Orang bijak pernah berkata "Hidup itu murah, yang mahal itu gaya hidup", yap benar sekali pada masa dewasa ini dimana teknologi hampir mengambil peran dari setiap unsur kejiwaan kita, dari mulai kebahagiaan, kesedihan, kegembiraan hinggga sampai kedukaan bahkan seringkali dijejaki oleh teknologi.
Kita seolah merasa sangat puas apabila ada orang yang berkomentar di sosial media kita dari status yang baru saja kita upload, setiap ekspresi jiwa seolah harus selalu di ekspos untuk mendapat perhatian dari teman-teman di medsos, mau makan cekrek, mau tidur cekrek, bahkan ada yang mau mandi cekrek dulu upss...
Milenial masa kini adalah milenial yang sebagian hidupnya ada dalam teknologi, jika mau berkumpul sama teman di tongkrongan kalau hp nya tinggal di tengah perjalanan ia rela mengambil nya walau itu harus menempuh jarak hampir 3 km.
Karena akan ada kegelisahaan bila saat nongkrong tidak megang HP, jujur saya sebagai penulis artikel ini berasa tersinggung juga akan tetapi inilah faktanya, tapi jujur saya sangat mengkritik orang yang main handphone pada saat sedang mengobrol, bagi saya itu kurang sopan, namun ya bagaimana peradaban sudah membawa adab manusia ke arah sana.
Seolah bercakap-cakap, duel pikiran sudah kurang bermakna, padahal jika sehabis pulang selalu ingin mengambil poto bersama teman-teman, lalu di upload ke instastory nya dengan quote yang seolah-olah menggambarkan perjumpaan yang menjawab rasa kerinduan, padahal itu hanya undercover saja, ini yang saya kritik.
Berbagai macam postingan di Instagram, Faceebook dan lainya banyak yang penuh kepalsuan, saya heran setiap kali saya mengecek postingan di medsos milenial isi nya seolah-olah hidup hanya ada kebahagiaan, lantas saya bertanya apakah ini semua benar?, poto sama pacar, senyum, bahagia. Apakah memang linear hidup ini kebahagiaan semua isi nya, atau hanya kebahagiaan saja yang di tampilkan?, karna algoritma hidup membawa kearah sana?...
Kritik Untuk Milenial, Termasuk Saya Sendiri.
Saya menulis artikel ini hanya untuk mengkritik milenial yang sangat bergantung pada kelas sosial hidup, banyak berkata-kata, tidak ada perbuatan, Merasa paling pintar dan update, padahal isi otak nya kosong, menghina orang bodoh padahal dirinya tidak tahu apa-apa.Â
Berlomba membuat postingan yang menarik, menghambur-hamburkan uang untuk minum-minum, merk HP nya harus iphone, upload momen dengan quote yang terlihat bijak padahal penuh kepalsuan, mau terlihat kaya dan bahagia tapi disuruh kerja berat dikit menggerutu.Â
Milenial dianugrahi peradaban termaju dan tercanggih dimana semua bisa terhubung lewat teknologi tapi banyak pendapat masa ini merupakan peradaban terburuk dimana adab dan moral sudah mati.
Saya sebenarnya tidak terlalu bermasalah dengan perkembangan teknologi, bagi saya itu suatu kemajuan yang baik. Namun kurangnya pengetahuan kita akan kemajuan bagi saya menjadi celah untuk perkembangan teknologi disalah pahami, teknologi maju tanpa edukasi yang baik untuk itu, kalau kita mencoba menghitung itu kedalam angka, menurut saya teknologi menyumbang 30% manfaat positif untuk perkembangan peradaban, sedangkan 60% nya untuk kemunduran moral, etika dan 10% nya untuk kejahatan teknologi.
Dari tulisan saya ini saya menilai bahwa milenial masa kini salah mengartikan perkembangan teknologi, banyak yang menyalahgunakan manfaatnya, contohnya :
Dirjen Kominfo, Ismail Cawidu mengatakan, data yang diperoleh dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada 30 November 2021, mencatat bahwa 66,6 % anak laki-laki dan 62,3 % anak perempuan pernah menyaksikan konten pornografi di internet.
Mirisnya, ada 34,5 % anak laki-laki dan 25 % anak perempuan setelah melihat konten pornografi lalu mempraktikannya. 38,2 % anak laki-laki dan 39 % anak perempuan pernah mengirimkan foto porno sambil melakukan kegiatan seksual melalui internet atau daring,"
Selain konten pornografi, yang perlu diwaspadai adalah kecanduan game online. Menurutnya, ada 19,3% anak Indonesia dan 14,4 % orang dewasa muda kecanduan main game online. Bahkan, kian hari mengalami peningkatan durasi dalam pemakaian internet, dari 7,27 jam menjadi 11,6 jam/hari. Jenis game yg dimainkan yaitu Multiplayer Online Battle Area (MOBA). Usia mereka antara 10 sampai 24 tahun atau sekitar 66 juta jiwa di tahun 2020.
