Sebuah kitab kuno, beredar luas di kalangan masyarakat Jawa, disebut "Tantu Pagelaran". Kitab ini diyakini ada sejak abad ke-15.
Dalam Tantu Pagelaran terdapat cerita bahwa dahulu kala Pulau Jawa itu ada dalam keadaan mengambang di lautan luas dan terombang-ambing serta terus berguncang.
Untuk menjadikan Pulau Jawa stabil, maka dewa-dewa memutuskan meminjam salah satu gunung di India disebut gunung Meru untuk dipakukan di Pulau Jawa dengan cara memindahkan gunung Meru dari daerah asal.
Gunung Meru dari India berusaha dibawa oleh kemampuan para dewa yang menjelma menjadi kura-kura raksasa pengangkut Meru di punggungnya (Dewa Wisnu).
Lalu dewa lain menjelma ular besar (Dewa Brahma), bertugas melilit gunung Meru pada bagian badan kura-kura raksasa sehingga gunung yang diangkut aman tiba sampai Pulau Jawa.
Setibanya di Pulau Jawa, para dewa meletakan gunung Meru disisi awal pulau.
Usaha meletakan gunung Meru di Pulau Jawa menimbulkan keadaan pulau bergoyang, baik itu saat diletakan Timur maupun Barat.
Lalu, agar stabil, akhirnya gunung Meru dibelah. Terbentuklah dua gunung yang satu adalah gunung Meru itu sendiri dan belahan lainnya yaitu gunung Penanggungan. Sebelumnya Gunung Penanggungan disebut orang dengan nama lain yaitu Gunung Pawitra.
Perjalanan meletakan gunung Meru dari Timur ke Barat atau sebaliknya, maka terciptalah ceceran gunung.
Nama Pulau Jawa sendiri dikenal takala perjalanan para dewa memindahkan Gunung Meru yaitu dengan diketemukannya pohon Jawawut. Sejak saat itu, tempat dimana Gunung Meru yang sekarang disebut Semeru, dinamakan Pulau Jawa.
Dalam mitos orang Jawa, Gunung Semeru dikenal sebagai gunung tempat bersemayamnya Dewa Shiwa.