Dalam pembahasan itu, A. Diana Handayani, membuka kalimat bahwa dalam gerakan melawan atau edukasi tentang antikorupsi, kita harus mengenal sejak awal substansi korupsi itu sendiri.
Kata A. Diana Handayani, pemberantasan korupsi itu sudah berjalan lama. Sejak zaman Belanda bahkan sudah ada dan berkembang sampai saat ini.
Pada saat ini, kata Penyuluh Antikorupsi Muda ini, perlawanan terhadap korupsi, sebagaimana undang-undang mengaturnya yaitu dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gerakan antikorupsi terkoneksi secara internasional melalui lembaga UNCAC. Memiliki kepanjangan nama United Nations Convention Againts Corruption.
Lembaga ini terbentuk berdasarkan hasil dari konvensi antikorupsi organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Demikian pula, pentingnya kita mengenal istilah korupsi. Bahwa korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu penyelewengan atau penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Pengertian korupsi tidak hanya dapat kita temukan dalam KBBI saja. Terdapat banyak referensi lain sebagai penunjang pemahaman, terutama berkaitan dengan pengertian mengenai tindak pidana korupsi sebagai perbuatan yang berkonsekuensi menimbulkan ancaman pidana.
Pada sesi pedalaman ini, hal mendasar mengenai upaya perlawanan terhadap korupsi pun menyasar kepada pembahasan tentang perilaku koruptif yaitu kecurangan, ketidakjujuran, ketidakdisiplinan, dan lain-lain.
Perilaku ini jika kita melakukan pembiaran, maka akan menjadi prilaku koruptif pada masa datang.
Mendukung semua pembahasan tersebut di atas, sebuah teori tentang Fraud Triangel dari Donald Cresesey, menyebutkan bahwa kecurangan terjadi karena adanya hal seperti tekanan, prilaku, kebiasaan, untuk kebaikan, dan lain-lain.
Berikut Fonnald Cressey (1950), menyatakan bahwa korupsi terjadi karena opportunity, preasure, rationalisation, dan pengetahuan untuk melakukannya. Saat ketiganya bekerja, maka peluang korupsi terjadi akan besar.