Ismail mengingatkan bahwa anak dengan Kecanduan gambar atau video porno lebih berbahaya dari pecandu narkoba. "Dopamin, adalah zat yang dikeluarkan oleh otak saat menonton konten pornografi yang bersifat menenangkan otak. Semakin banyak menonton gambar film dewasa, akan semakin ketagihan dan semakin banyak dopamin yang dikeluarkan dari otak. Akibatnya, dopamin, prefrontaal ( PFC) akan semakin mengkerut, lalu mengecil dan fungsinya semakin tidak aktif. PFC adalah bagian otak depan yang berfungsi mengatur fungsi kognisi dan emosi. Akibatnya akan mengalami perubahan di otak. Terjadi penurunan konektifitas, sulit membuat keputusan, sulit konsentrasi atau fokus, pengendalian diri yang buruk, prestasi menurun, kognisi sosial menurun, penurunan kapasitas memori," ungkapnya.
Edukasi Bukan pelarangan
Bagi saya penulis artikel ini yang sekaligus termasuk milenial juga karna umur saya baru 22 Tahun, saya merasa pelarangan atau bahkan pemblokiran situs-situs berbahaya di internet merupakan suatu pekarjaan menjaring angin.
Karena milenial seperti saya apabila dilarang maka jiwa muda nya akan berkontraksi sehingga justru akan semakin mencari tahu apa yang dilarang, kenapa dilarang dan semakin senang jika bisa menerobos batas keamanan pelarangan atau pemblokiran itu hanya semakin membawa kuriositas ke kapasitas maksimum nya.
Karena situs yang diblokir oleh kominfo bisa sangat mudah diakali hanya dengan memakai VPN dan dengan membuka situs yang di blok tersebut lewat search engine yang lain seperti UC Browser atau lainya, jadi menurut saya pelarangan dan pemblokiran situs bukan merupakan suatu solusi penyelesaian dan terapi pencagahan yang cocok untuk kaum milenial.Â
Seyogyanya saran dari penulis adalah dilakukanya edukasi besar-besaran mengenai ide dan konsep berteknologi dimasa kini, contohnya membuat kampanye iklan disetiap artikel di google dengan kata-kata yang membangun seperti "Manfaatkan teknologi untuk realisasi ide, buruk bagi pacarmu kalau dia tahu kamu nonton porno."Â
Kalimat-kalimat ringan semacam itu tentu akan merangsang pikiran-pikiran anak muda yang membacanya, ketimbang kalimat formal yang biasa saja dan tidak menarik itu hanya akan dilupakan dan dianggap penggangu saja.
Memfasilitasi Bukan MenyalahkanÂ
Memfasilitasi anak-anak muda yang menyukai internet dan perkembangan nya, contohnya dengan membuat 1 gedung edukasi internet besar untuk melatih anak-anak muda mengaplikasikan ide nya.Â
Contohnya membuat Tim seperti "Pusat Milenial Kontra Hoax", nah nanti pemerintah harus memfasilitasi nya, dengan sarpras nya seperti gedung pusat cyber nya, menyediakan komputer dan laptop nya, menyediakan tenaga ahli dan juga membuat penyaringan dan seleksi bagi milenial yang mau bergabung untuk bekerja, ini bukan hanya akan memperbaiki fungsi teknologi bagi milenial, tetapi ini juga sekaligus bermanfaat untuk pembukaan lapangan kerja bagi kaum muda.Â
Untuk yang mau belajar ya ditampung saja bukankah toh itu juga nanti akan jadi pekerja di pusat cyber tersebut jika sudah jadi, dan bukankah juga semua masyarakat mengeluh-eluhkan bahkan pemerintah kewalahan menghadapi sebaran HOAX di indonesia, tentu contoh-contoh pemberdayaan seperti ini menurut saya adalah langkah yang lebih efektif dan efesien untuk mengedukasi milenial, ketimbang melarang-larang meraka.
Terakhir, ada sebuah kata-kata dari orang bijak yang menurut saya cukup berarti, yaitu :
"Orang Besar Bicara Soal Ide, Orang Biasa Bicara Soal kejadian, Orang Kecil Bicara Soal Orang Lain."
Terimakasih...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H