Mohon tunggu...
Situt Saputro
Situt Saputro Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

@situt.04

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kata Pram, Sudah Bopeng Sejak Lahir

2 Agustus 2020   16:57 Diperbarui: 2 Agustus 2020   17:05 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya sastra adalah hasil dari buah peradaban. Hasil dari masyarakat, tak bisa dilepaskan dari masyarakat, dan selalu membicarakan apa yang ada di masyarakat. Sastra adalah institusi sosial[1]. 

Begitu pula sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial[2]. Sastra adalah cermin lain yang menggambarkan kehidupan dengan dunianya sendiri, dengan caranya sendiri, namun tak pernah benar-benar lepas dari peradaban yang melahirkan karya sastra itu sendiri.

Hubungan sastra dan masyarakat dapat diteliti dengan berbagai cara. Bisa melihatnya melalui faktor-faktor di luar teks sendiri, gejala konteks sastra; teks sastra itu sendiri tidak ditinjau. Selain itu bisa juga melihatnya dari segi hubungan antara (aspek-aspek) teks sastra dan susunan masyarakat.

Salah satu pisau bedah dalam ilmu sastra -- sastra dan masyarakat -- yang paling populer adalah kritik sastra marxis yang terkenal dengan istilah realisme sosialis.

Realisme sosialis adalah suatu pandangan adanya hubungan dialektik antara sastra dan kenyataan. Dari satu pihak kenyataan tercermin dalam sastra sehingga sastra dianggap menyajikan suatu tafsiran yang tepat mengenai hubungan-hubungan di dalam masyarakat, di lain pihak sastra juga mempengaruhi kenyataan sehingga mempunyai tugas mendampingi partai komunis dalam perjuangannya membangun masyarakat yang lebih baik.[3] 

Realisme sosialis menuntut pengarang agar melukiskan kenyataan selaras dengan kebenaran dan fakta sejarah. Pendeknya suatu karya yang bergenre realisme sosialis diharuskan dan sengaja dibentuk sesuai dengan kondisi yang benar-benar ada atau kenyataan, sehingga menjadi cerminan kritik atau refleksi bagi suatu masyarakat atau peradaban. 

Salah satu karya sastra yang berbau realisme sosialis yang ada di Indonesia -- objek yang dibahas -- adalah roman Bukan PasarMalam karya penulis legendaris Pramoedya Ananta Toer.

Bukan Pasar Malam berisi tentang sebuah cerita perjalanan seorang anak revolusi, seorang mantan gerilyawan yang pernah masuk bui karena dinamika politik Indonesia diawal kemerdekaanya yang belum stabil, pulang kampung karena ayahnya yang sedang sakit. 

Dari perjalanan tersebut tergambarf bagaimana gejolak batin yang dialami sang tokoh ketika melihat keadaan sang ayah yang makin rapuh melawan berbagai penyakit. Namun, disamping kondisi ayahnya yang semakin tergolek tanpa kekuatan, sikap nasionalis dan keperwiraan dibangun dengan begitu sederhana yang menyentuh. 

Sebagai seorang mantan gerilyawan, guru sekolah rakyat yang jasanya tak pernah diketaui banyak orang, rela mengasingkan diri dari segala kemunafikan, kenaifan jabatan yang pada saat itu diperebutkan oleh banyak orang. 

Berbagai dialog serta gambaran yang dibangun Pram seolah berarti kritik sosial yang menampar kondisi masyarakat Indonesia di awal berdirinya republik tentang pembesar-pembesar negeri yang hanya asyik mengurus dan memperkaya diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun