Berbeda dari pilihan rasa surabi saat awal ada, yaitu surabi polos dengan campuran gula merah yang dicairkan atau dinamakan kinca.
Sekarang kita bisa memilih surabi dengan aneka rasa manis atau asin dengan isi dari mulai coklat, keju, tempe, kornet, sosis, oncom, telur dan banyak lagi.
Pilihan mengembangkan isi surabi, menurut para pedagang sebagai salah satu cara menjaga surabi bertahan menjadi panganan tradisional namun tetap mampu mengikuti trend zaman.
Waktu konsumsi surabi sebetulnya bisa kapan saja. Selain pagi, ada juga pedagang surabi menjajakan dagangannya pada saat sore atau tengah malam.
Surabi tergolong makanan akrab di tengah masyarakat.
Ada diantara penjual surabi menjajakan dagangannya di warung kelontong yang beroperasi hampir 24 jam.
Dengan cara ini, warung kelontong suka tambah ramai. Apalagi saat udara terasa dingin pada pagi atau malam hari.
Sambil menunggu surabi matang, pemesan suka sengaja ikut menghangatkan badan dekat tungku kayu bakar.
Dulu memang surabi itu tergolong makanan sederhana saja. Penikmatnya pun hanya kalangan khusus menengah ke bawah.
Namun kini, penikmat surabi berasal dari banyak golongan.
Hal ini disebabkan karena surabi sudah masuk kepada sajian berkarakter dan mampu dikemas secara inovatif dan dipastikan masih memiliki banyak penggemar.