"Semangat, kerja keras dan pengabdian yang tulus adalah bekal utama untuk meraih sukses. Syaiful Ramadlan adalah teman berorganisasi dan teman berkarya seni yang cukup tanggap dengan lingkungan hidup, lingkungan pendidikan, dan lingkungan seni. Sebuah karya tulis yang diharapkan selaras dengan tuntutan hidup antara kehidupa spiritual dengan seni dan budaya. Semoga bisa menjadi inspirasi teman-teman Oi di seluruh Indonesia dan di muka bumi ini. Salam Oi Oi...." Â itulah bunyi sambutan sekaligus testimoni istri Iwan Fals, Rosana Listanto selaku Ketua Umum BPP Oi di buku berjudul Wal 'Ashr Jangan Panggil Saya Ustadz, buah karya Syaiful Ramadlan.Â
Buku terbitan Cinta Media ini, berisi 19 bagian. Tiap bagian merupakan catatan perjalanan yang dialami dan dirasakan langsung oleh Syaiful Ramadlan sebagai penulis.Â
Yang menarik, tiap repertoar yang ditulis Bang Epol, begitu sapaan akrabnya, juga disertakan catatan khusus. Sebagai kesimpulan atas peristiwa yang terjadi. Bang Epol sekaligus mengingatkan bahwa setiap peristiwa betapapun kecilnya tetap punya hikmah. Mungkin bagi kebannyakan orang, jika penghuni  Hotel Bintang Lima terus makan di kaki lima, maka jangan buru buru disimpulkan dia pelit. Begitu juga sebaliknya, hidup di kaki lima menginap di hotel Bintang Lima bukan berarti pencitraan. Sikapi biasa saja. Yang terpenting sama sama fokus salat lima waktu. Sebab menurut Syaiful Ramadlan, jaga lima waktu adalah komitmen diri untuk membangun relasi makhluk dengan Allah.Â
Dalam catatannya, Syaiful Ramadlan juga ingin menyampaikan kepada kita, "Daripada larut menebar kebencian karena sempitnya memaknai kebebasan berpendapat dan pilihan politik, daripada pusing memiirkan apa kata orang lain tentang ini dan itu, kenapa tidak menghabiskan waktu untuk mencapai sesuatu yang bisa membuat mereka terpesona." Kalimat ini bisa ditemui di bagian 1 halaman 6.Â
Intinya membaca buku ini harus diulang-ulang jika ingin mendapat hikmah yang terkandung di dalamnya. Sebab Syaiful mencoba berkomunikasi dengan pembacanya  seolah para pembaca buku itu sedikit paham dasar - dasar filsafat. Bagi yang awam, termasuk saya, mesti berhati - hati dalam menelaah supaya tidak terjadi salah paham.Â
Dan kemungkinan salah paham sangat bisa terjadi. Pilihan kata kata yang tak biasa memaksa pembacanya untuk bolak balik buka kamus. Terkadang untuk ngeh satu paragraf butuh waktu. Apa yang dikehendaki penulisnya.Â
Atas pilihan kata - kata atau rangkaian kata menjadi kalimat yang membuat Anda berpikir jangan salahkan penyusun buku ini.Â
Pada Bab 2 Syaiful Ramadlan membuat judul 'Aku Bukan Penulis'. Menulis baginya seperti keran macet. Berat untuk memulai. Tapi penting segera dilakukan. Agar air di dalam keran itu bukan hanya mengalir. Tapi berubah menjadi kristal yang indah. Jika air yang mengalir itu digunakan untuk berwudhu tentu air itu scara metafisika bukan saja bisa dilihat sebagai sebuah unsur cair. Tapi telah berubah menjadi krsital.Â
Tentu ingat penelitian orang Jepang yang mencoba membandingkan antara air yang diberi doa doa dan kata - kata indah dan air yang diisi dengan kata sumpah serapah. Air yang satu seperti kristal dan yang lain bentuk molekulnya telah berantakan.Â
Penulis berharap walau buku ini lahir bukan dari seorang penulis diharapkan bisa menginspirasi pembacanya.Â
Dan membaca buku ini harus tuntas agar bisa mendapatkan hikmah dari buku ini, sekaligus bisa mengenal secara gamblang siapa sosok penulis buku ini. Itu sebabnya karena Syaiful  Ramadlan lebih banyak berkutat di organisasi Oi, sudah sepantasnya memberi ruang yang juga lebar untuk bercerita tentang pergulatan Oi.Â
Syaiful Ramadlan memang lebih banyak di Oi. Sehari - harinya untuk berdiskusi dan bagaimana membesarkan Oi. Oi sendiri sesungguhnya sudah besar. Segala kegiatan bisa berjalan dengan baik. Baik kegiatan donor darah, menanam pohon dan membantu bencana alam semua bisa dilakukan. Yang perlu di besarkan adalaj para penghuni ormas Oi.Â
Oi nya sudah besar. Sudah sepantasnya para penghuni di dalam nya juga ikut besar. Syaiful Ramadlan berusaha untuk memberi contoh dalam dunia tulis menulis. Siapa saja boleh menulis. Tak harus menunggu ini dan itu. Yang penting dimulai. Dan ketika sudah dimulai harus diselesaikan.Â
Tak usah berharap kesempurnaan. Kesempuraan bisa ditempuh sambil membuat karya yang baru lagi. Kendati setiap membuat karya baru menciptakan kesalahan baru, setidaknya ada moment untuk memperbaiki sebelumnya.Â
Dan andai buku ini sebagai buku teks mata kuliah wajib, maka yang harus membaca dan memilikinya ada seluruh anggota ormas Oi.Â
Perjalanan Musyawarah Oi maupun Jambore Oi dari waktu ke waktu ditulis secara detil.Â
Syaiful Ramadlan juga perlu menampilkan apa yang menjadi visi dan misi Oi. Tujuan organisasi ini melangkah serta bagiaman cara melangkahnya. Pada catatan-catatan yang lain, sang penulis perlu menambahkann hikmah  di balik tulisan itu.Â
Khusus untuk catatan perjalanan ormas oi, Syaiful Ramadlan punya kerendahan hati untuk memberi ruang kepada pembaca dan tentu saja barangkali anggota Oi untuk memetik hikmahnya sendiri.Â
Sebab Oi sendiri sudah sebuah hikmah. Jika sanggup memetik hikmah dari sebuah hikmah, maka telah sampai pada inti dari Oi itu sendiri yaitu Sopan dan Santun. Sopan dalam berkesenian, dalam pendidikan akhlak, dalam berolahraga dan berniaga. Sementara tetap santun kepada yang lain.Â
Akhir kata, baca buku tulisan Syaiful Ramadlan hikmah yang pertama didapat adalah selesaikanlah segala sesuatu yang sudah dimulai. Dan tak usah menunggu jadi penulis untuk menulis.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI