku berusaha mendapatkannya, semakin kuat juga dia menjauh. Bahkan ungkapan jinak - jinak merpati kurasa  kurang bisa mewakili situasi itu.Â
Dia seperti berkata, "Kejarlah aku." Tapi ketika kita hendak mengejarnya secara otomatis dia menjauh. Yang tak habis pikir, di balik kecantikan dan keramahannya ternyata menyimpan kisah pedih yang sangat menyayat. Penuh perjuangan. Padahal kalau melihat wajahnya yang tanpa dosa, sepertinya  kepedihan tak tega untuk menderanya. Hatinya lembut dan hangat. Rasanya tak mungkin sebuah kekerasan dan pengkhianatan bisa menghujam hatinya yang lembut.Â
Ngopi pahit itu fokus membahas dia dan perjalanan hidupnya yang penuh liku. Dan mataku tak lepas dari tubuhnya. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Semua penuh pesona. Tubuh itu seperti bertaburkan berlian. Tapi berlian itu tidak dipasang di luar tubuhnya . Tapi mengikuti aliran darah. Yang membuat setiap nadinya berkilauan.Â
Dalam rentetan obrolan, ada satu keluhan yang keluar dari bibir mungilnya. Dia mengaku kerap disalahartikan atas keramahannya. Ujung-ujungnya beberapa sahabat harus menjauh. Karena kecewa. Cintanya kandas. Entah berapa potong hati telah terluka oleh keramahannya. Beberapa jiwa terkapar karena termakan harapan yang berlebihan. Tapi rupanya gadis ini pun bukan berarti tak pernah terluka. Lukanya dalam dan menganga. Karena seseorang yang tega mengkhianati janjinya. Walaupun tak bisa melenyapkan keramahan dan keceriaan  dari wajahnya. Dia tetap konsisten dengan pilihannya.
Akhirnya kami berpisah. Kafe akan tutup. Kami beranjak dari tempat duduk kafe karena teguran seorang waiters yang mengingatkan bahwa kafe akan ditutup. Bisikan sopan waiters itulah yang membangunkan aku. Untunglah dalam situasi yang kritis itu, dia sempat menyebutkan namanya 'Helene'.Â
Begitu terbangun aku masih bingung. Tak mengerti apa arti pertemuan itu. Wanita itu tak ku kenal sebelumnya. Dan belum sempat menggali sisi yang lain. Lebih tepatnya aku belum puas berbincang dengan dia.Â
Aku lalu coba pejamkan mata. Siapa tahu bisa bermimpi kembali. Dan bisa mengejar sosok dalam mimpi itu. Siapa tahu bisa bertemu lagi. Mungkin kebetulan sedang berpihak. Aku ditarik dalam mimpi yang sama. Tiba - tiba aku berada di tempat yang sama. Tapi dengan wanita yang berbeda. Bukan Helene. Aku masih berharap dia adalah Helene. Anehnya, walau dia bukan dia, wajah dan cara bicaranya seperti dia. Dia bercerita lebih terstruktur. Lebih dinamis dan realisitis. Cenderung transaksional. Kalau mau sukses, harus banyak berusaha dan berdoa. Kira - kira begitu materi obrolannya.Â
Dia tak tertarik membahas hal yang tak jelas out put-nya. Segala proses yang terjadi tak lebih sebagai proses produksi yang di mana ada manajemen di dalamnya. Hasilnya jelas, untung atau rugi. Dia sangat suka matematika dan fisika. Jatuh cinta, misalnya, menurutnya hanyalah sebuah transaksi ekonomi sederhana. Sebab masih bisa dihitung dengan cara sederhana. Tak perlu harus berhitung dengan matematika yang rumit. Semisal kalkulus atau integral diferensial.Â
Hati terdiri dari bilik - bilik. Ketika ada ruang hati kosong, kemudian ada konten yang cocok mengisi ruang itu, maka di situlah proses jatuh cinta sedang berlangsung. Jika terus berlanjut maka lama kelamaan akan saling membutuhkan. Baik ruang hati maupun yang akan mengisi. Seberapa luas ruang yang kosong akan berbanding lurus dengan materi yang akan mengisi relung itu.
