Mohon tunggu...
Tegar Maisa Julian
Tegar Maisa Julian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Terkadang, sekadar menulis pun sudah mendatangkan kebahagiaan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sedikit Mengenal September Hitam

7 September 2022   05:53 Diperbarui: 7 September 2022   05:57 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan September, mungkin kebanyakan orang bulan yang satu ini tidak ada bedanya dengan bulan lainnya. Tidak ada yang istimewa di bulan September, kecuali bagi mereka yang ulang tahun di bulan ini. Bahkan penanggalan merah pun atau hari libur nasional tidak berpihak di bulan ini. Ditambah lagi di bulan ini pada tanggal 3 September kemaren pemerintah menaikkan harga BBM yang membuat masyarakat semakin resah dan pemerintah hanya menghimbau masyarakat nya untuk sabar.
Kocak memang, seharusnya mereka yang harus sadar bukan rakyatnya yang disuruh sabar. Hmmm...bahkan mungkin Pak Sabar pun sekarang sudah kenyang dengan yang namanya sabar.

Terlepas dari harga BBM yang naik, kita lanjut ke pembahasan mengenai September. Sepertinya bulan September hanya akan berlalu begitu saja dan tidak ada hal menarik untuk dibahas. Tapi ketahuilah bagi sebagian orang bulan ini menjadi bulan yang hitam dan kelam untuk di ingat. Bulan penuh nestapa dan air mata yang menyisakan bercak merah dan kenangan pilu di hati sebagian besar orang.

Di negeri kita ini, pada bulan ini terdapat banyak kasus dan peristiwa yang tragis. Kebanyakan dari peristiwa ini mengenai sejumlah rentetan kasus pelanggaran HAM yang mungkin sampai sekarang belum tentu kejelasannya.

Misalnya sebut saja pembunuhan Munir yang terjadi pada 7 September 2004. Munir Said Thalib merupakan salah satu aktivis HAM yang dibunuh dengan cara di racun di udara yang saat itu ia menaiki pesawat untuk melakukan perjalanan ke Amsterdam. Tepat hari ini, 18 tahun sudah kasus ini tidak menemukan titik terang. Sejumlah orang di seret di meja pengadilan atas dakwaan pembunuhan tersebut, namun dalang dibalik pembunuhan tragis ini masih belum diketahui. Apalagi di tahun ini kasus pembunuhan Munir akan terancam kadaluarsa. Kita tidak bisa melihat kasus ini seperti kasus pembunuhan pada umumnya. Kasus pembunuhan yang terus dibiarkan tanpa kejelasan ini memperlihatkan kepada kita bahwasannya negara menghidupkan budaya impunitas, walaupun Komnas HAM sudah membentuk tim ad hoc untuk menyelidiki kembali kasus ini. Tapi pertanyaannya, siapa dibalik kongkalikong ini semua ? Hmmm...pertanyaan yang bahkan pesulap merah pun tidak mampu menjawabnya.

Contoh lain, tragedi Tanjung Priok 12 September 1984. Tragedi ini melibatkan aparat negara yang membantai ratusan masyarakat Priok pada saat itu. Dalam tragedi ini terjadi penyiksaan, penahanan, penghilangan, serta pembunuhan. Peristiwa ini bermula ketika rezim Orde Baru menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal, sehingga siapa saja yang tidak setuju dan sejalan dengan garis politik rezim Orde Baru dengan asas tunggal Pancasila nya maka layak dituduh sebagai anti pancasila. Maka hal itu menimbulkan  protes dan ketidaksetujuan yang disampaikan dengan berbagai macam cara, hingga akhirnya berujung pada pertikaian dan pembantaian hingga menelan korban jiwa. Korban yang hilang dan meninggal belum diketahui pasti, tapi Komnas HAM menyatakan ada 79 orang korban dalam tragedi ini, 55 orang luka-luka dan 24 orang meninggal dunia. Akankah negara masih ingat dengan sejarah kelam ini ?

