Sang pujangga tengah menyampaikan perasaannya dalam surat, tiap aksara mewakili jutaan emosional yang hendak dikirim tanpa tujuan nan pasti.
"Hati memang tak bisa ditebak arahnya, namun dia bagai magnet dimanapun ke berada dia akan mempertemukan mu pada kutub cinta" gumamnya.
Tak lama, sang pujangga mendapat balasan dari seorang wanita yang jauh diujung dunia
"Hati dan cinta adalah bagaikan magnet tanpa batasan ruang dan waktu, jika engkau sang hati maka akulah sang cinta itu wahai sang pujangga" begitulah balasannya.
Sang pujangga terserang penyakit gila sebab dia merasakan rindu yang amat mendalam dan menulis surat:
"Air mata kerinduan ini adalah aksara paling jujur dalam perasaan cinta, duhai sekiranya diriku bertemu dirimu"
Maka sang pujangga menemui cintanya diujung dunia sana dengan menghabiskan sisa umurnya, saat bertemu dia berkata
"Cukuplah kebahagiaanku memandangmu wahai cintaku, keindahan dunia tiada arti jika ku bisa memandangmu tiada henti, biarkan ku menari dalam penderitaanku asalku berada dalam dekapan cinta"
Sang cinta tersanjung atas ucapan yang mengalir dari hati nan tulus dan berkata
"Bagaiman jika diriku tidak ada?"
"Biarkan aku hidup dalam dunia khayalanku"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H