Gadis ini tanpa kuminta menyebut namanya sudah menyodorkan kartu nama. Di dalam kartu nama itu tertulis nama ' Sinclair'. Sesuai namanya, dia juga bercahaya. Glowing. Dan sangat memikat. Walaupun dia lebih realistis.Â
Lebih bisa menghitung. Menutup banyak ruang - ruang misteri. Segala hal bisa dijelaskan dan ditanyakan. Â Dia bercerita, kalau dirinya pernah menolak beberapa pria, menurutnya pria itu tidak terlalu terluka. Sinclair begitu gamblang menjelaskan alasannya. Kata dia, jatuh cinta itu hanyalah proses kimiawi di dalam hati. Otak tak boleh termanipulasi oleh itu. Mesti bisa dihitung dengan jelas. Manfaat dan madharatnya.Â
Mungkin karena kebanyakan pria lebih menggunakan logika, penjelasan itu sangat bisa diterima.Â
Tapi duduk dan berbicara dengan Sinclair ini kita menjadi bodoh. Kita menjadi tak berguna. Kecantikan dan kecerdasannya sangat mengimintidasi. Lagi - lagi aku mendadak terbangun dari mimpi itu. Jujur Sinclair lebih ekr ih dan gamblang jalan pikirannya. Tapi juga sulit bagi siapapun yang ingin mendekat pada dia.Â
Aku masih berharap bisa bermimpi lagi. Untuk bertanya beberapa hal yang belum sempat aku tanyakan. Siapa saja yang hadir. Entah Helene atau Sinclair. Beruntung, aku tidak kesulitan untuk bisa tidur lagi. Aku tertidur dan tiba - tiba berada di padang yang luas dan putih. Aku tidak memakai celana jins dan T-shirt. Tapi mengenakan jubah yang berwarna putih.Â
Pasir di kakiku terlihat mengkilat berkilau tapi tidak panas. Hangat dan sangat nikmat. Aku berjalan mencari arah yang memungkinkan mengarah ke sebuah kota atau kampung. Tak ada siapa - siapa. Aku melangkah. Tapi kaki itu melangkah sendiri. Tanpa aku perintahkan. Dan seakan sudah tahu harus jalan ke mana. Aku gembira. Aku lihat ada seorang wanita yang berpakaian sama dengan ku.Â
Dia pun hanya sendiri. Kami saling menyapa dan berkenalan. Tapi tidak dengan berkata - kata. Hanya dengan diam, Â kami sudah bisa mengerti kenapa kami bisa dipertemukan di situ.Â
Dia juga menyebutkan namanya tanpa harus mengatakan. Kami menggunakan bahasa kalbu. Barangkali ini yang disebut bahasa sejati. Tak ada dusta dan kepura-puraan. Singkat. Padat. Jelas. Nyaris tak ada kata - kata yang mubasir. Walau semua itu tidak terucapkan. Pemahaman itu langsung diterima di otakku.Â
Jadi tanpa aku bertanya siapa nama gadis itu, dia sudah menjelaskan panjang lebar sejarah hidupnya. Gadis itu bernama Maya. Maya bersikap lembut. Tapi di dalam kelembutannya tetap memiliki ketegasan. Yang membuat aku terkejut, dia menjelaskan hikmah pertemuan dengan Helene dan Sinclair. Sepanjang perjalanan aku terus memberondong beberapa pertanyaan tentang kenapa mesti bertemu dengan Helene dan Sinclair.Â
Menurut Maya, Helene adalah simbol kehidupan dunia. Itu sebabnya, ketika dikejar akan lari. Banyak yang kecewa pada dunia. Semakin diminum semakin tidak menghilangkan dahaga. Sulit menaklukan  dunia. Siapa saja yang menganggap dunia itu Raja, maka dia akan diperbudak oleh dunia. Siapa yang menganggap biasa dia tak akan tergoda. Lebih tepatnya lebih sanggup menghadapi godaan dunia.Â
Adapun Sinclair adalah bercahaya. Berkilau. Kalau ada cahaya maka akan lahir kebenaran. Akan sirna kegelapan. Bisa dibilang Sinclair adalah simbol kehidupan yang lebih nyata. Kalau orang sudah mati, maka mereka merasa seperti lahir ke kehidupan yang nyata. Hidup di dunia adalah tidur. Dan kematian adalah bangun. Saatnya tahu mana yang penting dan tidak penting. Bisa saja sesuatu yang selama ini sangat penting ternyata hanyalah sekadar sampah waktu. Tak ada manfaat bagi kehidupan. Malah bisa jadi polusi bagi amalan seseorang. Dan aktifitas yang bisa jadi menurut kita seusatu yang remeh ternyata malah sangat penting. Intinya Sinclair itu bukan semata bercahaya. Tapi hadirnya cahaya sehingga tersingkap kebenaran. Mana yang hak dan bathil.Â
Lalu aku bertanya dalam hati.Â
" Lantas kamu siapa? Apakah kamu sebuah simbol juga?" tanyaku dalam hati.Â
" Aku makhluk juga. Yang layak untuk diperjuangkan. Aku kehidupan nanti. Yang belum bisa dijangkau. Alam yang bahkan imajinasi pun belum sanggup menembusnya," tuturnya panjang lebar.Â
Jadi menurut Maya, semua penting. Dunia harus dikejar untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih nyata. Agar kehidupan di alam Maya nanti bisa lebih bisa sejahtera.Â
Pertemuan dengan Maya tidak terlalu lama. Tapi menjelaskan semua. Begitu terbangun aku masih berada di ruangan sebuah kantor. Dan baru saja berkenalan dengan seorang gadis. Dan nama gadis itu tak lain gabungan dari nama - nama tokoh wanita yang ada di dalam mimpiku.Â
Jakarta, 19 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H