Nama Cinanya adalah Ma liong An. Namun karena sulit mengingatnya, orang-orang pribumi lantas menyebutnya Akong. Entah dari mana asal-usul nama sapaan itu, orang-orang tidak mempedulikannya. Orang-orang mengenal Akong tak lebih karena dia adalah seorang pedagang bahan pangan, diluar itu tak ada interaksi lain yang bisa mendekatkan Akong dengan penduduk pribumi lainnya.
Mendengar kabar tentang adannya siaran Radio Peking tanggal 10 Desember 1959 yang mengumumkan ajakan warga Cina perantauan untuk kembali ke negaranya, membuat hati Akong bimbang. Bagaimana tidak, Akong belum lama ini membuka lapak dagangannya.
Siaran radio itu mengabarkan Gerakan pribumusasi menyusul dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1959 yang berisi larangan untuk orang asing berusaha di bidang perdagangan eceran di tingkat kabupaten ke bawah dan wajib mengalihkan usaha mereka kepada warga negara Indonesia, dan mereka diharuskan menutup perdagangannya sampai batas 1 Januari 1960 .
Aturan ini memang tidak secara tegas ditujukan kepada orang-orang Cina, namun karena jumlah mereka yang paling banyak diantara warga negara asing lainnya yang ada di Indonesia, maka peraturan ini dirasakan oleh orang-orang Cina sebagai cikal bakal lahirnya gerakan Anti-Cina di Indonesia.
Sebetulnya bukan hal yang sulit bagi orang Cina termasuk Akong untuk kembali ke negaranya pada saat itu. Pemerintah Cina telah bersiap menanggung segala kebutuhan eksodus warga negaranya. Kesiapan itu menyusul adanya dugaan Pemerintah Cina yang menilai kebijakan Pemerintah Indonesia akan mencelakai warga negaranya.
“Akong, sudah kamu siapkan semua perlengkapan utuk pulang?” tanya Tan Tek Wan kolega bisnis Akong yang sama datang dari tanah Cina.
“Tidak, aku akan tetap tinggal disini. Kamu urus saja keperluan kepulanganmu!” Akong bicara datar.
Meski ada rasa bimbang, Akong adalah satu dari sekian banyak orang Cina yang terlanjur terpaut hatinya untuk tinggal Indonesia. Walau dengan resiko berat sekalipun Akong tetap tidak akan pulang dan bertahan serta berdagang di Indonesia. Telah banyak diantara saudaranya yang memilih pulang. Namun itu tak dihiraukannya.
Tan Tek Wan tak banyak bicara. Bergegas dia kembali kerumahnya meninggalkan Akong yang sibuk mengemas barang-barang dagangannya berupa bahan-bahan pangan untuk kemudian ditimbun di sebuah gudang dibilangan Kwitang.
Setidaknya itu cara yang paling tepat -disamping menutup dan mengosongkan toko serta menaikan harga barang- agar bisa bertahan hidup ditengah jaman yang sedang tidak menentu itu. Termasuk hal itu merupakan strategi agar ketergantungan orang Indonesia terhadap Orang Cina bisa lebih besar yang kemudian akan menjadi nilai tawar bagi Orang Cina agar bisa tetap tinggal di Indonesia.
Orang Indonesia saat itu tengah dilanda euforia revolusi, sehingga sentimen anti Asing terus digencarkan serta aset-aset asing yang ditinggalkan penjajah dikuasainya. Namun keterabasan kemampuan mengelola aset-aset itu menyebabkan kondisi ekonomi turun drastis. Ketergantungan kepada orang Cina kembali muncul karena alasan kepemilikan modal dalam mengelola perekonomian yang mereka miliki.
Namun ketergantungan itu hanya baru dirasakan oleh sebagaian orang Indonesia. sebagain besar orang Indonesia justru masih memiliki rasa benci kepada orang Cina.
Akong mengetahui apa sebab kebecian sebagian besar orang Indonesia pada orang-orang Cina itu begitu besarnya. Dengan adanya peluang masuk dalam kancah perekonomian Indonsia, Orang Cina kemudian banyak melakukan monopoli ekonomi dan memilih hidup secara eksklusif dari pergaulan dengan pribumi.
Menyadari keadaan Ibukota yang tidak menentu akhirnya Akong memilih untuk tinggal sementara di Bandung. Memang benar, saat memutuskan untuk segera ke Bandung, tak lama dari itu Ibukota Jakarta semakin memanas. Militer Indonesia telah ikut turun tangan dalam menjalankan misi pengusiran terhadap Orang Cina yang di dasari oleh kebencian tadi.
Kepergian Akong untuk sedikit menenangkan diri ke Bandung berbuah sial. Warga Bandung dan militer saat itu juga sudah melancarkan aksi pengusiran Orang Cina keluar dari daerahnya. Hal itu diketahui berlangsung saat Akong baru saja tinggal beberapa hari disana.
Dikabarkan sejumlah media massa sedikitnya dua perempuan Cina di Cimahi tewas tertembak oleh tentara dalam aksi pengusiran orang-orang Cina tersebut.
Hari-hari Akong semakin bingung, kemana musti mencari tempat pelarian. Niatnya semula untuk tetap tinggal di Indonesia sedikit urung. Namun dalam keadaan seperti itu tidak mungkin dia segera bergegas kembali ke Ibukota lalu bergabung dengan orang-orang Cina yang lain untuk pulang kenegaranya. Menyesal dia tidak mengikuti ajakan Tan Tek Wan saat itu.
Kecemasan semakin menjadi. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan perintah untuk membentuk Tim Pengawasan Ekonomi yang bertugas untuk mengadakan pengawasan di bidang ekonomi, menstabilkan harga, mengadakan tindakan drastis kepada siapa pun juga yang menghalangi program sandang pangan yang dilakukan pemerintah.
“Akong, apa mungkin operasi Tim Pengawasan Ekonomi akan melakukan hal yang sama seperti di Medan?” Bun Han bertanya kepada Akong sambil memperlihatkan sebuah berita tentang operasi yang dilakukan Tim Operasi Pengawasan Ekonomi yang berhasil menemukan 200 gudang di Medanyang menimbun bahan-bahan sandang pangan.Para pelaku yang tertangkap langsung dikenakan hukuman badan.
“Biarlah, jika tokoku akan dijarah atau terkena operasi. Yang penting sementara badanku bisa selamat dengan berada disini!” Akong menimpali.
“Bagaimana kamu bisa berpikir begitu, disini juga situasi sedang tidak aman bagi orang-orang Cina. Diluar sana banyak Orang-orang Cina yang sedang mencari cara bagaimana bisa segera ke Ibukota kemudian menumpang kapal Pemerinatah Cina untuk kembali. Tapi kamu malah lari kesini!” Bun Han kembali menjelaskan.
“Seandainya aku tahu kalau keadaan akan begini, sudah dari saat itu aku akan tetap tinggal di Ibukota, bagaimana kamu ini?” Akong menyela.
Keduanya hanya bisa diam. Mata mereka terus memandangi bait demi bait berita dalam koran dan mengharapkan ada informasi lain yang bisa membuat mereka menemukan jalan untuk melolosakan diri dari Bandung.
Keadaan dari hari ke hari semakin tidak menguntungkan orang-orang Cina. Hal itu sudah sangat diketahui oleh Pemerintah Cina. Sebagai langkah antisipasi ataupun pengamanan terhadap munculnya segala kemungkinann yang tidak diharapkan, himbauan-himbauan kepada orang-orang Cina yang tinggal di Indonesia terus didengungkan oleh Pemerintah Cina.
Menanggapi himbauan itu, sedikitnya 199 ribu orang-orang Cina datang mendaftar untuk ikut dalam kepulangan kenegerinya. Namun dari sekian banyak pendaftar itu, hanya sekita 102 ribu orang yang bisa terangkut oleh kapal Cina kembali ke negaranya. Sebagian mereka yang masih tinggal mengalami masa hidup yang terkatung-katung didera kecemasan sepanjang hari.
Yap Shin Hong
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H