Keunikan dan persoalan hidup bertetangga seperti tidak ada habisnya. Memperhatikan tiap-tiap tempat dan waktu selalu ada saja hal-hal baru ditemukan. Keadaan itu diantaranya menyangkut ulah indisipliner warga dalam urusan pelanggaran lalu lintas di wilayah komplek perumahan atau pemukiman.
Sebagian orang ada yang menganggap persoalan itu sebagai hal biasa. Namun di sisi lain, ada pihak menilai masalah pelanggaran lalu lintas di pemukiman merupakan masalah pelik menyangkut sikap cerdas berlalu lintas yang dapat memicu situasi disharmonis antar tetangga.
Beberapa pelanggaran lalu lintas di pemukiman warga diantaranya yaitu penggunaan lahan umum untuk parkir kendaraan pribadi, pemakaian knalpot bising, menerobos jalur pemukiman sebagai jalan alternatif, kebut-kebutan di jalanan warga, mengabaikan keselamatan saat berkendara seperti tidak memakai helm dan sabuk pengaman serta banyak pelanggaran lain yang sering terjadi.
Di pemukiman biasa, jarang terpasang rambu-rambu lalu lintas atau tanda-tanda lain yang mengatur ketertiban berkendara. Pemukiman biasanya menerapkan aturan bersama yang dipahami atau disepakati oleh lingkungan setempat.
Ada larangan-larangan unik berupa kalimat-kalimat sederhana ditujukan kepada pengendara agar tertib berlalu lintas di pemukiman, misalnya untuk mencegah kebut-kebutan ada rambu kalimat "kebut benjol...!" atau "Jalan pelan-pelan, banyak anak-anak" diikuti gambar batas maksimum kecepatan 10 km.
Larangan penggunaan knalpot bising, "knalpot bising, matikan mesin kendaraan, dorong!" atau "Masuk komplek knalpot bising, pulang bonyok!" serta banyak lagi bentuk rambu-rambu semacam itu.
Warga berinisiatif membuat aturan semacam demikian untuk tujuan agar lingkungan tertib dari persoalan lalu lintas yang kerap timbul. Jenis-jenis aturan atau rambu yang dipakai memang diluar kaidah aturan yang ada tentang tertib lalu lintas. Namun hal itu warga lakukan karena alasan untuk penegasan ketertiban.
Apabila rambu-rambu menggunakan simbol-simbol umum, banyak diantaranya sering diabaikan pelanggar. Memasang rambu dalam bentuk kalimat imbauan atau bahkan "ancaman" bagi pelanggar atas nama warga, dinilai efektif mengurangi tingkat pelanggaran.
Hal mengenai pengertian dan rambu lalu lintas sendiri, sebetulnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 1 poin 17, menjelaskan sedemikian rupa yaitu bahwa yang dimaksud Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.
Ketentuan mengenai Rambu Lalu Lintas berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduannya, selanjutnya diserahkan kepada institusi terkait dalam bentuk peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sulit rasanya menerapkan aturan sesuai perundangan yang berlaku saat menemui pelanggaran lalu lintas di pemukiman. Alih-alih menjadi tertib, justru warga yang tegas menegur pelanggaran atau mengimbau warga lain yang belum tertib malah menjadi bulan-bulanan si pelanggar dan memicu keributan baru.
Banyak pelanggar lalu lintas di pemukiman itu diantaranya adalah warga yang tinggal di daerah sekitar. Biasanya pada saat melanggar aturan lalu lintas, mereka tidak terima ditegur warga lain karena dirinya seolah-olah memiliki hak "istimewa" dan warga lain harus memaklumi adanya, seperti sikap penggunaan fasilitas umum bagi kepentingan dirinya.
Hal kasat mata, kita sering melihat parkir pemilik kendaraan bermotor di ruas jalan milik warga. Bukan sehari dua hari, kebiasaan parkir di ruas jalan umum dilakukan bertahun-tahun dengan jumlah kendaraan yang dimiliki atau berada di jalan lebih dari satu.
Aturan parkir pun dibuat sesuai kemauan sendiri, misalanya rambu larangan parkir sembarangan, ditulislah "Dilarang parkir di sini kecuali penghuni. Tamu/warga lain parkir 30 M dari titik ini".