Dari Priok kita beralih ke Papua, pada tanggal 19 September 2020 lalu, terjadi penembakan terhadap   Pendeta Yeremia Zanambani yang di duga dilakukan oleh aparat TNI. Penembakan itu bermula saat situasi di Hitadipa-Papua yang keadaanya sedang tidak kondusif. Mengutip dari kronologi yang diceritakan oleh Ketua Gereja Kemah Injil Indonesia Papua, pada saat itu terdapat beberapa anggota TNI yang menyusuri wilayah Hitadipa untuk memburu OPM yang sudah menembak salah satu anggota TNI lainnya. Kecurigaan anggota TNI bermula ketika Pendeta Yeremia sedang memberi makan babi ternaknya bersama istrinya dikandang babi. Setelah itu istrinya pulang terlebih dahulu. Penembakan itu terjadi ketika anggota TNI mencurigai pendeta ini ada hubungannya dengan OPM karena pada saat itu hanya dia orang satu-satunya yang ada di wilayah itu. Maka terjadilah penembakan tersebut. Istri korban pun ketika mendengar suara tembakan maka dia kembali ke kandang babi, dan di situlah ia menemui suaminya sudah dalam keadaan terkapar. Istri korban pun membenarkan sebelum dia pulang ia jumpa dengan anggota TNI yang menyusuri wilayah itu. Tapi kronologi versi ini dibantah oleh aparat TNI, menurut pihak TNI hal itu hanya settingan dan rekayasa yang dilakukan oleh OPM untuk menghasut masyarakat dan menyudutkan TNI/Polri. Hmmm...kira-kira siapa yang benar ?

Kita lanjut ke tanggal 24 September, pada 24 September ini setidaknya ada 2 peristiwa kelam yakni, pertama, Tragedi Semanggi II (1999), tragedi kelam ini menelan sedikitnya 11 orang meninggal, dan 217 orang luka-luka. Salah seorang korban yang secara nyata meninggal ditembak adalah Yap Yun Hap seorang mahasiswa UI yang tergeletak tak bernyawa di depan Universitas Atma Jawa.
Dan yang kedua, Reformasi Dikorupsi (2019) dalam aksi penolakan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan menolak pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah, paling tidak ada 5 korban yang gugur, di antaranya mahasiswa dan pelajar.

Jika masih kurang menghantam ingatan kita, mari kita ingat lagi, pada tanggal 26 September 2015 terjadi pembunuhan terhadap aktivis lingkungan yakni Salim Kancil. Salim Kancil merupakan petani yang hidup hanya dari beberapa tanah petak, berani melawan saat tanah terkena dampak. Dampak dari orang-orang rakus penambang pasir, merusak lingkungan tanpa berpikir, rakyat kecil jadi korban, Salim Kancil berani melawan. 12 insan dalam nama forum mereka bersatu, beraksi damai sampai kepala desa lunglai, setuju menghentikan tambang yang hampir selesai, namun kepala desa di pihak yang serakah, pengecut biadab yang memilih jalan darah. Beginilah nasib mereka yang melawan, mereka akan diburu dan dimatikan langkah.

Dan masih banyak lagi tragedi yang terjadi di bulan kelam ini, seperti G30S PKI, Genosida 65 dan lainnya, yang mungkin saya tidak ketahui dan di ceritakan satu persatu dalam kesempatan kali ini.

Kesimpulannya yakni, dari sejumlah tragedi-tragedi yang sudah dipaparkan tadi, kebanyakan atau mungkin semuanya berkaitan dengan pelanggaran HAM. Tahun demi tahun berlalu pemenuhan HAM berjalan mundur. Serangkaian kasus pelanggaran HAM berat belum juga mencapai titik terang. "Kebebasan dan perlindungan dasar yang dimiliki setiap orang sejak lahir", kurang lebih begitulah kita kenal dengan istilah HAM. Tetapi di negeri ini berbanding terbalik, kebebasan diganti kekangan, perlindungan diganti penindasan. Padahal, hampir setiap periode pencalonan presiden, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat selalu dijanjikan, tapi nyatanya itu hanya menjadi agenda politik belaka yang digadang-gadangkan ke segala penjuru negeri ini.

Sungguh banyak sekali kisah para pemberani dengan semangat yang kuat memperjuangkan kebenaran dan keadilan walau nyawa menjadi taruhannya. Dari almarhum Munir yang membela HAM hingga mendiang Salim Kancil yang memperjuangkan lingkungan. Inilah episode yang mengisahkan sejarah kelam dan para pemberani yang menolak bungkam. Sekali lagi,
SELAMAT DATANG DI SEPTEMBER HITAM, INGATAN KAMI MASIH BELUM PADAM...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun