Sebagai sosok yang terpengaruh langsung dalam perhelatan besar perjuangan bangsa Indonesia pra kemerdekaan, Soekarno memahami betul bagaimana dampak kolonialisme dan imperialisme itu menimbulkan kesengsaraan hebat bagi kehidupan negeri.
Kependudukan bangsa asing di Indonesia dengan membawa misi penguasaan dan pengerukan harta kekayaan alam Indonesia, dinyatakan telah mengisap kehidupan bangsa pribumi dalam segala sisi.
Soekarno menyaksikan bagaimana rakyat hidup dalam jurang kemiskinan, berbanding terbalik dari meraka bangsa-bangsa pendatang yang hidup makmur di atas tanah jajahannya.
Sebagian besar kekayaan Indonesia pun diangkut me negeri asal mereka lalu dipergunakan sebagai modal membangun negaranya.
Sungguh naif prilaku bangsa-bangsa Eropa terdahulu itu. Sepenuh hati mereka menempatkan bangsa-bangsa lain sebagai kelompok manusia yang dihisap habis-habisan demi keuntungan dan ambisi kapitalisme.
Dalam keadaan itulah, Soekarno melihat bagaimana kemampuan bangsa sendiri ditekan sedemikian rupa hingga tak berdaya dalam cengkraman penjajahan.
Pergolakan pemikiran Soekarno semakin memuncak setelah dirinya mampu melahap sejumlah pemikiran-pemikiran dan referensi politik atau ideologi dunia yang menjelaskan bagaimana suatu proses imperialisme dan kolonialisme terjadi di berbagai belahan bumi.
Hingga pada suatu saat, ketika berada di Bandung, dari sela-sela hiruk-pikuk menempuh pendidikan tinggi dan pergerakan Partai Nasional Indonesia (PNI), bertemulah Soekarno dengan seorang petani di kawasan Bandung Selatan.
Sambil menyimak situasi, berbincang dengan sang petani yang kemudian disebut namnya yaitu  Marhaen.
Soekarno melihat langsung kehidupan rakyat pada saat itu.
Marhaen miskin papa padahal dirinya memiliki sejumlah alat produksi sendiri yang rutin untuk dipergunakan mengelola sumber daya alam berupa tanah untuk pertanian.