Pengertian parkir menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 yaitu kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.
Secara aturan, pemilik kendaraan seharusnya memiliki area parkir sendiri atau garasi saat memutuskan untuk memiliki kendaraan. Ketika parkir di tempat umum, perhatikan peraturan yang ada.
Penggunaan ruas jalan umum pemukiman untuk parkir kendaraan pribadi sangat merugikan pengguna jalan lain sekaligus menghambat arus lalu lintas pada umumnya.
Keadaan berhenti dalam waktu tertentu pada ruas jalan umum di pemukiman dapat mengakibatkan gangguan fungsi jalan. Untuk hal itu, UU 22 Tahun 2009 pasal 28 ayat (1) bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.
Sikap Bijak RT
Sebagai petugas di lingkungan pemukiman yang bersentuhan langsung dengan masalah warga, akhirnya pengurus RT terdorong melakukan inisiatif pengelolaan pemukiman termasuk mengurai persoalan pelanggaran lalu lintas di sekitar warga.
Hal tersebut dilakukan RT agar tetap tercipta harmoni dalam hidup bertetangga di lingkungan pemukiman.
Secara aturan, sebetulnya pengurus RT sulit bergerak lebih jauh melakukan penindakan terhadap setiap pelanggaran lalu lintas di pemukiman, apalagi sepak terjang RT yang hanya dibatasi dalam lingkup tertentu.
Misalnya saja sebagai contoh bagi pengurus RT yang berada di lingkungan Pemerintah Kota Bandung, dengan merujuk kepada Peraturan Wali Kota Bandung Nomor: 215 Tahun 2018 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Rukun Tetangga Dan Rukun Warga, pasal 1 ayat 10 bahwa Rukun Tetangga yang selanjutnya disebut RT adalah Lembaga yang dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh Lurah.
Fungsi utamanya dari lembaga ini, dalam Perwal Kota Bandung Nomor: 215 Tahun 2018 pasal 3 huruf e. menjaga kerukunan antar tetangga, memelihara dan melestarikan kegotongroyongan dan kekeluargaan dalam rangka meningkatkan ketentraman dan ketertiban.
Keterangan lain yang dapat diperoleh berupa Memori Serah Terima Jabatan Ketua RT bahwa Fungsi RT terdiri dari: a. pengkoordinasian antar penduduk di wilayah kerja RT; b. pelaksanaan dalam menjembatani hubungan antar sesama penduduk di wilayah kerja RT dengan Pemerintah Daerah melalui RW dan/atau kelurahan; c. penanganan masalah-masalah kependudukan, kemasyarakatan, dan pembangunan di wilayah kerja RT; dan d. mensosialisasikan program-program Pemerintah Daerah kepada masyarakat di wilayah kerja RT, sesuai dengan arahan Lurah dan/atau melalui RW.
Peraturan yang secara mengikat bersifat umum. Artinya, dengan ini pengurus RT diharapkan mampu menerjemahkan lebih jauh dari fungsi lembaga tersebut dengan cara melakukan koordinasi dengan pihak atau aparat terkait lainnya dalam hal penegakan aturan yang berlaku di masyarakat.
Setidaknya ada beberapa langkah konkrit yang dilakukan RT untuk menyelesaikan masalah pelanggaran lalu lintas di area pemukiman warga sesuai dengan pendekatan fungsi kelembagaannya.
1. Penegakan K3Â
Dalam penegakan aturan pelanggaran lalu lintas di area pemukiman, pengurus RT dapat melakukan langkah-langkah bijak melalui upaya penegakan K3 (kebersihan, ketertiban dan keamanan, serta keindahan).
Proses penetapan langkah ini dibuat secara umum dalam mengurai masalah warga termasuk didalamnya soal pelanggaran lalu lintas.Â
Pembahasan K3 ini bisa saja menjadi agak sedikit panjang karena pengurus RT harus memperhatikan pola pengambilan keputusan yaitu dengan pelibatan warga atau musyawarah warga.
Namun, jika proses ini dapat ditempuh, hasilnya akan lebih baik bagi RT. Pengurus RT akan memiliki kekuatan penuh melaksanakan hasil kesepakatan warga untuk menekan tingkat pelanggaran yang terjadi.
