Tujuan ini diceritakan dapat dicapai dengan cara proses rekayasa genetika manusia, menanamkan chip pada otak manusia, atau membuat manusia setengah biotech untuk mencapai itu.Â
Yuval terlihat menentang argumen itu dan tujuan itu, namun ia tetap menuliskan kemungkinan-kemungkinan itu sebagai prediksi tentang masa depan umat manusia.
Saya kira sebagai pembaca saya juga tidak setuju dengan tujuan itu, sekalipun dalil awalnya adalah "untuk menyembuhkan orang-orang sakit maka teknologi-teknologi seperti itu diciptakan"
Sebagai Manusia, saya sudah cukup puas dengan apa yang sudah Tuhan berikan, baik tubuh, jiwa dan pikiran saya. Kalau ilmuwan-ilmuwan sedang melakukan percobaan-percobaan atau riset tentang itu yang tidak papa, sah-sah saja asal dengan tujuan untuk perkembangan ilmu pengetahuan, namun Yuval juga mengingatkan kita dalam bukunya dalil manusia dalam menciptakan suatu peradaban baru baik itu perkembangan dari sisi teknologi, science atau ilmu pengetahuan selalu saja awalnya berniat baik namun ujungnya digunakan dan dimanfaatkan juga untuk alat-alat militer, atau justru untuk menciptakan suatu keadidayaan baru.
Seperti contoh ilmu atom yang dikembangkan Einstein dan Oppenheimer, awalnya baik dengan tujuan untuk perkembangan ilmu pengetahuan, namun setelah itu berubah menjadi senjata paling menakutkan yaitu BOM ATOM, dan mengakibatkan trauma paling besar dalam sejarah umat manusia.
Saya kira kembali lagi ke dalil awal Yuval, bahwa "Manusia tidak pernah merasa puas" cukup konkrit untuk kita jadikan landasan filosofi dalam mengembangkan sesuatu yang dapat mengakibatkan perubahan perdaban umat manusia.
Namun bukan berarti saya anti-terhadap perubahan atau perkembangan, saya sangat berbahagia terhadap peradaban manusia sekarang, dari mulai penemuan antibiotik yang dapat membunuh bakteri berbahaya yang membunuh banyak umat manusia, dan juga kemajuan teknologi seperti media sosial yang memungkinkan kita untuk bisa bekerja dari manapun dan bercakap-cakap dengan seseorang dari jarak sejauh apapun, saya kira itu cukup positif.
Saya juga meyakini bagaimanapun caranya arus peradaban tidak dapat dibendung dengan cara apapun.Â
"Yang terjadi, ya terjadilah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H