Mohon tunggu...
tegarsianipar
tegarsianipar Mohon Tunggu... Freelancer - "Si Vis Pacem, Para Bellum"

Buku, Saham, Musik, Bola dan Imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Menyebabkan Buku dan Isu tentang Mental Health Laris?

13 Januari 2023   13:20 Diperbarui: 13 Januari 2023   13:30 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini jika saya pergi ke toko buku terutama Gramedia, saya melihat banyak para pencari buku yang memadati rak buku "Self Improvment", saya mengamati mereka yang meramaikan rak buku tersebut didominasi oleh anak-anak muda, saya perkirakan umur antara 20-30 tahun.

Buku-buku dengan judul seperti, Filosofi Teras, Atomic Habits, Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat, dan buku-buku yang bertema mental health lainya banyak diserbu oleh para pembaca masa kini, terkhusus pembaca anak muda.

Saya mencoba melakukan riset kecil dengan metode ya wawancara sederhana saja, sebetulnya hanya tanya-tanya saja sih, kepada mereka yang membaca buku-buku mental health, apa yang menjadi alasan mereka untuk membeli atau membaca buku tersebut.

Saya mendapatkan beragam jawaban, kalau saya tanya kepada anak muda yang sedang dalam proses perkuliahan, mereka menjawab "ya saya kurang percaya diri, saya lagi stres masalah perkuliahan", kalau saya tanya ke yang para pekerja maka mereka mengatakan "mereka butuh tanggapan atas apa yang mereka pusingkan dan kesalkan di dunia pekerjaan" seperti, tekanan untuk segera menikah dari orang tua, atau tekanan oleh bos di perusahaan, hubungan pertemanan yang semakin kecil karena sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, kurangnya obrolan di tengah keluarga dan masalah-masalah terkait finansial lainya.

Saya berpendapat bahwa hal-hal ini tak lain dan tak bukan juga bisa disebabkan oleh konsumsi konten di media sosial yang banyak diberikan kepada anak-anak muda yang doyan menghabiskan waktu untuk bermain gadget dimasa sekarang.

Banyaknya postingan di reels instagram, video shorts youtube atau tiktok yang menjajakan konten yang demikian, atau menjajakan konten crazy  rich atau yang lainya, seolah-olah hidup ini memang benar-benar sudah sangat sulit, payah dan kacau.

Inilah yang menyebabkan banyak anak muda merasakan bahwa apa yang disuguhkan di konten-konten tersebut adalah benar, apalagi terkait hal finansial dan percintaan, banyak sekali konten-konten sekarang yang menunjukan seolah-olah kita harus bekerja terus, tanpa henti, tanpa mmeberikan waktu untuk menikmati hidup.

Menikmati hidup sudah sering salah diartikan di masa kini, seolah-olah orang yang ingin menikmati hidup dengan cara liburan bersama keluarga, bersyukur, bahkan hanya sesederhana bernyanyi di kamar mandi sambil mendengarkan lagu pun dianggap  seolah-olah malas, tidak bekerja keras, tidak memanfaatkan waktu, dikarenakan dampak konten-konten yang menstimulasi pikiran untuk harus bekerja 24 jam agar menjadi sukses. 

Konten-konten yang mengatakan harus kaya, harus bisa ini, bisa itu, padahal ya tidak harus semuanya juga harus bisa, ya sekedar bersyukur dan menikmati apa yang sudah kita usahakan dan kita punya dari hasil usaha kita tersebut juga adalah suatu bentuk kebahagiaan dan kenikmatan, walaupun masih kecil ataupun ya, masih pas-pasan untuk hidup kita saja, tapi setidaknya kita berusaha dan bersyukur.

Saya menduga peran konten-konten di media sosial yang menstimulasi kan pikiran inilah yang membuat banyak anak muda masa kini cenderung merasa bahwa dirinya mengalami masalah mental atau merasa kurang percaya diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun