Mohon tunggu...
Abdul Rahman
Abdul Rahman Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan penulis

Kenikmatan yang diberikan Allah juga ujian.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kebanggaan

15 Juli 2019   14:48 Diperbarui: 15 Juli 2019   14:57 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu terus berlalu hingga sampailah Rini pada semester, saat-saat ia harus mengikuti mata kuliah yang diasuh Pak Mansyur. Ada perasaan ragu yang menyelimuti Rini. Rini merasa berdosa telah menolak tawaran baik Pak Mansyur. Setidaknya telah mengubah hubungan antara Pak Mansyur dengan Rini. Rini agak kaku bila menghadapi pak Mansyur. Padahal sebelumnya, Rini akrab karena keduanya sering terlibat bersama dalam berbagai kegiatan di kampus. Sebenarnya  tidak  hanya buku saja yang ditawarkan Pak Mansyur pada Rini, tapi juga Pak Mansyur pernah mengajaknya menonton.

Cuma cerita tentang menonton tidak diceritakan kepada Susi. Rini tahu Susi juga 'ember'. Bisa-bisa nama baik Pak Dosen akan ambruk. Atau nama dia juga akan akan menjadi bahan gunjingan. Karena cerita 'A' bisa jadi cerita 'B' di mulut Susi. Rini juga sadar ketika ia aktif di organisasi berapa banyak mahasiswa yang mencoba menarik perhatiannya. Prinsip Rini terlalu kokoh untuk dijebol dengan rayuan gombal yang mereka tawarkan.

  "Jangankan kamu, mahasiswa yang punya masa depan nggak jelas. Pak Mansyur saja yang sudah jelas sebentar lagi menduduki Purek III tidak digubris kok kamu nekat. Berapakali aku nasihati jangan naksir cewek macam Rini. Kamu akan jadi filsuf kagetan, murung menyendiri nggak tentu apa yang dipikir dan diperjuangkan. Realistis saja . Wong Rini itu orangnya realistis tidak mau neko-neko. Dia memang belum mau," nasihat Parno kepada temannya yang merasa jatuh  cinta berat pada Rini. 

Karena sulitnya laki-laki menaklukan hati Rini, maka belakangan tersiar isu Rini itu lesbi alias wanita yang menyenangi sesama wanita. Dan yang paling bersemangat mempercayai cerita itu adalah para lelaki yang hatinya terluka. Segala gunjingan cerita minor tentang dia tidak menjadikan Rini goyah dalam kuliah. Ia tetap tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

Namun ketika dua kali Rini mengambil mata kuliah yang diasuh Pak Mansyur selalu keluar nilai 'D', ia mulai khawatir dan curiga. Bahkan ada satu mata kuliah yang sudah diulangnya tetap nilainya sama, 'D'. Rini ingin menemui Pak Mansyur.

Rini ingin menanyakan kenapa nilainya selalu kurang. Namun keberanian itu belum juga muncul. Rini orang yang sportif dalam segala hal. Ia tetap mengembalikan kesalahan kepada diri sendiri. Mungkin tugas yang ia kerjakan belum sempurna, mungkin hasil ujiannya benar-benar jelek . Kontradiksi di dada terus berkecamuk. Antara prasangka jelek terhadap Pak Mansyur dan kesadaran kurangnya belajar.

Hingga suatu saat dengan pertimbangan yang lain, ia mendatangi ruangan pak Mansyur.

"Coba kamu  datang ke sini kemarin-kemarin. 'Kan tidak membuang waktu. Kamu tidak perlu mengulang sampai berkali-kali," ungkap Pak Mansyur dari balik mejanya.

"Cuma ya kamu mesti tahu. Tidak ada yang gratis di sini. Kamu tahu toh, dunia pendidikan itu mahal. Sekarang kita bisnis saja. Kamu toh sudah dewasa dan aku punya kekuasaan.  Kamu tahu apa yang menjadi keinginanku terhadapmu, " lanjut Pak Mansyur penuh rasa kemenangan.

Rini terdiam tidak berkata apa-apa. Dipeganginya ujung bajunya. Ruangan Pak Mansyur seperti berputar. Tidak mempercayai apa yang baru saja dikatakan Pak Mansyur. Bagaimana mungkin orang sebaik Pak Mansyur tega berbuat jahat padanya.

"Sudah tidak perlu sedih. Sudah banyak sarjana yang cepet lulus melalui jalan ini," papar Pak Dosen lagi mengejutkan Rini. Rini bingung, ia tidak tahu harus berbuat apa. Lapor? Bukanlah jalan yang terbaik bisa-bisa malah jadi urusan dan makan biaya. Memenuhi  tuntutan keinginan dosennya untuk menemani dosennya menginap di hotel? Ia merasa bukan perempuan murahan. "Aduh gusti cobaan apa lagi yang menderaku,"keluh Rini dalam batinnya. Kalau ia menolak berarti waktu lebih lama lagi. Bisa-bisa ia drop out.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun