Mohon tunggu...
TEGAR TRI WIBOWO
TEGAR TRI WIBOWO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Artikel artikel ekonomi kota

Selanjutnya

Tutup

Financial

Anggaran Belanja Pegawai dan Modal Kabupaten Boyolali Tidak Sesuai Ketentuan dalam UU No 1 Tahun 2022 Tentang HKPD

3 Mei 2024   18:22 Diperbarui: 3 Mei 2024   20:12 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

3 Mei 2024 - Jember, Indonesia

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (HKPD) memberikan pedoman yang jelas mengenai pengelolaan anggaran bagi pemerintah daerah. Salah satu aspek penting dalam UU tersebut adalah batas maksimal belanja pegawai dan batas minimal belanja modal yang harus dipenuhi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Undang-Undang tersebut, diatur bahwa batas maksimal belanja pegawai sebesar 30% dari APBD, sementara batas minimal belanja modal minimal sebesar 40% dari APBD. Namun, jika terdapat pemda yang belum memenuhi besaran persentase tersebut, mereka memiliki waktu selama lima tahun sejak penetapan UU HKPD untuk melakukan penyesuaian besaran persentase belanja terhadap APBD.

Kabupaten Boyolali, yang terletak di lereng Gunung Merapi, Provinsi Jawa Tengah, memiliki luas wilayah 101.510,20 Ha, dengan topografi dataran rendah hingga pegunungan. Dengan 19 kecamatan dan 267 desa/kelurahan, Boyolali merupakan salah satu daerah strategis di Jawa Tengah, dikenal sebagai lumbung pangan dan kawasan industri.

Namun, Kabupaten Boyolali menghadapi tantangan dalam mematuhi ketentuan UU HKPD. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023, Kabupaten Boyolali mencatatkan persentase penggunaan anggaran pegawai sebesar 37,9%, melampaui batas maksimal 30% yang ditetapkan dalam UU HKPD. Selain itu, presentasi belanja modal Kabupaten Boyolali hanya mencapai 18,5% dari total APBD, jauh di bawah batas minimal 40% yang diatur dalam UU HKPD.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Boyolali belum mematuhi ketentuan yang diatur dalam UU HKPD terkait batas maksimal belanja pegawai dan batas minimal belanja modal. Dalam konteks ini, pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap alokasi anggaran pegawai agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyimpangan terhadap ketentuan UU HKPD ini dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan daerah. Oleh karena itu, langkah-langkah perbaikan dan penyesuaian perlu segera diambil untuk memastikan keseimbangan anggaran dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Untuk mencapai persentase maksimal belanja pegawai, perlu strategi yang tepat agar masa transisi selama lima tahun dapat berjalan lancar tanpa gejolak. Persiapan untuk menuju target tersebut seharusnya dimulai oleh pemda sejak saat ini. Semakin dini persiapan yang dilakukan oleh pemda maka risiko terjadinya demotivasi pegawai dapat diminimalisasi.

Terdapat dua cara untuk menyesuaikan presentase belanja pegawai yang ada pada APBD Kabupaten Boyolali yang selama ini di atas batas maksimal. Langkah pertama adalah peningkatan pendapatan daerah terutama dari unsur Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan langkah kedua adalah penataan pegawai yang ada di pemerintah daerah.

Langkah pertama, Kabupaten Boyolalu dapat mandiri dengan mengggali potensi yang dimiliki sehingga dapat berkurangnya ketergantungan terhadap fiskal terkhususnya yang berasal dari pemerintah pusat. Meningkatkan PAD akan secara optimal dilakukan apabila tersedia waktu yang cukup untuk menyusun road map pada pemda itu sendiri.

Dalam mendukung pencapaian PAD yang optimal, pemerintah pusat telah menyusun regulasi yang berkaitan dengan percepatan digitalisasi lingkup pemda atau yang dikenal dengan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah atau TP2DD. Tujuan dari pembentukan tim ini adalah transparansi dan akuntabilitas transaksi pada pemda baik dari sisi penerimaan maupun belanja yang ada di daerah. 

Transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pendapatan daerah diharapkan dapat semaksimal mungkin menggunakan instrumen pembayaran non tunai maupun penggunaan kanal pembayaran nontunai. Pada sisi belanja pun diharapkan transaksi nontunai menjadi cara baku dalam penyaluran belanja di daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun