"Jika saja ada elemen memperlihatkan karakteristik percekcokan di Nusantara, sesungguhnya mereka adalah kaum-kaum hidup dalam ketercerabutan akar budaya Nusantara, lalu melacur dan menjadi bagian pengaruh dari luar budaya mandiri bangsanya".
Membangun suatu peradaban bangsa, sangat menggantungkan kepada hadirnya kekuatan anak-anak bangsa dalam melahirkan gagasan dan pemikiran bagaimana membangun keselarasan budaya lalu mengangkat segala potensi unggul tersebut dalam kehidupan berbangsa, bernegara.
Melalui langkah-langkah majemuk elemen-elemen bangsa secara terorganisir, harapan meraih kemenangan mewujudkan eksistensi keunggulan budaya tersebut memungkinkan tercapai.
Suatu dasar harapan, mewujudkan kebangkitan peradaban Nusantara, dalam beberapa penjelasan pujangga dan amanat leluhur tentang periodisasi peradaban, bahwa perubahan dominan di Nusantara terjadi per 700 tahun dalam hitungan kalender Masehi.
Hal-hal dominan dalam perubahan peradaban tersebut diantaranya, yaitu 700 tahun pertama, sebagai babak pembangunan fondasi peradaaban awal sekaligus menjadi bentuk penyempurnaan masa prasejarah kepada masa kehidupan berperadaban.
700 tahun ke dua, masa keemasan peradaban nusantara. Hal sebagaimana dimaksud, Nusantara mengalami kemajuan dalam berbagai corak kehidupan terutama karena pengaruh ketercapaian keutuhan nilai budaya, religi dan kekuatan maritim.
700 tahun ke tiga, masuk periodisasi pengaruh kekuatan-kekuatan asing di Nusantara (Eropa, Islam, dll).
Pada masa ini, pengaruh kekuatan asing yang masuk ke Nusantara mencapai titik pencapaiannya namun diikuti juga oleh meredup dan hancur pengaruh mereka dengan sendirinya karena sentral-sentral kekuatan asing hancur bersama berkecamuknya konflik-konflik internasional diantara penganutnya.
Selanjutnya yaitu, 700 tahun ke empat, kembalinya masa kejayaan Nusantara. Semua tatanan peradaaban Nusantara akan kembali kepada tatanan murni bangsa-bangsa unggul Nusantara.
Kehidupan pada masa peradaban lanjutan Nusantara terhindar dari paradok peradaban karena semua corak hidup bangsa dibangun atas dasar keselararan dan humanisme.
Menyambut persiapan  lanjutan peradaban luhur Nusantara pada 700 tahun ke empat, jatuh pada masa-masa awal abad XXI atau masa sekarang ini, seuogiannya pola gerak kebudayaan bersinergi kepada konsep unggul berkebangsaan, menghindari percekcokan antar elemen pembanhunan Nusantara yang sudah banyak menguras energi kebangsaan itu.
Pola pergerakan politik dengan pendekatan percekcokan (paradok), menjadikan abad XXI sebagai puncak pelampiasan energinya karena sadar, pengaruh modernisme segera berakhir.
Optimis
Kebudayaan Nusantara sebaiknya hidup mandiri karena sejak awal pembangunan peradabannya, berada diluar pusaran konflik percekcokan.
Jika saja ada elemen memperlihatkan karakteristik percekcokan di Nusantara, sesungguhnya mereka adalah kaum-kaum hidup dalam ketercerabutan akar budaya Nusantara, lalu melacur dan menjadi bagian pengaruh dari luar budaya mandiri bangsanya.
Catatan Rd. Dyna Ahmad, mewakili Badan Kebudayaan Nasional Jawa Barat PDI Perjuangan, dalam Seminar Pembangunan Berbasis Budaya: Revitalisasi dan Aplikasi Nilai-Nilai Budaya Sunda dalam Pembangunan Daerah, diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Pengembangan Daerah Universitas Padjadjaran beberapa waktu lalu, menyebutkan bahwa kegelisahan kita dalam menjaga keutuhan nilai budaya bangsa semakin hari semakin berat, karena pengaruh modernisme yang terus menggerogoti akar budaya bangsa.
Keyakinan dirinya, dalam pertemuan lanjutan pembahasan budaya, Lingkar Pare (Lingkung Karahayatan & Paguneman Rebo Pasosore) di Bandung, bahwa cara-cara modern dengan merecoki budaya bangsa melalui cipta kondisi percekcokan diantara anak-anak bangsa, akan berakhir dengan sendirinya seiring semakin memudarnya pengaruh modern dalam perputaran perubahan peradaban Nusantara.
Sikap-sikap optimis semacam ini menjadi sebuah tanda, bahwa perubahan yang bergulir selama ini sudah dirasa menjenuhkan oleh sebagian besar orang.
Kerinduan kepada corak hidup harmonis berbasis budaya luhur Nusantara, kini semakin tumbuh.
Praktek dalam mewujudkan gagasan pun semakin ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari.
Semakin banyak corak pemikiran dan kegiatan anak-anak bangsa menunjukan keseriusan mereka untuk membangun kembali tata nilai budaya luhur yang sempat pudar.
Cara-cara elegan, menghindar dari berbagai macam bentuk konflik dan menjunjung keselarasan diantara elemen pendukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H