2. Komunikasi Tokoh
Bersama tokoh-tokoh setempat, pengurus RT boleh meminta masukannya sekaligus memohon melakukan penindakan atau peringatan bersama terhadap setiap pelanggaran yang terjadi.Â
Para tokoh biasanya adalah orang berpengaruh di dalam suatu lingkungan RT dan suaranya didengar warga secara luas.
3. Mandat Khusus Petugas Keamanan Lingkungan
Dalam struktur kepengurusan RT, biasanya terdapat satu bidang khusus yaitu bidang keamanan lingkungan. Petugas ini mampu menjadi ujung tombak penyelesaian persoalan.
Petugas yang ditunjuk termasuk warga yang memiliki keberanian lebih melakukan penindakan terhadap pelanggaran. Petugas keamanan lingkungan ini didaftarkan atau dikoordinasikan keberadaannya kepada aparat penegakan disiplin warga lainnya seperti kepada institusi kepolisian atau TNI.
4. Menerbitkan Surat ImbauanÂ
Warga sebetulnya sangat menghargai setiap keputusan yang dikeluarkan oleh RT beserta jajarannya. Hal ini mengingat karena warga memiliki sikap tergantung kepada pelayanan RT.Â
Untuk itu, surat imbauan untuk sama-sama menjaga ketertiban lingkungan termasuk meminimalisir kemunculan pelanggaran lalu lintas di pemukiman dapat diterbitkan melalui surat resmi RT.
Dalam surat imbauan itu isinya dapat menyangkut hal-hal seperti contoh, warga memperhatikan penggunaan kendaraan yang mengganggu lingkungan dan bersama-sama menegur apabila terdapat pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, seperti penggunaan knalpot motor yang bising, kebut-kebutan di area komplek dan pelanggaran yang merugikan lainnya.
Juga imbauan lainnya berbunyi, Warga yang memiliki kendaraan bermotor baik roda dua atau roda empat diimbau memiliki tempat penyimpanan kendaraan yang layak seperti garasi dan tidak memarkir kendaraan secara sembarangan di badan jalan komplek milik warga karena hal itu sangat mengganggu kelancaran arus lalu lintas warga.
5. Memasang Rambu AturanÂ
Jika aturan yang dibutuhkan ingin diberlakukan dalam waktu lama, selain imbauan kepada warga, RT dapat membuat kalimat-kalimat atau simbol-simbol tertentu sebagai rambu larangan melakukan tindak pelanggaran dilingkungannya.
Pembuatan rambu ini terpasang di lokasi umum dan terbuka sebagai bentuk sosialisasi yang dapat diketahui warga.
Penegakan aturan ini sangat mengandalkan partisipasi warga. RT tidak dapat memberi sanksi secara langsung kepada pelanggar lalu lintas di pemukiman.Â
Untuk itu warga dituntut kesadarannya secara kolektif agar mau taat kepada aturan yang sudah dibuat.
Ketika aturan sudah disosialisasikan, warga akan melalukan sanksi sosial kepada para pelanggar.Â
Biasanya orang yang kurang peka dengan sanksi sosial, kehidupannya akan dikucilkan. Hal ini sebetulnya sangat tidak diharapkan dalam sebuah kehidupan bertetangga.
6. Menyerahkan kepada Pihak yang Berwajib
Jalan terakhir penegakan aturan yaitu pengambilan tindkan tegas oleh aparat. Masyarakat bisa melaporkan segala bentuk pelanggaran yang dinilai mengganggu dan parah dalam kehidupan sosial.
Langkah ini sebagai jalan akhir apabila pelanggaran sulit dikendalikan dan warga menjadi kewalahan serta membuat suasana menjadi gaduh tak terkendali.
Sebetulnya upaya koordinasi antar warga itu sangat diutamakan dalam hidup bertetangga. Sedapat mungkin warga itu bisa menegakan aturan secara bersama-sama.
Kesadaran bersama menciptakan lingkungan pemukiman terbebas dari masalah pelanggaran lalu lintas perlu kita upayakan setiap saat agar tercipta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari diantara para tetangga dan juga orang-orang yang bekepentingan dengan lingkungan pemukiman tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H