Bukan tanpa alasan dia suka mencuri makanan, masalah perut yang mendorongnya untuk melakukannya, karena gajinya sebagai buruh tak cukup untuk mencukupi hidupnya.Â
15 sen per harinya, sedangkan dia diharuskan bekerja 18 jam sehari. Sebuah perlakuan yang tak berperi kemanusiaan. Sebuah resiko yang diperoleh ketika dianggap sebagai seperempat manusia. Kehidupan dibawah kolonialisme yang kejam.
Kehidupannya penuh penindasan, paksaan mengangkut barang yang sepatutnya tidak diangkat oleh manusia menjadi santapan setiap harinya. Cacian, hinaan, ludahan tak asing lagi baginya.Â
Bangsat, anjing, murahan, lemah, babu, budak semua gelar itu dia terima, lagi-lagi karena takdir Tuhan dia dilahirkan sebagai makhluk bernilai seperempat manusia. Sebagai budak di tanah airnya.
-
Hingga satu kejadian yang merubah pandangan serta arah perjalanan hidupnya, dia tertuduh atas hilangnya sebungkus roti karyawan Belanda, - sebenarnya bukan Salim pelakunya -- karena sudah terlanjur terkenal dengan sebutan maling makanan, Salim terpaksa menemui panggilan petugas keamanan stasiun.
"sudah berapa roti yang berhasil kau curi?" -- petugas keamanan menghardiknya.
"kali ini bukan aku pencurinya" -- Salim mengeyelnya.
"sudah jelas-jelas mencuri masih mau bohong lagi, dasar budak bangsat" -- sambung petugas keamanan.
"aku kira seorang yang bukan budak lebih mampu melihat bahwa kucing dibelakangnya sedang menikmati rotinya" -- jawab Salim.
Seketika pukulan petugas keamanan mendarat di wajahnya.